Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Senin, 06 November 2023 | 18:48 WIB
Para seniman menampilkan ketoprak tobong di DPRD DIY, Senin (06/11/2023). [Kontributor/Putu Ayu Palupi]

SuaraJogja.id - Sejumlah seniman tradisi dari Yogyakarta bersama aktivis gerakan menggelar sandiwara Ketoprak Tobong di kantor DPRD DIY, Senin (06/11/2023) sore. Mengangkat lakon "Mahkamah Kongkalikong", ketoprak ini sebagai sindiran atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam penetapan batas usia capres/cawapres  No. 90/PPU-XXI/2023 yang dianggap yang kontroversial.

Penulis naskah sekaligus sutradara lakon ketoprak "Mahkamah Kongkalikong", Nano Asmorodono mengungkapkan, pentas ketoprak tobong yang baru pertama kali ini digelar di DPRD DIY ini mencoba menyuarakan kegelihan seniman akan kondisi Indonesia saat ini. 

"Oligarki politik telah bersekongkol sedemikian rupa dengan memaksakan perubahan konstitusi untuk melegitimasi agenda politik kekuasaannya," paparnya. 

Mereka memilih lakon tersebut melalui penggambaraan situasi desa anntah berantah yang semula aman tentram namun tiba-tiba gaduh karena dihempas badai nepotisme. Menjelang akhir masa pensiunnya, Ki Lurah dan saudara iparnya bersekongkol Ki Usmani membuat keputusan kontroversial yang memicu keresahan dan konflik sesama warga desa. 

Baca Juga: Ramai Putusan MK Soal Usia Capres-Cawapres, Kiai Cholil Nafis Bicara Soal Kematangan Usia 40 Tahun

Ketoprak ditampilkan sejumlah pemain seerti Miyanto, Hargi Sundari, Sumardiyanto Ketel, Bagong Tris, Novi Kalur, Aldo Iwak Kebo, Tuminten, Dalyanto, Supri, Patit, Sarwono, Rika Anggita dan Yanti Lemoe. Sedangkan aktivis gerakan yang ikut tampil antara lain Hendro Plered, Noor Janis, Syafaat Noor Rochman, Dodo Alfaro, Bambang KSR dan Arya Yudha. 

"Melalui pentas ini diharapkan semakin membuka kesadaran dan sikap kritis masyarakat bahwa negara Indonesia sedang tidak baik-baik saja," paparnya. 

Nano menambahkan, pentas itu juga menjadi kritik pada pemerintah. Sebab ada konflik kepentingan dari Hakim Konstitusi sekaligus pimpinan Mahkamah Konstitusi Anwar Usman yang ikut mengadili perkara yang menguntungkan keponakannya Gibran Rakabuming Raka yang dijadikan sebagai dalil legal standing oleh pemohon. 

Padahal hal itu bertentangan dengan the Bangalore Principle of Judicial Conduct, UU Kekuasaan Kehakiman, UU Mahkamah Konstitusi dan PMK tentang Deklarasi Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi. Khususnya terkait dengan Prinsip Ketakberpihakan (Imparsialitas) yang mengakibatkan putusan yang dihasilkan menjadi tidak sah

"Jika praktek-praktek politik kotor itu terus dijalankan di republik ini maka niscaya bangsa ini akan kembali mengulangi kesalahan politik di masa lalu di era orde baru saat kekuasaan politik hanya dalam cengkeraman segelintir elit politik. Kritik dan koreksi sebagai sarana majunya demokrasi disumpal dan dilibas dengan rekayasa kekuasaan," imbuhnya.

Baca Juga: Bakal Periksa Denny Indrayana Soal Kasus Hoaks Bocoran MK, Bareskrim: Dalam Waktu Dekat di Bawah 10 Hari

Kontributor : Putu Ayu Palupi

Load More