Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora | Hiskia Andika Weadcaksana
Rabu, 11 Juni 2025 | 19:48 WIB
Kondisi tambang nikel di Raja Ampat. [Antara]

SuaraJogja.id - Pengamat Ekonomi Energi UGM, Fahmy Radhi mengecam keras aktivitas penambangan nikel di Raja Ampat.

Menurut dia, alih-alih menuai keuntungan bagi negara, pertambangan nikel itu justru mengakibatkan kerusakan yang lebih masif.

"Ya, saya perkirakan seperti itu [kerusakan lebih besar daripada keuntungan]. Apalagi ini untuk di Raja Ampat, itu kan banyak flora dan fauna dan spesies yang itu langka," kata Fahmy saat dihubungi, Rabu (11/6/2025).

Fahmy bilang bahwa kerugian ekologis di Raja Ampat akan sangat sulit diperhitungkan secara ekonomi. Pasalnya jika spesies flora maupun fauna di sana punah maka tak bisa dipulihkan hanya dengan embel-embel reklamasi.

Baca Juga: 4 Izin Dicabut, Raja Ampat Belum Aman, Susi Pudjiastuti: "Ayo Bersama-sama Kita Suarakan..."

"Kalau itu kemudian punah, itu kan nggak bisa direklamasi. Nggak bisa didatangkan lagi ikan yang mati tadi. Nah, maka itu kerugiannya sangat besar," tegasnya.

Meskipun memang, diakui Fahmy belum ada kajian komprehensif untuk menghitung kerugian ekologis dari penambangan nikel di kawasan Raja Ampat.

Namun, sebagai perbandingan, ia menyinggung soal kasus korupsi di PT Timah di Bangka Belitung. Pada kasus itu, tambang yang dilakukan mengakibatkan kerusakan lingkungan senilai ratusan triliun rupiah.

"Nah, itu dihitung Rp276 triliun itu yang merupakan biaya untuk mengembalikan kerusakan lingkungan [kasus PT Timah]. Nah, maka berdasarkan hitungan itu ya sebesar itu kerugian kerusakan alam, tapi mestinya kalau di Raja Ampat itu jauh lebih besar," ujarnya.

Hentikan Total Tambang di Raja Ampat

Baca Juga: BSU Efektif Dongkrak Ekonomi? Ekonom UGM Ungkap Fakta Mengejutkan Soal Dampak Jangka Panjang

Fahmy menyambut baik langkah Presiden Prabowo Subianto yang mencabut izin empat perusahaan tambang di Raja Ampat.

Empat Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dicabut itu dimiliki oleh PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Melia Raymond Perkasa, dan PT Kawai Sejahtera.

Kini diketahui hanya menyisakan satu perusahaan yakni PT GAG yang masih tetap bisa beroperasi.

Namun dia menilai langkah itu tak cukup. Fahmy mendorong pemerintah mencabut seluruhnya izin pertambangan di kawasan Raja Ampat dan menghentikan kegiatan tambangnya.

Fahmy membantah klaim bahwa lokasi tambang PT Gag berada di luar kawasan sensitif Raja Ampat. Dia bilang bahwa ada dampak lain yang dapat membahayakan ekosistem di sana.

Misalnya saja debu tambang nikel yang mengandung racun seperti arsenik yang dapat tersebar ratusan kilometer.

Load More