Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora | Hiskia Andika Weadcaksana
Sabtu, 24 September 2022 | 13:25 WIB
Hakim Agung Mahkamah Agung (MA) Sudrajad Dimyati (tengah) berjalan dengan mengenakan rompi tahanan seusai diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (23/9/2022). [Suara.com/Alfian Winanto]

SuaraJogja.id - Hakim Agung, Sudrajad Dimyati resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah terjaring operasi tangkap tangan (OTT) kasus suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung, pada Jumat (23/9/2022) kemarin. Ia diduga menerima uang sebesar Rp800 juta dalam pengurusan satu perkara di MA.

Menyoroti hal tersebut, Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenur Rohman menyebut OTT Hakim Agung dan beberapa orang lainnya itu menunjukkan bahwa pembaruan di tubuh MA belum menyentuh aspek dasar. Dalam hal ini yang dimaksud adalah perubahan budaya.

"Pembaruan di Mahkamah Agung belum menyentuh aspek dasar yaitu perubahan budaya. Memang ada beberapa hasil dari pembaharuan di Mahkamah Agung antara lain peningkatan kualitas layanan maupun sarana prasarana," kata Zaenur kepada awak media, Sabtu (24/9/2022).

Namun, peningkatan kualitas layanan dan sarana prasarana itu nyatanya tidak dibarengi dengan aspek lain yang lebih krusial.

Baca Juga: Bila Cukup Bukti, KY Berikan Rekomendasi Hakim Agung Sudrajat Agar Dipecat Tidak Hormat

"Tetapi ada satu kebiasaan buruk yakni jual beli perkara yang nampaknya belum bisa bersih dari institusi Mahkamah Agung," sambungnya.

Hal itu terbukti dengan tertangkapnya Hakim Agung terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi. Walaupun memang sebelumnya juga telah ada beberapa OTT yang menyasar para hakim.

Namun kali ini justru lebih memprihatinkan sebab Hakim Agung yang tertangkap. Bukan sekadar hakim di tingkat pertama maupun banding lagi.

"Setelah sebelumnya kita sering mendengar ada OTT para hakim di tingkat pertama maupun banding, kali ini tidak main-main yaitu seorang hakim agung, hakim yang menyandang kata agung tetapi perilakunya sangat memprihatinkan," tuturnya.

Zaenur menilai pembaruan di institusi Mahkamah Agung sudah sepatutnya tak hanya berkutat pada persoalan yang ada di permukaan saja. Melainkan harus menyentuh aspek mendasar yakni mulai dari aspek perubahan budaya, aspek perubahan perilaku, dan aspek perubahan cara berpikir.

Baca Juga: Buntut Hakim Agung Sudrajat Jadi Tersangka, KPK Langsung Geledah Gedung Mahkamah Agung

"Jadi saya pikir ini tugas berat dan harus ada yang bertanggungjawab atas kejadian ini," tegasnya.

Load More