SuaraJogja.id - Jagat maya belum lama ini digegerkan dengan curhatan sejarawan Peter Carey yang jadi korban plagiarisme.
Sejarawan yang kondang lewat sederet tulisannya mengenai Pangeran Diponegoro itu mengaku bahwa data penelitian yang dimilikinya mengenai pemberontakan bupati Wedana Madiun yakni Raden Ronggo Prawirodirjo telah dipakai tanpa seizinnya.
Curhatannya itu disampaikan lewat kolom komentar di unggahan Facebook dosen sejarah Universitas Padjajaran yang tengah membahas mengenai plagiarisme.
Dalam curhatannya, Peter Carey menyebut oknum yang melakukan plagiarisme itu merupakan dosen di universitas yang terletak di Jawa Tengah Selatan.
Meski tak secara eksplisit menyebutkan identitas kampus tersebut, tetapi berdasar penelitian yang dimaksud, dugaan plagiarisme itu tertuju pada dosen UGM.
Menanggapi dugaan itu, pihak UGM merespon secara serius. Dekan FIB UGM Setiadi tengah membentuk tim khusus untuk mengkaji lebih lanjut.
"Oleh karena itu, Dekan FIB UGM membentuk tim untuk mendalami tuduhan itu dan hasilnya akan disampaikan dalam waktu secepatnya," tegasnya.
UGM diketahui bukan kali ini saja diterpa isu plagiarisme. Bak tumor, integritas UGM sempat tergerogoti isu plagiarisme beberapa kali. Dari catatan, setidaknya terdapat dua kasus besar terkait plagiarisme yang menerpa UGM.
Mundurnya Anggito Abimanyu
Baca Juga: Terjadi Praktik Plagiarisme Parah, Kampus STISIP Kartika Bangsa Ditutup
Kasus pertama yakni terkait dugaan plagiarisme yang menimpa Anggito Abimanyu.
Sosok yang baru saja ditunjuk sebagai Wakil Menteri Keuangan dalam kabinet Merah Putih bentukan Prabowo Subianto tersebut pernah tersandung kasus plagiarisme.
Kasus itu bermula dari artikel opini bertajuk Gagasan Asuransi Bencana yang ditulisnya di Harian Kompas 10 Februari 2014 silam.
Sejumlah referensi yang disuguhkan dalam tulisannya itu disebut plagiat.
Merespon hal itu, pria yang sempat menjadi dosen di Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM tersebut berkilah bahwa ada kekeliruan terkait referensi yang dituding plagiat.
"Telah terjadi pengutipan referensi dalam sebuah folder di komputer pribadi saya yang belakangan diketahui merupakan kertas kerja yang ditulis saudara Hotbonar Sinaga dan Munawar Kasan," ungkapnya seperti dilansir dari Antara.
Atas kesalahan itu, Anggito pun meminta maaf di hadapan para mahasiswa, rektor dan sejumlah dosen.
"Saya mengaku khilaf dan mohon maaf sebesar-besarnya khususnya kepada saudara Hotbonar Sinaga dan Munawar Kasan," ucapnya saat jumpa pers.
Di momen yang sama, Anggito kemudian mengumumkan pengunduran dirinya dari jabatan dosen sebagai bentuk tanggung jawab akademik.
"Demi mempertahankan kredibilitas UGM dan nilai kejujuran, integritas serta tanggung jawab akademik saya menyampaikan mundur sebagai dosen," pungkasnya.
Geger Plagiat Rektor Unnes
Pada 2020, UGM kembali terseret dalam pusaran plagiarisme.
Kali itu terduga yang dituding melakukan plagiarisme adalah Rektor Universitas Negeri Semarang atau Unnes Fathur Rokhman saat membuat disertasi untuk program S3 Ilmu Budaya di UGM.
Kasus dugaan plagiarisme itu mencuat pada 2018 ketika Unnes tengah menggelar pemilihan rektor.
Berdasar hasil kajian Dewan Kehormatan UGM atas disertasi Fathur Rokhman berjudul Pemilihan Bahasa dalam Masyarakat Dwibahasa Kajian Sosiolinguistik di Banyumas pada 2003, diduga telah menjiplak dua skripsi mahasiswa.
Skripsi tersebut antara lain Pilihan Ragam Bahasa Dalam Wacana Laras Agama Islam di Pondok Pesantren Islam Salafi Al-Falah Mangunsari Banyumas karya karya Ristin Setiyani pada 2001 dan Kode dan Alih Kode Dalam Pranatacara Pernikahan di Banyumas karya Nefi Yustiani pada 2001.
Belakangan setelah melalui berbagai proses dan polemik, Rektor UGM Panut Mulyono menyatakan bahwa tak ada bukti yang valid tentang tindakan plagiarisme dalam disertasi Fathur Rokhman.
"Kami menemukan bukti baru yang dilakukan oleh tim baru yang saya bentuk. Tim baru itu menemukan bahwa dugaan plagiasi itu tak terbukti," katanya pada Mei 2022 lalu.
"Dewan Kehormatan UGM punya rekomendasi adanya dugaan plagiat, tapi kemudian tim saya punya rekomendasi setelah melakukan penelitian mendalam melalui wawancara ke pembimbingnya dan lain-lain ini tak terbukti ada plagiasi," ujarnya.
Atas temuan tersebut, rekomendasi pencabutan gelar doktor Ilmu Budaya terhadap Fathur yang sebelumnya disampaikan Dewan Kehormatan UGM otomatis gugur.
"Karena tak terbukti ya sudah tak ada sanksi apa-apa yang dikeluarkan UGM untuk beliau karena tak terbukti," tukasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Istri Menteri UMKM Bukan Pejabat, Diduga Seenaknya Minta Fasilitas Negara untuk Tur Eropa
- 7 Rekomendasi Mobil Bekas MPV 1500cc: Usia 5 Tahun Ada yang Cuma Rp90 Jutaan
- 5 Rekomendasi Pompa Air Terbaik yang Tidak Berisik dan Hemat Listrik
- Diperiksa KPK atas Kasus Korupsi, Berapa Harga Umrah dan Haji di Travel Ustaz Khalid Basalamah?
- 5 AC Portable Mini untuk Kamar Harga Rp300 Ribuan: Lebih Simple, Dinginnya Nampol!
Pilihan
-
Daftar 7 Sepatu Running Lokal Terbaik: Tingkatkan Performa, Nyaman dengan Desain Stylish
-
Aura Farming Anak Coki Viral, Pacu Jalur Kuansing Diklaim Berasal dari Malaysia
-
Breaking News! Markas Persija Jakarta Umumkan Kehadiran Jordi Amat
-
Investor Ditagih Rp1,8 Miliar, Ajaib Sekuritas Ajak 'Damai' Tapi Ditolak
-
BLT Rp600 Ribu 'Kentang', Ekonomi Sulit Terbang
Terkini
-
Polisi Pastikan Telusuri Provokator Aksi Massa Driver ShopeeFood di Sleman yang Berujung Ricuh
-
Duh! Ricuh dengan Pelanggan di Sleman, Mobil Polisi Dirusak Ratusan Driver ShopeeFood
-
Kronologi Amuk Massa Ojol di Sleman, Dari Pesanan ShopeeFood Telat hingga Perusakan Mobil Polisi
-
Terjadi Kericuhan di Jalan Godean, Massa Rusak Satu Buah Mobil di Sleman
-
Liburan Sekolah, Sampah Menggila! Yogyakarta Siaga Hadapi Lonjakan Limbah Wisatawan