SuaraJogja.id - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) membuat gebrakan lagi dengan meniadakan jurusan di tingkat SMA. Kebijakan baru ini menjadi sorotan usai muncul di akhir periode pemerintahan sekarang.
Pakar Kebijakan Pendidikan sekaligus Dosen Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Arif Rohman mengkhawatirkan hal tersebut dapat berpengaruh buruk bagi dunia pendidikan Indonesia. Apalagi menilik sejarah pergantian menteri otomatis ada kebijakan baru pula yang dilahirkan.
"Kita berangkat dari sejarah selama ini, pejabat baru selalu membuat kebijakan baru. Istilahnya ganti menteri ganti kebijakan. Nah ini kalau tradisi ini masih ada maka pengganti pak menteri itu nanti juga akan membuat kebijakan baru," kata Arif kepada Suarajogja.id, Jumat (19/7/2024).
Diungkapkan Arif, ada ungkapan bahwa menteri baru dianggap bekerja jika telah membuat kebijakan baru. Dalam pendidikan berarti berkaitan dengan kurikulum yang juga baru.
"Karena ada semacam persepsi menteri dianggap bekerja kalau membuat kebijakan baru, yang dikenal dengan kurikulum baru," ucapnya.
"Nah nanti kalau menteri baru punya persepsi seperti itu maka dia akan merombak kebijakan lama dan kebijakan baru yang itu dianggap sudah tidak relevan yang lama," imbuhnya.
Diketahui, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) kini meniadakan jurusan di tingkat SMA agar basis pengetahuan siswa lebih relevan untuk rencana studi lanjutan. Hal ini bagian dari implementasi Kurikulum Merdeka.
Kepala Badan Standar Nasional Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, Anindito Aditomo, mengatakan peniadaan jurusan di SMA sudah diterapkan secara bertahap sejak tahun 2021.
"Pada tahun ajaran 2022, sudah sekitar 50 persen satuan pendidikan menerapkan Kurikulum Merdeka. Pada tahun ajaran 2024 saat ini, tingkat penerapan Kurikulum Merdeka sudah mencapai 90-95 persen untuk SD, SMP, dan SMA/SMK," kata Anindito dalam pernyataan tertulisnya di Jakarta, dikutip Kamis (18/7/2024).
Baca Juga: Soal Penjurusan SMA Dihapuskan, Pakar UNY: Pendidikan Diobok-obok Jadi Kelinci Percobaan
Anindito menjelaskan pada kelas 11 dan 12 SMA, murid yang sekolahnya menggunakan Kurikulum Merdeka dapat memilih mata pelajaran secara lebih leluasa sesuai minat, bakat, kemampuan, dan aspirasi studi lanjut atau karirnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Motor Bekas di Bawah 10 Juta Buat Anak Sekolah: Pilih yang Irit atau Keren?
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- 5 Mobil Bekas 3 Baris Harga 50 Jutaan, Angkutan Keluarga yang Nyaman dan Efisien
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
- 10 Mobil Bekas Rp75 Jutaan yang Serba Bisa untuk Harian, Kerja, dan Perjalanan Jauh
Pilihan
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
-
Agensi Benarkan Hubungan Tiffany Young dan Byun Yo Han, Pernikahan di Depan Mata?
Terkini
-
Dukung Konektivitas Sumatra Barat, BRI Masuk Sindikasi Pembiayaan Flyover Sitinjau Lauik
-
Hidup dalam Bayang Kejang, Derita Panjang Penderita Epilepsi di Tengah Layanan Terbatas
-
Rayakan Tahun Baru di MORAZEN Yogyakarta, Jelajah Cita Rasa 4 Benua dalam Satu Malam
-
Derita Berubah Asa, Jembatan Kewek Ditutup Justru Jadi Berkah Ratusan Pedagang Menara Kopi
-
BRI Perkuat Pemerataan Ekonomi Lewat AgenBRILink di Perbatasan, Seperti Muhammad Yusuf di Sebatik