SuaraJogja.id - Pakar Kebijakan Pendidikan sekaligus Dosen Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Arif Rohman menanggapi soal fenomena peneliti Indonesia yang banyak memilih untuk berkarir di luar negeri. Menurutnya fenomena ini perlu dilihat secara lebih luas dan menyeluruh.
"Tentu secara pribadi prihatin, kita kekurangan peneliti tapi lalu banyak yang eksodus keluar tapi kita perlu melihat secara holistik ya," kata Arif saat dihubungi Suarajogja.id, Senin (29/7/2024).
Fenomena ini, ujar Arif dapat dilihat dari sisi faktor pendorong atau penarik para peneliti itu memilih eksodus keluar negeri bahkan bekerja untuk kepentingan lembaga di luar negeri. Hal mendasar saja misalnya terkait kesejahteraan para peneliti.
Misalnya soal insentif, yang juga meliputi kesejahteraan, perlindungan hukum, hingga follow up atau keberlanjutan dari hasil penelitian dan masih banyak lagi. Pemerintah disebut perlu memerhatikan berbagai kondisi tersebut.
"Oleh karena itu pemerintah perlu melihat dengan kebijakan apakah selama ini peneliti-peneliti Indonesia itu sudah mendapatkan kesejahteraan yang layak, perlindungan hukum yang baik, kemudian hasil karyanya dihargai, kemudian juga ada follow up tindaklanjut hasil research untuk perbaikan layanan masyarakat dan seterusnya. Ini yang perlu dilihat," tegasnya.
Pasalnya keputusan periset untuk memilih berkarir di luar negeri pun dinilai manusiawi. Apalagi ketika memang ada banyak keuntungan yang didapatkan ketimbang ketika berada di negeri sendiri.
"Sehingga kita tidak lalu men-judge bahwa peneliti yang lari ke luar negeri itu sesuatu yang negatif kan ini manusiawi, manusia selalu mencari suatu keuntungan, teori pilihan rasional, setiap orang pasti memilih sesuatu yang menguntungkan yang menyenangkan dan seterusnya," ujarnya.
"Kalau di luar ternyata lebih menguntungkan, menyenangkan dan menjanjikan kenapa tidak. Oleh karena itu perlu dilihat kebijakan di dalam negeri bagaimana pemerintah atau undang-undang melindungi para peneliti itu. Memberikan kesejahteraan dan lain-lain tadi," sambungnya.
Pemerintah diminta bisa memberi perhatian lebih terkait fenomena ini. Termasuk untuk membentuk iklim yang mendukung bagi para peneliti.
Baca Juga: Kurikulum Merdeka Hapuskan Jurusan SMA: Solusi atau Bencana Baru?
"Kita harus melihat secara jujur tentang bagaimana iklim untuk melakukan research di dalam negeri dan seterusnya. Kemudian dituangkan di dalam kebijakan misalnya. Bagaimana standar minimal, misalnya upah, penggajian, karir dan tingkatan profesi peneliti," ucapnya.
"Sudah ada sebenarnya tapi apakah itu sudah sesuai dengan kepuasan sesuai dengan standar yang memang wajar oleh semua pihak atau belum," imbuhnya.
Sebelumnya, Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, fenomena peneliti Indonesia pilih berkarir di luar negeri sebenarnya telah lama terjadi. Persoalan itu juga sempat ramai mengemuka pada 2009 lalu.
"Di Indonesia, minat perusahaan untuk melakukan riset dan pengembangan [R&D] itu sangat terbatas, belum banyak. Mereka [perusahaan] lebih suka menggunakan teknologi yang sudah ada," kata eks Menristek itu.
Walau sudah nyaris dua dekade menjadi pembicaraan, Bambang mengatakan, hingga kini masih terus bergulir dan belum ada solusi.
Berita Terkait
Terpopuler
- Selamat Datang Mees Hilgers Akhirnya Kembali Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
- Seret Nama Mantan Bupati Sleman, Dana Hibah Pariwisata Dikorupsi, Negara Rugi Rp10,9 Miliar
- Ini 5 Shio Paling Beruntung di Bulan Oktober 2025, Kamu Termasuk?
- Rumah Tangga Deddy Corbuzier dan Sabrina Diisukan Retak, Dulu Pacaran Diam-Diam Tanpa Restu Orangtua
- 5 Promo Asus ROG Xbox Ally yang Tidak Boleh Dilewatkan Para Gamer
Pilihan
-
3 Rekomendasi HP 1 Jutaan Baterai Besar Terbaru, Pilihan Terbaik Oktober 2025
-
Menkeu Purbaya Pernah Minta Pertamina Bikin 7 Kilang Baru, Bukan Justru Dibakar
-
Dapur MBG di Agam Dihentikan Sementara, Buntut Puluhan Pelajar Diduga Keracunan Makanan!
-
Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
-
Harga Emas Antam Terpeleset Jatuh, Kini Dibanderol Rp 2.235.000 per Gram
Terkini
-
Profil Untoro Wiyadi: Dari Kepala BUKP Jadi Tersangka Korupsi Rp8 M, Terancam Penjara Seumur Hidup
-
Makan Bergizi Gratis Berujung Maut? Kontroversi Merebak, Program Prabowo di Ujung Tanduk
-
Pejabat Jadi Tersangka Korupsi Internet, Bupati Sleman Siap Rombak Staf Ahli
-
Desakan Kembalikan Rampasan 'Geger Sapehi' British Library Mulai Bagikan Akses Data
-
Gunung Merapi Luncurkan Awan Panas, Sejumlah Wilayah di Sleman Alami Hujan Abu