Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora | Hiskia Andika Weadcaksana
Kamis, 19 Juni 2025 | 13:04 WIB
Keluarga besar Sultan Hamengku Buwono II (HB II) beraudiensi dengan Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai beberapa waktu lalu. (dok.Istimewa)

SuaraJogja.id - Memperingati 213 tahun peristiwa Geger Sepehi atau dikenal dengan penyerbuan Keraton Yogyakarta oleh pasukan Inggris pada 19-20 Juni 1812, keluarga besar Sultan Hamengku Buwono II (HB II) menuntut pengembalian aset yang dirampas.

Mengingat peristiwa ini ditandai dengan penjarahan besar-besaran harta benda keraton dan kehilangan naskah-naskah berharga, serta perubahan tatanan kekuasaan di Kesultanan Yogyakarta.

Ketua Yayasan Vasatii Socaning Lokika sekaligus trah Sultan HB II, Fajar Bagoes Poetranto, menyebut peristiwa tersebut sebagai kejahatan kemanusiaan.

Sehingga diperlukan pembentukan Komite Pengembalian Aset yang melibatkan pemerintah, keluarga trah, dan Kraton Yogyakarta.

Baca Juga: Polemik Salat Id di Alkid: Keraton Belum Melarang, Tapi Warga Sudah Kecewa Duluan

Tujuannya untuk mengembalikan harta benda dan manuskrip milik Kraton Yogyakarta yang dirampas ke Eropa selama masa penjajahan.

Aset-aset yang dirampas berupa keping emas, koin perak senilai Rp 8,36 triliun lebih, serta 7.000-an naskah kuno milik Sri Sultan HB II.

"Kami melihat bahwa telah terjadi peristiwa kejahatan kemanusiaan pada peristiwa Geger Sepehi tersebut. Oleh karenanya kami Keluarga Trah Sultan HB II akan menjadi bagian bersama Kraton Yogyakarta serta pemerintah RI untuk melakukan upaya pengembalian aset-aset milik Sultan HB II," ucap Fajar dalam keterangannya, Kamis (19/6/2025).

Fajar menyebut dukungan itu telah datang dari Menteri Kebudayaan Fadli Zon dan Menteri HAM Natalius Pigai.

Dalam kesempatan ini, pihak Trah Sultan HB II ingin meluruskan pernyataan kedua menteri itu terkait penggunaan istilah Repatriat Equity Claiming atau Reclaiming.

Baca Juga: Titik Terang Sengketa Lempuyangan: Keraton Turun Tangan, Warga Dapat Ganti Untung

Dia bilang semestinya yang dilakukan pemerintah yakni Claiming Equity Prasasti International, yaitu proses pengembalian hak-hak aset kepemilikan dari keluarga yang telah dirampas secara Unlawful lewat peristiwa Geger Sepehi pada tahun 1812.

"Kita ingin meluruskan bahwa ini bukan proses Repatriasi. Karena ini penting. Kita mendukung upaya pemerintah tapi dengan cara Claiming Equity Prasasi internasional dalam keterangan persnya bukan Repatriasi," ujarnya.

"Sebab, keseluruhan aset dan manuskrip itu jelas milik kita sebagai bangsa, milik Kraton Yogyakarta, milik Sultan HB II yang dirampas," imbuhnya.

Fajar mengungkapkan bahwa pembentukan Komite Pengembalian Aset HB II yang terdiri dari Pemerintah, Keluarga Trah Sultan HB II, dan Kraton Yogyakarta sangat penting untuk mengembalikan aset-aset tersebut.

"Kita ingin dibentuk komite yang kemudian duduk bersama antara Trah Sultan HB II, Kraton Yogyakarta, dan pemerintah berunding dengan Inggris. Dasar tuntutan yakni Peristiwa Geger Sapehi tahun 1812," tandasnya.

Akan Ditempuh Lewat Jalur Diplomasi Formal

Load More