SuaraJogja.id - Peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (Pustek) UGM Hempri Suyatna menyoroti praktik culas produsen yang mengurangi takaran produk MinyaKita. Penindakan secara tegas perlu dilakukan untuk memberikan efek jera kepada oknum yang terlibat.
"Jelas ini kan memang bentuk dari modus-modus yang tidak dibenarkan ya, modus-modus nakal ya, karena kan mereka menjual takaran yang tidak sesuai dengan jumlahnya. Saya kira pemerintah harus menindak tegas," kata Hempri saat dihubungi, Selasa (11/3/2025).
Disampaikan Hempri, tindakan tegas itu dapat berupa pencabutan izin usaha. Pemerintah diminta tak ragu untuk menindak produsen-produsen nakal itu.
"Ya paling enggak mereka harus benar-benar mencabut izinnya, produsen-produsennya itu harus ditidak tegas, karena ini sudah menyakut hajat hidup orang banyak," tegasnya.
Hempri turut menyoroti lemahnya quality control yang dilakukan oleh satgas pangan. Padahal MinyaKita lebih sering ditemukan di pasar-pasar rakyat atau tradisional.
"Saya kira juga kelemahan dari satgas pangan kita di pasar-pasar yang mungkin juga tidak ada quality control. Sehingga modus-modus itu mungkin seringkali muncul, ini yang jadi tantangan ke depannya," ucapnya.
"Apalagi yang pasar minyakita itu identik juga dengan rakyat dan identik dengan misalnya pasar-pasar rakyat. Jangan sampai ini justru kemudian merusak citra pasar rakyat sebagai tempat untuk modus-modus nakal tersebut," tambahnya.
Dia pun tak menutup kemungkinan adanya mafia dalam kasus MinyaKita ini. Hal tersebut perlu juga menjadi perhatian pemerintah.
Mengingat minyak goreng menjadi salah satu kebutuhan pokok masyarakat. Pemberantasan mafia-mafia dalam sektor perdagangan terkhusus minyak goreng pun harus dilakukan.
Baca Juga: Kecam Pernyataan Ahmad Dhani Soal Naturalisasi, Dosen Filsafat UGM: Misoginis hingga Diskriminatif
"Itu juga biasanya ada mafia, nggak mungkin pedagang-pedagang kecil berdiri sendiri. Artinya ketika dulu ada kasus kelangkaan-kelangkaan produk sembako, kelangkaan-kelangkaan kasus gini pasti saya kira, saya agak meyakinkan ada, ya diduga lah, diduga mungkin ada mafia juga yang bermain dalam konteks pedagangan ini," ujarnya.
Hempri mendorong semua satgas pangan baik dari pemerintah daerah maupun aparat penegak hukum bisa bersama melakukan pengawasan dan kontrol di lapangan. Jika dibiarkan, selain merugikan masyarakat, kepercayaan terhadap pemerintah pun bisa kian luntur.
"Mungkin ada laporan atau untuk pengaduan misalnya, itu bisa dipantau secara rutinnya. Sehingga ketika ada kejanggalan-kejanggalan yang ada di rakyat itu mungkin bisa segera dilaporkan. Artinya ketika ada pengaduan, ada fast response dari pemerintah," tandasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Tanpa Naturalisasi! Pemain Rp 2,1 Miliar Ini Siap Gantikan Posisi Ole Romeny di Ronde 4
- Akal Bulus Dibongkar KPK, Ridwan Kamil Catut Nama Pegawai Demi Samarkan Kepemilikan Kendaraan
- Lagi Jadi Omongan, Berapa Penghasilan Edi Sound Si Penemu Sound Horeg?
- Bocor! Timnas Indonesia Naturalisasi 3 Pemain Keturunan, Ada dari Luar Eropa
- Thijs Dallinga Keturunan Apa? Striker Bologna Mau Dinaturalisasi Timnas Indonesia untuk Ronde 4
Pilihan
-
Pelatih Vietnam Akui Timnya Kelelahan Jelang Hadapi Timnas Indonesia U-23
-
Orang Dekat Prabowo dan Eks Tim Mawar Ditunjuk jadi Presiden Komisaris Vale
-
Bukti QRIS Made In Indonesia Makin Kuat di Dunia, Mastercard Cs Bisa Lewat
-
Luhut Ungkap Proyek Family Office Jalan Terus, Ditargetkan Beroperasi Tahun Ini
-
Danantara Kantongi 1 Nama Perusahaan BUMN untuk Jadi Holding Investasi, Siapa Dia?
Terkini
-
Sawah Kulon Progo Tergerus Tol: Petani Terancam, Ketahanan Pangan Dipertaruhkan?
-
Bantul Genjot Pariwisata: Mampukah Kejar Target PAD Rp49 Miliar?
-
Walikota Yogyakarta "Turun Tangan": Parkir Valet Solusi Ampuh Atasi Parkir Liar?
-
Malioboro Darurat Parkir Ilegal? Wisatawan Kaget Ditarik Rp50 Ribu, Dishub Angkat Bicara
-
Wisata Bantul Masih Jauh dari Target? Meski Ramai, PAD Baru Tercapai Segini...