Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora | Hiskia Andika Weadcaksana
Senin, 05 Februari 2024 | 18:20 WIB
Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM Busyro Muqoddas saat ditemui di UII Yogyakarta, Senin (5/2/2024). [Hiskia Andika Weadcaksana/Suarajogja.id]

SuaraJogja.id - Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM, Busyro Muqoddas menanggapi putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terkait pelanggaran etik yang dilakukan oleh Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Hasyim Asyari dan komisioner lainnya.

Dalam putusan yang dibacakan Ketua DKPP Heddy Lugito itu menyangkut kasus dugaan pelanggaran pada pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres.

Menurut Busyro, dengan keputusan ini seharusnya menjadi agenda seluruh elemen kekuatan masyarakat sipil. Dalam rangka kemudian memberikan satu tekanan massal agar Presiden Jokowi memerintahkan putra sulungnya itu untuk mundur dari pencalonan cawapres.

"Lalu sekarang kuncinya ialah problem etik ini harus menjadi agenda seluruh elemen kekuatan masyarakat sipil. Bagaimana ada satu tekanan massal supaya Presiden Jokowi mempertimbangkan dengan seksama yaitu agar anaknya yang walaupun sudah jadi cawapres resmi calon, paslon cawapres tapi dengan putusan DKPP cacat secara etika dan moral sekaligus, sebaiknya dipertimbangkan untuk memerintahkan mundur [sebagai calon wakil] Presiden," kata Busyro ditemui di UII Kampus Cik Di Tiro, Kota Yogyakarta, Senin (5/2/2024).

Baca Juga: Soroti Dugaan Tahanan Temui Pimpinan KPK, Pukat UGM: Tak Cuma Pelanggaran Etik tapi Pidana

Mantan Wakil Ketua KPK ini menilai bahwa putusan DKPP ini merupakan kejujuran sejarah. Hal itu turut menjadi bukti bahwa proses pencalonan Gibran sebagai cawapres penuh dengan pelanggaran etik.

"Itu kejujuran sejarah, hukum sejarah sudah diungkapkan melalui putusan DKPP. Nah artinya dengan putusan DKPP itu ada problem etik yang semakin memuncak, puncaknya pada putusan terhadap KPU tadi," tuturnya.

Kendati demikian, penyelesaian hukum di Indonesia untuk persoalan itu sekarang hampir mustahil dilakukan. Sebab ia menyebut Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai puncak untuk penyelesaian hukum juga sudah direnggut independency dan martabatnya oleh pihak-pihak yang terkait dengan keluarga Jokowi dan Gibran.

Oleh sebab itu, maka elemen kekuatan masyarakat sipil yang menjadi harapan. Busyro mengatakan bukan tidak mungkin diambil keputusan darurat terkait persoalan ini.

"Mekanismenya itu bisa disepakati, ada satu pertemuan tokoh-tokoh masyarakat sipil yang memiliki track record yang bagus untuk mengambil keputusan darurat etika kenegaraan sekarang," ujarnya.

Baca Juga: Sempat Dilarikan ke Rumah Sakit Akibat Gejala Stroke Ringan, Kondisi Busyro Muqoddas Mulai Pulih

Apakah kemudian proses itu nanti akan mengganggu jalannya Pemilu 2024, kata Busyro, tetap tergantung konsep mengganggu itu sendiri. Sebab berlanjutnya Pemilu 2024 ini pun juga tak menjamin ke depan akan bebas dengan gangguan yang ada.

"Menganggu atau tidak kan tergantung bagaimana konsep mengganggu itu. Memangnya kalau ini diterus-teruskan tidak mengganggu, tidak lahir kemungkinan potensi presiden yang dipaksa-paksakan secara melanggar etik dan presiden yang terpilih itu tidak memiliki legitimasi, artinya sudah mengalami delegitimasi sejak terutama putusan DKPP," paparnya.

Busyro menegaskan waktu bukan menjadi masalah dalam penegakan etika. Walaupun Pemilu 2024 tinggal hitungan hari, proses penegakkan etika harus tetap dilakukan.

"Perjuangan meneggakkan etika tidak dibatasi oleh ruang waktu dan hukum apalagi politik," tegasnya.

Langgar Etik

Sebelumnya, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu resmi menjatuhkan vonis terkait perkara pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres di Pilpres 2024. Dalam putusannya, DKPP menyatakan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari bersama jajarannya melakukan pelanggaran etik.

Load More