SuaraJogja.id - Ketegangan geopolitik di Timur Tengah antara Iran dan Israel memicu kekhawatiran akan dampaknya terhadap sektor perdagangan global, termasuk Indonesia.
Meski saat ini belum terlihat dampak langsung terhadap ekspor nasional, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menyatakan pemerintah tidak tinggal diam.
Langkah antisipatif pun diambil dengan membuka pasar perdagangan baru ke sejumlah kawasan strategis. Hal ini dilakukan agar sektor perdagangan tidak merugi pada kuartal semester kedua.
"Kalau sekarang data ekspor kita Januari-April masih surplus, masih naik sekitar 5-6 persen. Jadi sementara belum ada dampak dari perang Iran-Israel," ujar Budi saat ditemui di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Jumat (20/6/2025).
Namun demikian, ia menekankan konflik yang terus memburuk berpotensi mengganggu stabilitas perdagangan internasional, termasuk rantai pasok logistik dan keamanan jalur distribusi barang. Karenanya diharapkan perang kedua negara bisa segera berakhir.
Apalagi saat ini Indonesia masih menghadapi perang tarif dari Presiden AS, Donald Trump dan konflik Rusia-Ukraina yang juga belum selesai.
"Kita tentu berharap semua ini cepat selesai agar tidak berdampak luas ke perdagangan kita," ujarnya.
Guna memitigasi risiko tersebut, Kementerian itu mempercepat proses diversifikasi pasar.
Langkah ini diwujudkan melalui perjanjian dagang dengan sejumlah mitra baru yang dinilai potensial sebagai tujuan ekspor.
Baca Juga: Kelanjutan Soal Besaran Pungutan Ekspor Kelapa, Mendag Ungkap Hal Ini
Di antaranya menyelesaikan perundingan Indonesia-EU CEPA (European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement).
Kemudian juga dengan kawasan Eurasia, IA (Indonesia-Australia), IU (Indonesia-Uzbekistan) dan FDE (Foreign Disregarded Entity).
Menurutnya, langkah ini penting agar Indonesia tidak terlalu bergantung pada negara atau kawasan tertentu dalam menyalurkan produk ekspornya.
Dengan membuka jalur perdagangan baru, risiko ketergantungan terhadap pasar-pasar yang terdampak konflik bisa ditekan.
"Kalau pasar kita makin luas, otomatis risiko juga lebih tersebar. Jadi ketika satu kawasan bermasalah, kita masih punya cadangan pasar lain yang tetap bisa menyerap produk kita," ungkapnya.
Sementara pakar hukum internasional dari UMY, Yordan Gunawan mengungkapkan ketegangan antara Israel dan Iran yang terus meningkat dalam beberapa waktu terakhir tidak hanya memicu kekhawatiran geopolitik global, tetapi juga menimbulkan sorotan tajam dari kacamata hukum internasional.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Motor Bekas di Bawah 10 Juta Buat Anak Sekolah: Pilih yang Irit atau Keren?
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- 5 Mobil Bekas 3 Baris Harga 50 Jutaan, Angkutan Keluarga yang Nyaman dan Efisien
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
- 10 Mobil Bekas Rp75 Jutaan yang Serba Bisa untuk Harian, Kerja, dan Perjalanan Jauh
Pilihan
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
-
Agensi Benarkan Hubungan Tiffany Young dan Byun Yo Han, Pernikahan di Depan Mata?
-
6 Smartwatch Layar AMOLED Murah untuk Mahasiswa dan Pekerja, Harga di Bawah Rp 1 Juta
Terkini
-
Dukung Konektivitas Sumatra Barat, BRI Masuk Sindikasi Pembiayaan Flyover Sitinjau Lauik
-
Hidup dalam Bayang Kejang, Derita Panjang Penderita Epilepsi di Tengah Layanan Terbatas
-
Rayakan Tahun Baru di MORAZEN Yogyakarta, Jelajah Cita Rasa 4 Benua dalam Satu Malam
-
Derita Berubah Asa, Jembatan Kewek Ditutup Justru Jadi Berkah Ratusan Pedagang Menara Kopi
-
BRI Perkuat Pemerataan Ekonomi Lewat AgenBRILink di Perbatasan, Seperti Muhammad Yusuf di Sebatik