SuaraJogja.id - Puluhan massa yang mengatasnamakan Jagad menggeruduk kantor KPU DIY di Yogyakarta, Rabu (24/4/2024). Membawa sejumlah spanduk dan poster, massa yang kerap berunjukrasa dalam Gejayan Memanggil tersebut memprotes keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sengketa pemilihan presiden (pilpres).
Mengklaim tak berafiliasi dengan kubu 01 dan 03, massa yang terdiri dari mahasiswa, aktivis dan akademisi tersebut menuntut dibangunnya oposisi rakyat.
"Kami sulit menerima dengan logika hukum, bahwa ternyata MK tidak mengakui adanya praktek nepotisme di dalam pemilu, padahal nepotisme itu nyata adanya," papar Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid disela aksi.
Usman menyebutkan, kecurangan pilpres bukan terjadi pada kalkulasi hasil pemilu antara kubu 01, 02 maupun 03. Namun lebih pada proses sebelum pemilu dan saat pemilu diselenggarakan.
Diantaranya perubahan syarat minimal usia capres-cawapres oleh MK. Kebijakan mendadak itu yang akhirnya meloloskan Gibran Rakabuming Raka lolos maju cawapres.
Karenanya mereka melakukan kritik kepada MK yang sudah melakukan adanya pembiaran nepotisme. Namun Usman kembali menegaskan, kritik tersebut mereka sampaikan bukan titipan dari pihak yang kalah dalam Pemilu.
"Saya kira kritik pemilu sudah dinyatakan banyak orang, banyak kampus yang tidak punya afiliasi pada kelompok yang kalah dalam pemilu," paparnya.
Selain nepotisme, lanjut Usman, penggunaan fasilitas negara saat pilpres juga mereka pertanyakan. Presiden memberikan bantuan sosial (bansos) yang disinyalir untuk mengkampanyekan Gibran kepada publik meskipun Menteri Keuangan, Sri Mulyani dalam sidang sengketa pilpres menyebut anggaran bansos Jokowo berasal dari dana operasional presiden.
Presiden juga disebut mengerahkan aparat keamanan untuk berperan tidak netral. Bahkan sejumlah guru besar mengklaim dapat intimidasi aparat keamanan khususnya kepolisian.
Baca Juga: Polemik Konsumsi KPPS Sleman Berlanjut, Vendor Layangkan Gugatan ke KPU Sleman
"Penyalahgunaan lainnya pengerahan aparat keamanan yang akhirnya berperan tidak netral. Termasuk sejumlah guru besar mengatakan mereka diintimidasi oleh aparat keamanan khususnya kepolisian. Bahkan mereka diminta melakukan sebaliknya," tandasnya.
Dengan adanya putusan MK, lanjut Usman, maka pembentukan oposisi adalah tindakan yang perlu dilakukan. Usman berharap PDI Perjuangan (PDIP) bisa menjadi oposisi dalam pemerintahan baru Prabowo-Gibran nanti.
"Kita berharap salah satu partai atau mungkin satu-satunya partai yang cukup keras cukup kritis dalam pemilu ini, PDIP, bisa bertahan jadi oposisi," imbuhnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi
Berita Terkait
Terpopuler
- Selamat Datang Elkan Baggott Kembali Disambut Rizky Ridho Hingga Yakob Sayuri
- Pemain Keturunan Rp260,7 Miliar Bawa Kabar Baik Setelah Mauro Zijlstra Proses Naturalisasi
- 4 Pilihan Alas Bedak Wardah yang Bikin Glowing dan Tahan Lama, Murah tapi Berkualitas!
- 4 Rekomendasi Sepatu Running Adidas Rp500 Ribuan, Favorit Pelari Pemula
- 6 Rekomendasi Lipstik yang Tahan Lama Terbaik, Harga Terjangkau Mulai Rp30 Ribuan
Pilihan
-
5 Rekomendasi HP Murah Xiaomi RAM 8 GB Memori 256 GB, Pilihan Terbaik 2025
-
Bertemu Rocky Gerung, Kapolri Singgung Pepatah Tentang Teman dan Musuh
-
3 Rekomendasi HP Murah Samsung RAM Besar 8 GB Memori 256 GB, Harga Cuma Rp 2 Jutaan
-
9 Sepatu Lari Murah Rp500 Ribu ke Bawah di Shopee, Performa Nyaman Desain Keren!
-
6 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan RAM 8 GB Memori 256 GB, Pilihan Terbaik Juli 2025
Terkini
-
Yogyakarta Gencarkan Perang Lawan Stunting: Tim Pendamping Dikerahkan, Calon Pengantin Jadi Target Utama
-
Kasus Leptospirosis Mengintai Jogja, Pemilik Hewan Peliharaan hingga Pemancing Diharap Waspada
-
Dari Jogja ke Puncak BMI, Farkhan Evendi Kembali Terpilih secara Aklamasi Bangun Politik Ala Pemuda
-
Sukses Pasok Program MBG, Supplier Ikan Ini Tumbuh Berkat Kredit dari BRI
-
SD Negeri Sepi Peminat: Disdik Sleman Ungkap Penyebab dan Solusi Atasinya