SuaraJogja.id - Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (Pukat) UGM Zaenur Rohman menyoroti tentang penurunan indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia di tahun 2022. IPK yang merosot empat poin di tahun lalu itu dinilai sebagai bukti kegagalan strategi pemberantasan korupsi oleh pemerintah Indonesia.
"Ya penurunan ini sangat disayangkan ya, ini menunjukkan gagalnya strategi pemberantasan korupsi di Indonesia pada masa pemerintahan Joko Widodo," kata Zaenur, Minggu (5/2/2023).
Diketahui bahwa IPK Indonesia turun dari 38 poin di tahun 2021 menjadi 34 di tahun 2022. Angka tersebut sama dengan tahun 2014 lalu ketika Presiden Jokowi menjabat.
Walaupun tidak dipungkiri Zaenur, IPK Indonesia di masa pemerintahan Jokowi juga pernah mengalami beberapa kali kenaikan. Mulai 33 di tahun 2014, lalu mengalami kenaikan tertinggi hingga 40 poin di tahun 2019.
Baca Juga: Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Turun, Wapres: Memang Biasa Itu, Kadang Turun Naik
Sebelum kemudian sempat turun di tahun 2020 menjadi 37 poin. Lalu naik kembali di tahun 2021 kemarin diangka 38 hingga turun drastis menjadi 34 di tahun 2022.
"Menurut saya ini legasi yang sangat buruk dari pemerintahan Presiden Jokowi," ucapnya.
Disampaikan Zaenur, naiknya resiko korupsi politik pada tahun lalu menjadi salah satu penyebab IPK itu merosot. Mengingat IPK sendiri dirangkum dari berbagai indeks lain sebagai sumber data.
"Indeks-indeks sebagai sumber data dari indeks persepsi korupsi itu menunjuukkan resiko korupsi itu meningkat drastis. Sehingga itu memperburuk situasi korupsi di Indonesia," terangnya.
Misalnya saja satu indeks yang menilai korupsi dalam sistem politik. Tentang ada atau tidaknya konflik kepentingan antara politisi dan pelaku usaha serta pembayaran suap di dalam ekspor impor.
Baca Juga: Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Anjlok, Ini 19 Daftar Negara Paling Korup di Dunia
Korupsi politik itu dalam indeks tersebut turun drastis. Dalam artian indeks itu mengalami perburukan atau kemunduran yang ada di angka 48 di tahun 2021 turun menjadi 35 di tahun 2022.
"Artinya di tahun 2022 itu banyak terjadi korupsi politik ya, korupsi yang terkait dengan politik misalnya para kepala daerah, pejabat eksekutif maupun legislatif," ucapnya.
"Ada juga konflik kepentingan para politisi yang memegang kewenangan di bidang eksekutif dan legislatif dengan para pebisnis. Misal dengan keputusan-keputusan pembentukan peraturan perundang-undangan yang menguntungkan pebisnis dan merugikan kepentingan rakyat dan disertai dengan suap menyuap di dalam izin ekspor dan impor dan seterusnya," tambahnya.
Ia mengatakan bahwa naiknya korupsi politik itu ditunjukkan dari turunnya indeks IMD World Competitiveness Yearbook. Indeks ini adalah satu indeks yang menunjukkan ada atau tidaknya korupsi juga di dalam sistem politik.
"Ya artinya memang terkonfirmasi dari dua indeks ini saja terkonfirmasi korupsi politik itu meningkat drastis di tahun 2022," imbuhnya.
Memang tidak serta merta semua indeks mengalami kemerosotan. Ada dua indeks yang naik yakni Indeks Negara Hukum (Rule of Law Index/RLI) dan Varieties of Democracy Project (Vdem).
Namun, ditegaskan Zaenur, dalam aspek hukum dan demokrasi, dua indeks yang mengalami kenaikan ini kenaikannya tidak signifikan. Dan kedua indeks, hukum dan demokrasi itu juga sangat rendah.
"Ini lah yang menyumbang buruknya indeks persepsi korupsi di Indonesia yaitu buruknya penegakkan hukum dan kualitas demokrasi. Jadi kalau ditanya apa yang menyebabkan penurunan indeks persepsi korupsi Indonesia 2022? Jawabannya adalah korupsi politik yang meningkat di tahun 2022," paparnya.
"Kalau ditanya apa yang menyebabkan rendahnya indeks persepsi korupsi Indonesia? Jawabannya adalah rendahnya indeks rule of law dan rendahnya indeks demokrasi," imbuhnya.
Berita Terkait
-
Sudah Dijadwalkan, Komisi III Bakal Uji Kepatutan dan Kelayakan Capim-Cawas KPK Pekan Depan
-
KPK Kalah di Praperadilan dari Paman Birin, Anggota Komisi III: Itu Menjadi Koreksi
-
Anggota DPR PKS Sebut Kerja Kejagung-Polri Berkelas: Kenapa Harus Ada KPK Lagi Sih?
-
Gaya Hidup Mewah Tersorot, Giliran KPK Panggil Anak Andhi Pramono dalam Kasus TPPU
-
Gubernur Kalsel Sahbirin Noor Batal Jadi Tersangka, KPK Tegaskan Putusan Praperadilan Hanya Soal Formil
Tag
Terpopuler
- Vanessa Nabila Bantah Jadi Simpanan Cagub Ahmad Luthfi, tapi Dipinjami Mobil Mewah, Warganet: Sebodoh Itu Kah Rakyat?
- Reaksi Tajam Lex Wu usai Ivan Sugianto Nangis Minta Maaf Gegara Paksa Siswa SMA Menggonggong
- Kini Rekening Ivan Sugianto Diblokir PPATK, Sahroni: Selain Kelakuan Buruk, Dia juga Cari Uang Diduga Ilegal
- TikToker Intan Srinita Minta Maaf Usai Sebut Roy Suryo Pemilik Fufufafa, Netizen: Tetap Proses Hukum!
- Adu Pendidikan Zeda Salim dan Irish Bella, Siap Gantikan Irish Jadi Istri Ammar Zoni?
Pilihan
-
Kekerasan di Pos Hauling Paser, JATAM Desak Pencabutan Izin PT MCM
-
Jelajah Gizi 2024: Telusur Pangan Lokal Hingga Ikan Lemuru Banyuwangi Setara Salmon Cegah Anemia dan Stunting
-
Pembunuhan Tokoh Adat di Paser: LBH Samarinda Sebut Pelanggaran HAM Serius
-
Kenapa Erick Thohir Tunjuk Bos Lion Air jadi Dirut Garuda Indonesia?
-
Sah! BYD Kini Jadi Mobil Listrik Paling Laku di Indonesia, Kalahkan Wuling
Terkini
-
Akademisi UGM: Program Transmigrasi di Papua Masih Dibutuhkan
-
Satpol PP Kota Yogyakarta Terjunkan 100 Personel Amankan Kampanye Terbuka
-
DPD Golkar Gunungkidul Pecat Kader AMPI karena Dukung Paslon Selain Endah-Joko
-
Geger, Remaja Diduga Klitih Diamankan Warga di JJLS Gunungkidul
-
Peringati Hari Pahlawan, The 101 Yogyakarta Tugu dan Museum Benteng Vredeburg Hadirkan Pameran Seni Peaceful Harmony