SuaraJogja.id - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyatakan presiden dan menteri boleh kampanye dan memihak di Pilpres dan Pemilu 2024 asalkan tidak menggunakan fasilitas negara.
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Andi Sandi menilai harus dibedakan antara kepala negara dan kepala pemerintahan. Dalam hal ini, sudah seharusnya kepala negara bisa berdiri di atas semua kelompok.
"Jadi prinsipnya gini, satu hal kalau saya sangat konservatif untuk kepala negara dan kepala pemerintahan. Kalau kepala negara dia harus berdiri di atas semua kelompok golongan," kata Sandi saat dihubungi wartawan, Rabu (24/1/2024).
Menurut Sandi, kepala negara merupakan simbol dari sebuah negara itu sendiri. Sehingga sikap dan posisi kepala negara seharusnya berada di atas semua kelompok bahkan partai politik sekalipun.
Baca Juga: Anies Baswedan Pilih No Comment Soal Anggapan Jokowi Pasang Badan ke Prabowo
"Jadi seharusnya tidak kemudian dimiliki oleh satu golongan. Itu kan dulu awalnya pak presiden mengatakan setelah terpilih dia bukan lagi milik partai tertentu tapi dia milik negara gitu kan, dan kepala negara itu kan simbol dari sebuah institusi yang kita sebut negara, yang imajiner itu," tuturnya.
Berbeda kemudian dengan kepala pemerintahan yang memang harus memperjuangkan program-program kerjanya. Program-program kerja itu bisa lantas berdiskusi atau bermusyarwarah dengan kelompok lain.
"Kalau kepala pemerintahan monggo, cuma kalau kepala pemerintah ya monggo dia mau kampanye ke siapa tapi tidak pakai fasilitas negara, lain kalau kepala negara," ucapnya.
Sandi tak memungkiri bahwa konsep membedakan antara kepala negara dan kepala pemerintahan memang sudah diterapkan di Indonesia. Mengingat dua hal itu telah ditumpukkan menjadi satu atau melekat pada satu orang.
Berbeda misal dengan negara tetangga Singapura. Ada presiden sebagai kepala negara untuk menjaga simbol negara dan kepala pemerintahan melalui perdana menteri.
Baca Juga: Soal Anggapan Jokowi Pasang Badan Bela Prabowo, Mahfud MD: Biar Masyarakat yang Menilai
"Ada pandangan oh itu sangat konservatif, ya monggolah, konservatif itu pilihan atau tidak. Tapi satu hal di Indonesia itu harusnya presiden itu sebagai kepala negara harus bisa duduk di semua kelompok tidak berpihak kepada salah satu," tegasnya.
Berita Terkait
-
Drama Good Cop, Bad Cop dalam Politik: Presiden Pahlawan dan Pejabat Tumbal
-
Indonesia Berani Lawan AS? DPR Desak Cari Pasar Baru di BRICS dan Tinggalkan Ketergantungan!
-
Predator Seksual Berkedok Profesor, Guru Besar UGM Ramai Disebut Walid Versi Nyata
-
Kerja Sama RI-UEA Semakin Erat, Prabowo dan MBZ Tandatangani 8 Kesepakatan Penting
-
Siapa Aufaa Luqman? Pemuda Solo Gugat Jokowi Karena Sulit Dapatkan Esemka
Terpopuler
- Pemilik Chery J6 Keluhkan Kualitas Mobil Baru dari China
- Profil dan Aset Murdaya Poo, Pemilik Pondok Indah Mall dengan Kekayaan Triliunan
- Jadwal Pemutihan Pajak Kendaraan 2025 Jawa Timur, Ada Diskon hingga Bebas Denda!
- Pemain Keturunan Maluku: Berharap Secepat Mungkin Bela Timnas Indonesia
- Jairo Riedewald Belum Jelas, Pemain Keturunan Indonesia Ini Lebih Mudah Diproses Naturalisasi
Pilihan
-
Sekantong Uang dari Indonesia, Pemain Keturunan: Hati Saya Bilang Iya, tapi...
-
Solusi Pinjaman Tanpa BI Checking, Ini 12 Pinjaman Online dan Bank Rekomendasi
-
Solusi Aktivasi Fitur MFA ASN Digital BKN, ASN dan PPPK Merapat!
-
5 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan RAM 8 GB, Terbaik untuk April 2025
-
Gelombang Kejutan di Industri EV: Raja Motor Listrik Tersandung Skandal Tak Terduga
Terkini
-
Solusi Anti-Pesing Ala Jogja: Pampers Kuda untuk Andong Malioboro, Ini Kata Kusir
-
IHSG Masih Jeblok Jadi Momentum Berinvestasi? Simak Tips dari Dosen Ekonomi UGM
-
Jogja Hadapi Lonjakan Sampah Pasca Lebaran, Ini Strategi Pemkot Atasi Tumpukan
-
Revitalisasi Stasiun Lempuyangan Diprotes, KAI Ungkap Alasan di Balik Penggusuran Warga
-
Soal Rencana Sekolah Rakyat, Wali Kota Yogyakarta Pertimbangkan Kolaborasi Bersama Tamansiswa