Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora | Hiskia Andika Weadcaksana
Rabu, 18 Desember 2024 | 22:18 WIB
Kegiatan menanam tumbuhan oleh Petani Muda Jogja di Agro Mulya.[Dok Petani Muda Jogja]

SuaraJogja.id - Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan (DP3) Kabupaten Sleman menyiapkan strategi mitigasi untuk dampak perubahan iklim di sektor pertanian. Hal itu penting untuk menjaga produksi dan ketahanan pangan di Bumi Sembada.

Plt. Kepala Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan Kabupaten Sleman, Suparmono, mengatakan bahwa sektor pertanian sangat berhubungan erat dengan keadaan cuaca dan iklim. Dampak Perubahan Iklim (DPI) terhadap pertanian menyebabkan pergeseran musim, banjir, kekeringan, angin kencang, ledakan jumlah organisme pengganggu tanaman (OPT).

Jika OPT itu tidak diatasi dengan baik maka dapat berdampak pada penurunan produksi bahkan kerugian usaha tani. Bahkan kejadian iklim ekstrim menyebabkan tanaman yang puso bahkan gagal panen semakin luas.

"Pranoto mongso atau ilmu titen yang biasa digunakan petani, harus dikombinasikan dengan data dan teknologi untuk mengatasi DPI," kata Suparmono, Rabu (18/12/2024).

Baca Juga: Petani di Kulon Progo Makin Mudah Akses Pupuk Bersubsidi dengan Kartu Tani BRI

Menurut Suparmono, ilmu titen dan pranata mangsa, relevan jika dalam kondisi normal. Namun saat ini akibat perubahan iklim sering terjadi peristiwa gangguan iklim global seperti El Nino dan La Nina sehingga cuaca atau iklim saat ini sangat sulit diprediksi.

"Dengan adanya teknologi, petani memanfaatkan layanan informasi cuaca dan iklim dengan baik serta mampu beradaptasi dengan situasi cuaca dan iklim kekinian," tandasnya.

Disampaikan Suparmono bahwa petani dapat menyusun rencana tanam. Mulai dari penyesuaian waktu tanam, jenis tanaman yang tepat dan kapan harus ditanam, kapan menunda tanam, kapan harus memanen, pengelolaan air dan berbagai hal yang perlu disiapkan agar tidak mengalami gagal panen.

"Petani perlu mengetahui juga bahwa pemanasan global dan perubahan iklim disebabkan oleh emisi Gas Rumah Kaca (GRK)," tuturnya.

Masyarakat pun, kata Suparmono, bisa turut andil dalam meminimalisir pencemaran emisi dari GRK itu. Mulai dari pengolahan tanah menggunakan bahan organik, pengelolaan air secara baik, pemilihan varietas rendah emisi CH4, serta pemupukan berimbang.

Baca Juga: Jokowi Unggah Poster Hari Tani, Warganet Heboh dengan Sosok Ini

"Penerapan pemupukan berimbang untuk meningkatkan produksi, produktivitas, dan daya adaptasi pertanian terhadap perubahan iklim," ucapnya.

Di sisi lain, Suparmono menuturkan bakal meningkatkan kemampuan para petani dalam pengendalian serangan OPT. Termasuk dengan berbagai pelatihan yang sudah direncanakan pada 2025 mendatang.

"Dengan dukungan program dan anggaran DP3, harapannya dampak negatif perubahan iklim di Sleman dapat diminimalisir. Info BMKG puncak musim hujan 2024/2025 di DIY diprediksi terjadi bulan Desember 2024 dan Februari 2025, sedangkan akhir musim hujan yaitu Mei 2025," kata dia.

Load More