SuaraJogja.id - Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) kembali mendapat sorotan publik. Hal ini menyusul dugaan tindakan represif yang dilakukan oleh pihak kampus kepada sejumlah mahasiswa.
Dugaan tindakan represif itu beredar luas di media sosial sejak Selasa (6/8/2024) siang. Dalam narasi yang beredar tindakan represif itu dilakukan kepada sejumlah mahasiswa UNY yang tengah menggelar aksi saat Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) kemarin.
Ketua BEM UNY, Farras Raihan membenarkan peristiwa tersebut. Diceritakan kejadian itu bermula saat beberapa mahasiswa UNY berkumpul untuk menyuarakan keresahan mereka mengenai PKKMB. Pasalnya acara untuk mahasiswa baru (maba) itu dirasa berantakan dan membingungkan bagi maba.
"Jadi pertama yang ingin aku sampaikan bahwa memang kegiatan ini tujuannya enggak lain, enggak bukan untuk edukasi mahasiswa baru soal gerakan untuk mencerdaskan dan mengedukasi soal bagaimana mahasiswa itu harus hadir seperti mungkin ada agent of change atau agen perubahan, dan mungkin peran-peran yang lain, itu yang ingin kita sampaikan dalam bentuk orasi," ucap Farras, ditemui Rabu (7/8/2024).
Selain itu, Farras menyebut ada perbedaan antara PKKMB tahun ini dan sebelum-sebelumnya. Salah satunya memindahkan semua kepanitian kepada kampus dan menghilangkan unsur orasi kebangsaan dari baik ketua BEM universitas maupun fakultas.
"Nah penyampaiannya kita pengen tetep masuk di GOR tapi karena kita nggak dapet ruang atau di dalam susunan acara itu tidak ada jadi kita masuk di akhir acara," tuturnya.
"Ketika acara sudah ditutup kita ingin masuk untuk menyampaikan itu dan kita betul-betul tujuannya yang perlu saya tekankan tujuannya bukan untuk membuat keributan atau huru hara," sambungnya.
Namun niat untuk masuk itu sudah dihadang oleh panitia acara. Farras mengaku masih mencoba masuk area gedung dengan sedikit paksaan.
"Mereka memberikan respons yang sangat keras gitu bahkan ada salah satu kawan kita yang ditindih oleh beberapa orang yang mana itu menyebabkan lecet dan juga pasti sakit ya ketika dijatuhkan dan ditindih," ungkapnya.
Mendapatkan tekanan dan kondisi yang sudah tidak kondusif lagi, Farras bilang pihaknya memutuskan untuk mundur. Sembari berjalan keluar mereka tetap menyampaikan orasi di halaman bertepatan dengan mahasiswa baru yang dari di GOR keluar.
"Nah ketika kita di gerbang itu bukan terus kita menghadang gerbang menutupi gerbang, tidak sama sekali," tegasnya.
Namun saat itu, masih ada beberapa dosen dan satpam yang mengawasi.
"Nah tetapi ketika kita berjalan beberapa menit dan itu kondisinya kondusif, tiba-tiba ada dari belakang itu oknum dosen yang meringkus kita lah, itu dengan memegang leher atau mencekik," tuturnya.
Kejadian itu cukup membuat shock temen-temen yang ada di sana waktu itu. Hal itu kemudian membuat kondisi makin tegang.
"Kita cuman ada mau mimbar bebas untuk menyampaikan karena tahun ini tidak ada sama sekali penyampaian atau orasi soal pencerdasan mahasiswa baru ini tapi kenapa masih saja dibeginikan represif secara fisik itu," ucapnya.
Berita Terkait
-
Benarkah Kurikulum Merdeka Biang Keladi Peneliti Hijrah ke Luar Negeri?
-
Peneliti Indonesia Eksodus ke Luar Negeri, Pakar Soroti Kesejahteraan hingga Iklim Penelitian
-
Kurikulum Merdeka Hapuskan Jurusan SMA: Solusi atau Bencana Baru?
-
Soal Penjurusan SMA Dihapuskan, Pakar UNY: Pendidikan Diobok-obok Jadi Kelinci Percobaan
Terpopuler
Pilihan
-
Profil Riccardo Calafiori, Bek Arsenal yang Bikin Manchester United Tak Berkutik di Old Trafford
-
Breaking News! Main Buruk di Laga Debut, Kevin Diks Cedera Lagi
-
Debut Brutal Joan Garcia: Kiper Baru Barcelona Langsung Berdarah-darah Lawan Mallorca
-
Debit Manis Shayne Pattynama, Buriram United Menang di Kandang Lamphun Warrior
-
PSIM Yogyakarta Nyaris Kalah, Jean-Paul van Gastel Ungkap Boroknya
Terkini
-
Remisi Kemerdekaan: 144 Napi Gunungkidul Dapat Angin Segar, 7 Langsung Bebas!
-
ITF Niten Digenjot, Mampukah Selamatkan Bantul dari Darurat Sampah?
-
Gagasan Sekolah Rakyat Prabowo Dikritik, Akademisi: Berisiko Ciptakan Kasta Pendidikan Baru
-
Peringatan 80 Tahun Indonesia Merdeka, Wajah Penindasan Muncul jadi Ancaman Bangsa
-
Wasiat Api Pangeran Diponegoro di Nadi Keturunannya: Refleksi 200 Tahun Perang Jawa