Muhammad Ilham Baktora
Rabu, 03 September 2025 | 07:59 WIB
Staf Khusus Mendikdasmen Bidang Pembelajaran dan Sekolah Unggul, Arif Jamali Muis saat menyampaikan paparan di Yogyakarta, Jumat (29/8/2025). [Kontributor/Putu]

Arif menambahkan, dari penelitian yang dilakukan bersama sejumlah dosen Universitas Ahmad Dahlan (UAD) terhadap 35 ribu guru, ditemukan dua klaster besar.

Pertama, guru yang memiliki pengetahuan tinggi tentang pembelajaran mendalam, namun sikapnya rendah.

Kedua, guru dengan pengetahuan sedang, tetapi sikapnya positif.

Kondisi ini berbahaya karena sikap guru berpengaruh langsung terhadap pembentukan cara berpikir siswa.

Tanpa kesediaan guru untuk mengubah pendekatan, siswa akan terus terjebak pada pola belajar hafalan yang tidak menghubungkan pengetahuan dengan realitas sosial.

"Persoalan sebenarnya bukan pada pengetahuan, tetapi pada sikap. Banyak guru menolak karena sudah terbiasa dengan zona nyaman. Bahkan sebelum memahami, mereka sudah bersikap defensif terhadap kebijakan baru," ujar dia.

Arif menambahkan pendidikan yang tidak membekali siswa dengan pemahaman realitas akan menciptakan generasi yang pintar secara akademik, tetapi gagal dalam membuat kebijakan yang adil ketika kelak memegang kekuasaan.

Sebaliknya, jika pembelajaran mendalam diterapkan secara konsisten, siswa akan tumbuh menjadi generasi yang mampu mengaitkan ilmu dengan kehidupan nyata.

Ketika kelak menjadi pengambil keputusan, mereka akan merancang kebijakan yang berpihak pada kepentingan rakyat.

Baca Juga: Sekda Sleman Klarifikasi "Guru Cicipi Dulu Makanan Bergizi Gratis": Ini Penjelasan Lengkapnya

"Kalau mereka menjadi pemimpin, orang-orang pintar itu akan membuat riset, membuat kebijakan, tetapi tidak berpihak pada rakyat. Karena mereka tidak paham realitas yang dihadapi masyarakat," imbuhnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

Load More