Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Selasa, 27 September 2022 | 14:33 WIB
warga Gunungkidul lakukan aksi longmarch tolak pembangunan tugu tobong Gamping di Siyono, Selasa (27/9/2022). [Kontributor / Julianto]

SuaraJogja.id - Rencana pemerintah Gunungkidul yang akan mengganti Patung Kendang dengan Tobong Gamping sebagai ikon menimbulkan kontroversi. Sejumlah elemen masyarakat hari Selasa (27/9/2022) ini kembali turun ke jalan menyuarakan penolakan mereka.

Mereka menolak penggantian Patung Pengendang di Bundaran Siyono dengan Tobong Gamping karena Tobong Gamping merupakan simbol eksploitasi alam yang identik dengan merusak lingkungan.

Puluhan orang lakukan aksi longmarch sekitar 2 kilometer dari Pasar Empring (Bambu) menuju ke Kantor Pemda Gunungkidul. Sembari membawa keranda dan kertas bertuliskan protes mereka, puluhan orang dari berbagai elemen ini berjalan menyusuri jalan protokol di Kota Wonosari.

Dengan pengawalan ketat aparat gabungan, mereka juga menyebar Bunga setaman dan uang koin sebagai simbol kritik matinya demokrasi. Aksi mereka berakhir di Alun-alun Wonosari dan di lokasi ini mereka juga melakukan orasi. 

Baca Juga: 7 Rekomendasi Wisata Gunungkidul Selain Pantai, Ada Air Terjun sampai Goa

Koordinator Aksi, Ervan Bambang Darmanto menyesalkan pemilihan Tobong Gamping dipilih sebagai ikon atau simbol Gunungkidul. Padahal masih banyak simbol lain yang bisa digunakan untuk mengangkat citra Gunungkidul di kancah nasional ataupun internasional.

"Banyak yang bisa dipilih untuk dijadikan ikon. Kenapa ini memilih Tobong Gamping yang cenderung identik dengan merusak alam,"terang dia, Selasa (27/9/2022).

Menurut Ervan, Gunungkidul itu terlanjur baik, identik dengan pariwisata, identik dengan kota Gaplek dan sebagainya. Ketika Tobong Gamping dijadikan ikon, hal tersebut merupakan kecelakaan. Karena Tobong Gamping bertolak belakang dengan semangat Gunungkidul.

Pihaknya menuntut kepada pemerintah untuk mendengarkan suara rakyat yang menolak menjadikan Tobong Gamping sebagai ikon Gunungkidul. Apalagi penolakan dari masyarakat sudah cukup masif. Tak hanya itu, penolakan dari anggota dewan juga selalu menggema.

Ia mempertanyakan sikap pemerintah yang terkesan memaksakan Tobong Gamping padahal sudah banyak penolakan. Hingga akhirnya pemerintah tidak mendengarkan penolakan warga dan juga anggota DPRD Gunungkidul.

Baca Juga: Antisipasi Dampak Angin Kencang Akibat Cuaca Ekstrem, BPBD Gunungkidul Petakan Potensi Rawan Bencana Pohon Tumbang

"Ini penolakan sudah masif. Mbok didengarkan suara rakyat, suara wakil rakyatnya,"ujar Ketua HIPMI Gunungkidul ini.

Ervan menandaskan hari ini mereka turun ke jalan karena pemerintah kabupaten Gunungkidul tidak mau mendengarkan suara mereka yang sejak awal menolak rencana pembangunan Tobong Gamping sebagai ikon Gunungkidul. Terlebih, penolakan mereka  sudah sampaikan ke wakil rakyat dan wakil rakyat sudah menyurati Bupati namun tidak digubris.

Menurut Ervan, surat dari DPRD Gunungkidul tersebut tidak didengar bahkan tidak dibalas oleh pemerintah Kabupaten Gunungkidul. Hal ini menjadi kecelakaan bagi pemerintahan Gunungkidul saat ini. Oleh karenanya mereka turun ke jalan untuk menyuarakan keresahan mereka.

"Karena jika aspirasi wakil rakyat tidak didengar oleh pemerintah Kabupaten maka kami turun ke jalan. Dan ini aksi ini akan berkelanjutan sampai pemerintah nanti menyelamatkan Gunungkidul,"tandasnya.

"Tobong Gamping itu jelas, sumber polusi udara. Dan jelas ekploitasi batu kapur, masak Gunungkidul seperti itu,"tandas Ervan.

Terpisah, anggota DPRD Gunungkidul menyebut tidak tahu menahu mengenai hal tersebut, sebab selama ini tidak ada koordinasi atau pembahasan mengenai penataan wajah kota khususnya dibangunnya tobong gamping. Selama perencanaan hingga detik-detik terakhir penataan wajah kota akan direalisasikan tidak ada koordinasi atau pembahasan antara pemerintah (bupati) dengan anggota Dewan.

Load More