Muhammad Ilham Baktora
Rabu, 16 Juli 2025 | 19:45 WIB
Pakar ekonomi internasional dari UMY, Faris Al Fadhat menyampaikan dampak tarif 19 persen AS di Yogyakarta, Rabu (16/7/2025). [Kontributor/Putu]

Sementara produk Indonesia yang dijual ke Amerika jadi mahal karena kena tarif tinggi.

Persoalan ini dikhawatirkan akan memukul industri lokal.

Namun menariknya, di tengah tekanan dari AS, Cina bisa jadi justru akan mengambil peluang.

Apalagi selama ini negara itu selalu bermain dengan cara halus.

"Ketika negara-negara lain ditekan oleh kebijakan keras seperti ini, Cina bisa saja datang menawarkan pendekatan lunak, skema-skema kerja sama yang lebih fleksibel. Mereka tidak pernah mengancam secara terbuka. Tapi diam-diam membangun pengaruh melalui pendekatan soft power," ujar dia.

Meski Indonesia dirugikan, jika Trump berharap tekanan tarif ini akan membuat negara-negara seperti Indonesia kembali merapat ke Amerika, hal itu tidak akan terjadi. Bahkan bisa sebaliknya bisa jadi boomerang untuk AS.

Negara-negara akan melihat tawaran Cina lebih masuk akal, lebih menghormati mereka.

Bahkan negara-negara sekutu Amerika seperti Eropa dan Australia mulai menunjukkan ketidaknyamanan terhadap kebijakan sepihak Trump.

Karenanya ke depan pemerintah Indonesia harus memainkan peran dengan lebih cerdas dan elegan. Faris mendorong agar Indonesia belajar dari pendekatan negara-negara seperti Singapura yang mampu menjaga hubungan baik dengan dua kekuatan besar dunia.

Baca Juga: Prabowo Didesak Rangkul Pengusaha, Tarif Trump 32 Persen Bisa Picu PHK Massal di Indonesia?

"Kita ini negara middle power. Kita harus berperilaku sesuai dengan postur itu. Jangan menunjukkan bahwa kita terlalu lemah, terlalu banyak meminta. Kita harus bisa menjaga keseimbangan. Kita tidak bisa memilih salah satu sepenuhnya, karena dua-duanya penting. Kalau kita condong total ke Amerika, kita akan kehilangan Cina, padahal perdagangan kita paling besar dengan Cina," ungkapnya.

Strategi Indonesia ke depan, imbuhnya harus fokus pada dua hal.

Yakni menjaga keseimbangan hubungan luar negeri dan meningkatkan kualitas diplomasi.

"Kalau kita tunduk sepenuhnya ke salah satu pihak, kita akan rugi. Tapi kalau kita bisa membangun relasi yang saling menghormati, baik Amerika maupun Cina akan tetap melihat kita sebagai mitra penting," imbuhnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

Load More