Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora
Jum'at, 23 Mei 2025 | 21:22 WIB
Moratorium hotel di kawasan Sumbu Filosofi Kota Yogyakarta diberlakukan mulai dari kawasan Tugu Pal Putih. [Kontributor/Putu]

SuaraJogja.id - Pemkot Yogyakarta siap menerapkan moratorium pembangunan hotel baru di kawasan Sumbu Filosofi.

Kebijakan ini diambil dalam rangka mendukung mandatory Sumbu Filosofi sebagai Warisan Dunia Tak Benda yang ditetapkan UNESCO.

Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY pun menyambut baik kebijakan tersebut.

Namun seiring penerapan aturan tersebut. PHRI mendesak Pemkot melakukan penertiban penginapan-penginapan ilegal.

Baca Juga: Hotel INNSIDE by Melia Yogyakarta Rayakan Anniversary Ke-8 dengan Semangat Baru Bersama GM Baru

"Selain moratorium hotel kita mohon ada penertiban pendataan homestay, kos-kosan, yang dijual harian untuk izin dan juga pajak-pajaknya," papar Ketua PHRI DIY, Deddy Pranowo Eryono di Yogyakarta, Jumat (23/5/2025),.

Deddy menyatakan bila moratorium tidak dibarengi dengan kebijakan penertiban penginapan, maka dikhawatirkan penginapan ilegal akan semakin menjamur di Kota Yogyakarta.

Persoalan ini bisa mempengaruhi pendapatan asli daerah (PAD) yang akan semakin sulit dicapai.

Sebab dimungkinkan penginapan ilegal tidak membayar pajak ataupun memiliki ijin dari pemerintah daerah setempat. Deddy menyebutkan, ada sekitar 17 ribu penginapan ilegal di DIY.

Jumlah tersebut termasuk rumah yang disewakan dan indekos. Penginapan ilegal paling banyak berada di Kota Yogyakarta, kemudian Bantul, Gunung Kidul dan Kulonprogo.

Baca Juga: Lebaran Kelabu di Yogyakarta, Kebijakan Anggaran Pemerintah Bikin Daya Beli Masyarakat Anjlok

"Pasti nantinya di Kota Jogja akan lebih menjamur homestay, kos-kosan harian dan semacamnya," tandasnya.

Penertiban penginapan ilegal tersebut, lanjut Deddy sangat penting mengingat saat ini tengah diberlakukan efisiensi anggaran dari pemerintah pusat.

Bila dibiarkan, banyak wisatawan yang memilih penginapan ilegal yang seringkali memberikan harga murah saat berlibur ke DIY. Hal ini tentu mempengaruhi pasaran yang ada di sekitar Jogja.

Apalagi wisatawan tidak dikenakan pajak tambahan untuk menginap di penginapan ilegal. Kondisi ini akan semakin memperburuk okupansi hotel dan penginapan legal yang tertib membayar pajak dan perijinan seperti Sertifikat Laik Fungsi (SLF), Sertifkat Hotel, Sumber Daya Manusia (SDM) dan lainnya.

"Karenanya penindakan penginapan ilegal sangat penting karena kalau ada apa-apa, citra pariwisata jogja bisa tercoreng," ujarnya.

Moratorium hotel, lanjut Deddy sebenarnya sudah diusulkan PHRI kepada Gubernur DIY tahun lalu.

Load More