SuaraJogja.id - Penetapan Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi oleh Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto menjadi momentum penting untuk memperbaiki tata kelola pemilihan umum (pemilu) di Indonesia yang selama ini masih rentan terhadap politik uang.
"Kasus ini mengungkapkan masalah mendasar dalam sistem pemilu kita. Politik uang masih merusak integritas proses demokrasi," ujar pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia (UI) Vishnu Juwono di Depok, Jawa Barat, Kamis.
Dugaan suap yang melibatkan Hasto sebagai aktor kunci, lanjut dia, menunjukkan bagaimana partai politik melalui otoritas sekretaris jenderal dapat menyalahgunakan kekuasaan untuk memaksakan kehendak politiknya.
Dalam kasus ini, Hasto diduga berusaha memengaruhi hasil pemilu dengan menggantikan calon anggota terpilih pada Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Riezka Aprilia dengan Harun Masiku, calon anggota DPR yang memperoleh suara lebih rendah di Daerah Pemilihan Sumatera Selatan.
Baca Juga: Usai Ditetapkan Tersangka, KPK Cegah Hasto Kristiyanto ke Luar Negeri
Berdasarkan keterangan Setyo Budiyanto, Hasto melalui orang-orang kepercayaannya diduga melakukan suap kepada anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan sebesar 19.000 dolar Singapura dan anggota Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) Agustiani Tio F. sebesar 38.350 dolar Singapura pada tanggal 16 Desember 2019 hingga 23 Desember 2019.
Wahyu Setiawan telah divonis bersalah oleh Mahkamah Agung pada tahun 2021 dengan hukuman 7 tahun penjara. Namun, dia hanya menjalani hukuman 3 tahun 9 bulan setelah memperoleh pembebasan bersyarat pada bulan Oktober 2023.
"Pemangkasan hukuman ini menunjukkan bahwa penegakan hukum di Indonesia masih lemah dan belum memberikan efek jera yang maksimal bagi pelaku korupsi," tambah Vishnu.
Kasus ini juga mengungkapkan adanya masalah struktural di tubuh KPU dan Bawaslu. Kedua lembaga yang seharusnya bersikap netral dan menjaga integritas pemilu justru terlibat dalam praktik kecurangan.
Vishnu memandang perlu rekrutmen pimpinan KPU dan Bawaslu secara menyeluruh. Figur-figur yang dipilih harus independen, memiliki integritas tinggi, dan bebas dari rekam jejak korupsi. Tidak boleh ada ruang bagi kader partai politik bermasalah untuk mengisi posisi strategis di lembaga penyelenggara pemilu ini.
Lebih lanjut Vishnu menyoroti kelemahan dalam tata kelola internal partai politik. Menurut dia, figur-figur bermasalah sering kali menduduki posisi strategis karena loyalitas politik, bukan karena kompetensi atau rekam jejak yang baik.
"Partai politik harus meningkatkan pengawasan internal dan memastikan bahwa tata kelola yang baik diterapkan secara konsisten. Kasus ini menunjukkan bahwa figur sentral seperti Hasto dapat dengan leluasa melakukan dugaan praktik korupsi tanpa pengawasan yang memadai," jelasnya.
Selain itu, Vishnu menggarisbawahi perlunya reformasi dalam proses rekrutmen calon anggota legislatif di partai politik.
“Caleg DPR harus dipilih berdasarkan kompetensi, rekam jejak yang bersih, dan dukungan konstituen yang kuat. Jangan sampai figur-figur bermasalah seperti Harun Masiku, yang telah buron selama empat tahun, diberikan kesempatan untuk menjadi caleg unggulan partai politik,” tegasnya.
Vishnu berharap kasus ini dapat menjadi pelajaran berharga untuk memperbaiki tata kelola pemilu dan partai politik di Indonesia.
“Kita harus bergerak menuju sistem demokrasi yang bersih, transparan, dan akuntabel. Hanya dengan cara ini kita dapat mewujudkan kepercayaan publik terhadap proses pemilu, partai politik dan institusi negara,” tutupnya.
Berita Terkait
-
PDIP Siapkan Strategi untuk Hasto, Ronny Talapessy: Kami Lagi Fokus...
-
Tak Sudi Yasonna Ikut Dicekal, PDIP Ultimatum KPK, Begini Isinya!
-
Tak Kaget Kini Tersangka KPK, Novel Baswedan Sebut Gagalnya OTT Harun Masiku dan Hasto PDIP Gegara Ulah Firli Bahuri
-
Hukum Acara Pemilu dan Pilkada Tidak Sinkron, Ketua Bawaslu: Saya Kira...
-
Pasang Badan Bela Hasto Kristiyanto usai Tersangka, Ini Perlawanan Balik PDIP ke KPK
Terpopuler
- Sepulang Umrah, Hanung Bramantyo dan Keluarga Ikut Misa Natal di Vatikan
- Nasib Uang Donasi Pak Tarno dari Raffi Ahmad Usai Kena Stroke, Istri Pertama Heran Kenapa Tetap Jualan
- Segini Kekayaan Hasto Kristiyanto, Tak Pernah Lapor LHKPN Lagi Sejak 2003
- Susi Pudjiastuti Ikut Komentari Lukisan Yos Suprapto yang Dianggap Kritik Pemerintah: Kalau Tidak Boleh Pameran...
- Jay Idzes Soroti Fans Timnas Indonesia: Saya Tak Ingin Pilih Negara...
Pilihan
-
Harga Emas Antam Tiba-tiba Naik Jadi Rp1.528.000/Gram Hari Ini
-
Kalahkan Singapura, Satu Kaki Vietnam di Final Piala AFF 2024
-
6 Rekomendasi HP 5G Rp 4 Jutaan Memori 256 GB Terbaik Desember 2024
-
Tragedi di Desa Miau Baru: Pemilik Kebun Sawit Ditemukan Tewas, Diduga Dibunuh
-
Budaya Dayak Hiasi Desain Rp 1 Triliun Istana Wapres di IKN
Terkini
-
Sempat Terkena Infeksi Makanan, Penggawa PSS Sleman Tetap Siap Tempur Lawan Madura United
-
Bukan Cuma Sampah Wisatawan, Sungai Bawa Berton-ton Sampah ke Parangtritis
-
Antisipasi Lonjakan Produksi Sampah Selama Libur Nataru, TPA Piyungan Kembali Dibuka
-
Pajak Jasa Pariwisata Sumbang Rp340,56 Miliar untuk PAD Sleman, Terbesar dari Restoran
-
Sekjen PDIP Tersangka Suap, Pengamat: Momentum Perbaikan Tata Kelola Pemilu