Muhammad Ilham Baktora
Jum'at, 01 Agustus 2025 | 17:14 WIB
Bendera Jolly Roger Luffy di anime One Piece yang ramai dikibarkan warga jelat HUT RI. (Twitter)

SuaraJogja.id - Menjelang perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) ke-80, gelombang ekspresi tak biasa menyapu ruang publik.

Di sosial media (sosmed) ramai warga mengibarkan bendera bajak laut ala One Piece yang bergambar tengkorak bertopi jerami selain Sang Saka Merah Putih.

Di Yogyakarta, penjualan bendera ini bahkan sudah marak di marketplace dan sosial media (sosmed).

Alih-alih bentuk humor atau budaya populer, sejumlah pihak menyebut aksi tersebut sebagai bentuk protes rakyat terhadap negara.

Tindakan simbolik yang memuat kemuakan, kekesalan, ini disebut sebagai pesan kuat rakyat pada pemerintah akan nasionalisme bukan milik negara, tapi milik rakyat.

Pakar hukum UIN Sunan Kalijaga, Gugun El Guyanie menyatakan, fenomena ini muncul di tengah kecemasan publik atas arah kebijakan negara yang dianggap semakin otoriter dan kacau.

"Simbol bajak laut itu bukan sekadar budaya pop. Ia merepresentasikan rasa muak terhadap kekuasaan yang represif. Luffy itu perlawanan terhadap tirani. Maka saat rakyat kibarkan benderanya, itu bukan sekadar fandom tapi itu narasi politik," paparnya, Jumat (1/8/2025).

Menurut Gugun, tindakan pengibaran bendera One Piece bukan tanpa makna.

Di balik lambang tengkorak dan topi jerami, tersimpan ekspresi nasionalisme rakyat yang mulai jengah terhadap wajah pemerintahan yang dinilai makin tidak aspiratif dan cenderung otoriter.

Baca Juga: PSIM Yogyakarta Resmi Perkenalkan Skuad Super League, Usung Semangat 'Sak Sukmamu Sak Jiwamu'

Pengibaran bendera fiksi ini mencerminkan respons simbolik masyarakat terhadap rezim yang tak lagi mendengarkan suara rakyat.

Gelombang ketidakpuasan ini tidak lepas dari berbagai kebijakan pemerintah yang dianggap menyakiti rakyat.

Sebut saja pemblokiran rekening warga, penguasaan tanah masyarakat tanpa dialog, hingga intervensi dalam proses hukum melalui kebijakan amnesti dan abolisi.

Semuanya membentuk pola kekuasaan yang semakin menjurus ke arah otoritarianisme.

"Kebijakan pemerintah hari ini justru yang memecah belah bangsa. Misalnya dalam pengambilalihan tanah milik rakyat yang dianggap tidak produktif, tetapi dilakukan sepihak tanpa persetujuan dan partisipasi masyarakat," kata dia.

Isu amnesti dan abolisi, lanjut Gugun juga dianggap mencederai supremasi hukum.

Load More