SuaraJogja.id - Di sebuah sudut Yogyakarta aroma dari kepulan kuah bakso menguar lembut. Tepatnya di barat Monumen Jogja Kembali atau kita kenal dengan Monjali.
Area yang biasa disinggahi bus-bus wisata dan kadang dijadikan tempat operasi kendaraan bermotor oleh petugas kepolisian, berdiri sebuah gerobak di sudut sebuah ruko minimalis yang tak banyak bicara, namun menyimpan kisah tersendiri.
Di balik gerobak itu, berdiri Dika Widia Putra (27). Lelaki muda asal Jepara yang tidak sekadar menyajikan semangkuk bakso, tetapi juga menghadirkan perjuangan dengan bekal sepenuh ilmu dari bangku sarjana dan pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM).
Sarjana Ilmu dan Industri Peternakan dan magister Ilmu Peternakan ini kini tak lagi disibukkan dengan jurnal ilmiah atau presentasi akademik.
Hari-harinya diisi dengan menakar daging, mengulek bumbu, dan menyambut pelanggan di warung bakso sederhana yang sedang ia rintis di Jogja.
"Awalnya sempat bimbang, mau ke mana setelah lulus. CPNS sempat saya coba, tapi belum rezeki. Swasta juga tidak semua cocok, kebanyakan penempatannya di luar Jawa Tengah dan DIY," kata Dika saat ditemui di warungnya, Jumat (25/4/2025).
Dika selaku anak sulung tak serta merta memilih untuk mencari kerja di luar kota. Pertimbangan kondisi kedua orang tuanya makin menua jadi alasan.
"Orang tua makin lama makin sepuh. Rasanya berat kalau saya harus kerja jauh," imbuhnya.
Maka Dika pun memutar haluan. Pilihan setelah lulus dari S2 justru kembali ke akar, ke warisan keluarga yang sejak dulu berwirausaha. Ayahnya sendiri merupakan pedagang bakso. Itu yang menjadi inspirasi terbesarnya.
Baca Juga: Nasib Penjurusan SMA Terancam? Jogja Krisis Guru BK, Dampaknya Luas
Namun bukan sekadar meneruskan, ia datang membawa inovasi, membawa ilmu, dan membawa hati.
Dika mengubah warung bakso menjadi ruang eksperimen, laiknya laboratorium praktikum kala di kampus dulu, yang tetap penuh perhitungan.
Ada ilmu yang ia pelajari bertahun-tahun, tidak serta merta Dika lupakan atau biarkan menguap begitu saja. Mulai dari pemilihan daging, takaran nutrisi, pengolahan, hingga strategi marketing, semua diterapkan secara konsisten.
Bakso miliknya bukan hanya bulat. Ia menciptakan bakso kotak, kuah inovatif, dan bahkan rela terbang ke Surabaya demi meriset rasa. Urusan tekstur pun ia rumuskan berdasarkan ilmu yang dia pelajari tak hanya mengandalkan feeling.
"Jadi ilmu yang saya dapatkan di jenjang S1 dan S2 malah bersinggungan banget sama usaha ini," ucapnya.
"Konsep dari usaha orang tua tidak dibawa mentah-mentah ke sini tapi saya inovasi sedikit tapi dasarnya dari orang tua. Ada bakso kotak, kuah ini itu dan lainnya," sambungnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Selamat Tinggal Jay Idzes, Mohon Maaf Pintu Klub Sudah Ditutup
- Kisah Pilu Dokter THT Lulusan UI dan Singapura Tinggal di Kolong Jembatan Demak
- Resmi! Thijs Dallinga Pemain Termahal Timnas Indonesia 1 Detik Usai Naturalisasi
- Makin Menguat, Striker Cetak 3 Gol di Serie A Liga Italia Dinaturalisasi Bersama Mauro Zijlstra
- Geger Pantai Sanglen: Sultan Tawarkan Pesangon, Warga Bersikeras Pertahankan Lahan
Pilihan
-
Persija Jakarta Bisa Lampaui Persib di Super League 2025/2026? Eks MU Beri Tanggapan
-
Tiga Hari Merosot Tajam, Harga Saham BBCA Diramal Tembus Segini
-
Fungsi PPATK di Tengah Isu Pemblokiran Rekening 'Nganggur'
-
Fenomena Rojali & Rohana Bikin Heboh Ritel, Bos Unilever Santai
-
Harga Emas Antam Terjun Bebas Hari Ini
Terkini
-
Sleman Siap Berantas Tambang Ilegal, Komitmen dengan KPK Jadi Senjata Utama?
-
Solo-Jogja Cuma 30 Menit, Jalan Tol Klaten-Prambanan Resmi Dibuka
-
Judi Online Berkedok Promo? Markas di Bantul Digerebek, Otak Pelaku Terungkap
-
Timor Leste Buka Pintu Lebar untuk Investor Indonesia: Peluang Emas di Sektor Pariwisata
-
Mulai Agustus: Yogyakarta Kerahkan Alat Berat, Normalisasi Sungai Dimulai