SuaraJogja.id - Maraknya kebijakan yang dinilai banyak pihak tak masuk akal hingga maraknya kasus korupsi yang menyeret pejabat publik dinilai menjadi gejala menipisnya keteladanan tokoh di Indonesia.
Kondisi ini menggerus harapan masyarakat terhadap para pemimpin, sekaligus menjadi alarm bagi bangsa untuk kembali belajar dari sejarah di usia kemerdekaan RI ke-80 tahun.
"Seperti yang disampaikan Profesor Syafii Maarif [mantan ketua umum PP Muhammadiyah], negara kita ini sudah lama kekurangan keteladanan tokoh. Masyarakat kehilangan harap karena tidak ada keteladanan, termasuk di kalangan politisi. Bahkan ada tokoh yang ijazahnya jelas, tetapi ujung-ujungnya terlibat di migas dan seterusnya," papar cucu pendiri Muhammadiyah, Afnan Hadikusumo dalam bedah buku "Media & Islam Berkemajuan" di Yogyakarta, Rabu (13/8/2025).
Mantan anggota DPD RI ini mengungkapkan, para pejabat bisa belajar dari empat tokoh Muhammadiyah seperti Buya Hamka, Haji Fachrodin, Haedar Nashir, dan Ahmad Syafii Maarif.
Buya Hamka dan Haji Fachrodin pernah ditahan Belanda karena menggerakkan petani tebu di Klaten.
"Beliau melihat nasib petani tebu yang sangat miskin, lalu menulis secara kritis dan memimpin gerakan boikot. Tulisan dan gerakannya menjadi satu kesatuan perjuangan," ujarnya.
Peran besar bagi negara juga dilakukan Syafii Maarif selama hidupnya.
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah ini mengembangkan tradisi intelektual dan keberagaman melalui lembaga-lembaga yang dipimpinnya seperti Pusat Studi Agama dan Peradaban (PSAP) dan Ma'arif Institute.
Afnan menilai, teladan seperti ini relevan diangkat menjelang HUT RI ke-80.
Baca Juga: Konsesi Tambang Belum Terealisasi, LBH Muhammadiyah Tuntut Prabowo Lahirkan Kebijakan Kongkrit
Sepak terjang empat tokoh Muhammadiyah diharapkan membuka cara pandang kita tentang bagaimana tokoh Muhammadiyah menebarkan Islam berkemajuan dan berkebangsaan.
Peran mereka tidak eksklusif untuk umat Islam saja, tetapi juga memberi warna bagi bangsa dan negara.
"Tokoh-tokoh ini ikut menggerakkan semangat kita. Tokoh yang bisa menjadi teladan bukan hanya tokoh pergerakan, tetapi yang juga menulis dengan kritis, tidak harus memuja-muji," katanya.
Sementara penulis buku, Roni Tabroni, menjelaskan, dia mencoba menampilkan narasi tokoh-tokoh literasi dan pers yang jarang diulas secara mendalam, seperti Buya Hamka, Haji Fachrodin, Haedar Nashir, dan Ahmad Syafii Maarif yang tidak hanya berperan di Muhammadiyah namun juga bangsa Indonesia.
"Saya ingin menunjukkan bahwa tradisi membaca, menulis, dan berpikir kritis sudah menjadi bagian dari DNA pergerakan Muhammadiyah," ujarnya.
Roni menambahkan, salah satu alasan menulis buku ini adalah agar generasi muda memiliki rujukan figur yang bisa diteladani di tengah krisis integritas tokoh publik.
Berita Terkait
Terpopuler
- Usai Jokowi, Kini Dokter Tifa Ungkit Ijazah SMA Gibran: Cuma Punya Surat Setara SMK?
- 8 Promo Kuliner Spesial HUT RI Sepanjang Agustus 2025
- Jay Idzes Pakai Jam Tangan Rolex dari Prabowo saat Teken Kontrak Sassuolo
- Gibran Cuma Lirik AHY Tanpa Salaman, Sinyal Keretakan di Kabinet? Rocky Gerung: Peran Wapres Diambil
- Eks Menteri Agama Gus Yaqut Dicekal Terkait Korupsi Haji! KPK Ungkap Fakta Mengejutkan
Pilihan
-
4 Rekomendasi Tablet Murah untuk Main Game Terbaru Agustus 2025
-
Api Perlawanan Samin Surosentiko Menyala Lagi di Pati, Mengulang Sejarah Penindasan Rakyat
-
4 Rekomendasi HP Murah Chipset Snapdragon Gahar, Harga mulai Rp 2 Jutaan Terbaru Agustus 2025
-
Grup Emiten Boy Thohir Disebut Dapat Diskon Tak Wajar atas Pembelian Solar di Pertamina
-
Sri Mulyani: Mengelola Anggaran Tanpa Transparansi Pasti Banyak Setan
Terkini
-
Krisis Keteladanan Pemimpin: Muhammadiyah Tawarkan Solusi di HUT RI ke-80
-
Jumlah Siswa Keracunan di Tiga Sekolah Sleman Bertambah Jadi 178 Orang
-
Terjadi Lagi di DIY, Puluhan Siswa Sleman Keracunan usai Santap Menu MBG
-
Gebrak Industri Lifestyle, BRI Obral Diskon dan Hadiah di BFF Festival 2025
-
Akhirnya Pasar Godean Siap Dibuka Oktober Ini: Pedagang Bisa Kembali Jualan!