Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora
Minggu, 01 Juni 2025 | 22:22 WIB
Empu perempuan, Intan Pangestu memperlihatkan keris-keris buatannya dalam Pameran Reka Cipta #2 Lumur Wesi Aji di Embung Giwangan, Kota Yogyakarta, Kamis (29/5/2025) petang. [Kontributor Suarajogja/Putu Ayu Palupi]

Ketertarikan Intan akan keris tak berhenti pada bentuk atau nilai simbolik. Ia juga bereksperimen dengan material.

Dalam bertema limbah industri kali ini misalnya, ia menggunakan knalpot bekas sebagai pengganti nikel dalam pembuatan keris.

Baginya, pilihan material adalah pernyataan bahwa budaya bisa berinovasi, beradaptasi, dan berbicara tentang zaman.

"Secara warna hasilnya mirip, karena knalpot masih mengandung krom atau nikel. Tapi yang penting juga adalah filosofi dan relevansinya dengan tema. Saya ingin karya saya bisa dialog dengan isu-isu hari ini, seperti lingkungan dan keberlanjutan," ujar dia.

Baca Juga: Rumah Ditinggal Liburan, Perempuan Ini Gasak Harta Tetangga, Isi Dompet Korban Ludes

Meski dunia keris identik dengan laku spiritual, Intan memilih pendekatan yang personal.

Ia tetap berdoa dalam setiap prosesnya, namun tidak menggunakan sesaji atau ritual tertentu.

"Saya mengikuti keyakinan saya sendiri. Yang penting adalah kesungguhan niat dan penghargaan terhadap proses," ujarnya.

Kini, Intan bukan hanya empu. Ia juga pengajar di kampus tempatnya dulu menimba ilmu.

Ia memperkenalkan keris kepada mahasiswa dan anak-anak lewat cerita dan bentuk-bentuk sederhana.

Baca Juga: Peringati Hari Kartini, BRI Berdayakan Wanita Indonesia Melalui Program BRInita

Baginya, pelestarian budaya harus dimulai sejak dini dan dari semua kalangan, termasuk perempuan.

Di tengah gempuran modernitas dan teknologi, Intan Pangestu memilih berjalan di jalan sunyi yang ditempa dengan tangan dan ketekunan.

Ia tidak hanya sedang membuat keris, namun juga menempa ruang baru bagi perempuan untuk berkarya dalam ranah warisan budaya.

Di setiap bilah keris yang ia hasilkan, tersembunyi pesan bahwa budaya bisa diwariskan, dirawat, dan diteruskan oleh tangan perempuan.

"Saya berharap lebih banyak perempuan tertarik mempelajari keris. Bukan cuma sebagai pembuat, tapi juga sejarawan, peneliti, pelestari. Dunia keris butuh lebih banyak suara perempuan," ungkapnya.

Anusapati, Direktur Program Reka Cipta #2 mengungkapkan, upaya pelestarian keris perlu dilakukan dalam berbagai cara, termasuk memperbarui konsepnya.

Load More