Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Kamis, 06 Maret 2025 | 14:12 WIB
ilustrasi naskah kuno (pixabay).

SuaraJogja.id - Pelestarian naskah kuno tidak luput dari dampak kebijakan efisiensi yang dilakukan pemerintah. Apalagi upaya pelestarian naskah kuno itu membutuhkan sumber daya dan pendanaan yang tidak sedikit.

"Pelestarian naskah kuno sendiri yang merupakan upaya untuk menyelamatkan dan memperpanjang usia naskah kuno melalui proses-proses kerja mulai dari pendataan, konservasi, restorasi, sampai alih media, semua itu membutuhkan pembiayaan yang tidak kecil," kata Pakar Kearsipan UGM, Waluyo, pada Kamis (6/3/2025).

Waluyo menuturkan sebelum kebijakan efisiensi pun pada realitasnya atensi pemerintah terhadap upaya pelestarian naskah kuno belum memadai. Tidak terkecuali masalah pendanaan dalam prosesnya selama ini.

Berbagai kendala yang terjadi di lapangan misalnya saja ketika identifikasi. Mengingat jumlah naskah kuno yang tidak sedikit jumlahnya dan tersebar dan beredar di masyarakat. Biasanya naskah itu dimiliki individu serta tak dapat tercatat oleh pihak terkait. 

Baca Juga: Efisiensi Anggaran Tak Surutkan Semangat, JFW 2025 Optimis Jadi Tren Fashion Indonesia

Belum lagi, ahli-ahli seperti filolog yang ada masih minim. Sehingga menjadi pekerjaan rumah yang cukup besar untuk pemerintah agar dapat mendidik akademisi hingga menjadi ahli. 

"Diperlukan banyak ahli, masih banyak naskah-naskah kuno yang misalnya berada di luar negeri seperti naskah-naskah kuno yang pernah dibawa dan dijarah saat masa penjajahan Inggris, dan saat ini berada di British Library, Inggris," ujar Dosen Sekolah Vokasi UGM itu.

Saat proses pengalihan media pun, kata Waluyo dapat mencapai ribuan lembar. Sehingga perlu memakan biaya yang tidak sedikit.

Bahkan pada proses pengembalian naskah yang sudah dialih mediakan pada tahun 2017—2025 ini, yang jumlah berjilid-jilid ini sampai memerlukan donasi dari masyarakat. Hal tersebut bisa terjadi dikarenakan kurangnya tanggung jawab kolektif untuk melestarikan naskah kuno.

Meski tanggung jawab tersebut pada Perpusnas sesuai Peraturan Perpusnas No. 9 Tahun 2024. Hal ini membuktikan kurangnya kesadaran pemerintah terhadap pelestarian naskah kuno ini. 

Baca Juga: Proyek Jalan Tol Jogja-Bawen Terkena Efisiensi Anggaran, Penyelesaian Bakal Molor?

"Nampaknya memang proses pelestarian itu sendiri belum menggembirakan. Persoalan pokoknya tampaknya belum tumbuhnya pemahaman dan kesadaran tentang naskah kuno dan pelestariannya," ucapnya.

Adapun naskah-naskah kuno ini menjadi penting untuk dilestarikan karena hal tersebut merupakan bukti atau rekaman kegiatan aktivitas baik individu maupun organisasi. Tak hanya itu, pelestarian naskah kuno juga bertujuan agar anak bangsa tak melupakan sejarahnya dan menjadikannya sebagai pembelajaran.

"Kalau kita lacak ke belakang, kalau kita pernah mengalami peristiwa tertentu, bukti otentiknya apa. Salah satunya yang paling kuat, ya melalui sumber informasi primer ya naskah-naskah, arsip. Maka dari itu sangat perlu diselamatkan," ujarnya.

Selain efisiensi anggaran, Waluyo menyebut ada permasalahan lain yang menjadi tantangan, yakni adanya jual beli naskah kuno yang terjadi masyarakat. Hal itu menjadi hambatan dalam proses pelestarian naskah kuno ini.  

Pemerintah perlu mengambil peran lebih serius dalam berbagai persoalan ini. Selain itu, upaya pelestarian tak seharusnya dibebankan pada satu pihak saja, seperti Perpusnas saja melainkan seluruh elemen masyarakat.

"Peradaban bangsa itu ditentukan juga oleh rekam jejak prestasi dan rekam jejak intelektualnya dari naskah-naskah kuno ini," tuturnya.

Menurutnya naskah kuno merupakan bagian dari dokumentasi budaya masa lalu yang sangat berharga nilainya dan seharusnya tidak dapat dinilai dengan hanya sekadar anggaran.

"Memang sudah seharusnya untuk menyelamatkan itu dalam kondisi bagaimanapun untuk menunjukan kebesaran bangsa, keunggulan dan kemajuan peradaban kita," pungkasnya.

Load More