Muhammad Ilham Baktora
Selasa, 16 September 2025 | 16:25 WIB
Sampah menumpuk di salah satu depo Kota Yogyakarta akibat pembatasan pengiriman ke TPA Piyungan, Selasa (16/9/2025). [Kontributor/Putu]
Baca 10 detik
  • Darurat sampah masih terjadi di Kota Jogja
  • Pemkot kembali mengeluarkan kebijakan pemisahan sisa makanan rumah tangga
  • Warga akan diberikan satu ember untuk membuang sisa makanan yang nantinya akan diambil petugas
[batas-kesimpulan]

SuaraJogja.id - Kota Yogyakarta saat ini tengah menghadapi darurat sampah setelah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan mulai September 2025 hanya menerima 600 ton sampah per bulan.

Padahal, volume sampah yang dihasilkan warga Kota Yogyakarta mencapai 300 ton per hari.

"Per September, kita hanya dijatah 600 ton per bulan, sementara produksi sampah setiap hari mencapai 300 ton," ujar Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Selasa (16/9/2025).

Menurut Hasto, kebijakan pembatasan ini akan menimbulkan persoalan besar jika tidak segera diantisipasi.

Karenanya untuk menekan jumlah sampah yang masuk ke depo, Pemkot akan mengeluarkan kebijakan pemisahan sisa makanan rumah tangga.

Sebab beban paling berat dalam pengelolaan sampah berasal dari sisa makanan rumah tangga. Jumlahnya mencapai 100–125 ton per hari, berasal dari dapur rumah tangga, angkringan, hingga rumah makan.

Tanpa langkah terobosan, volume ini akan cepat memenuhi kapasitas TPA Piyungan yang sudah kritis.

"Hari ini saja, sisa makanan dapur dari Kota Yogyakarta bisa mencapai 100–125 ton per hari," jelasnya.

Hasto menyebut, warga di Kota Yogyakarta akan mendapatkan ember untuk mengumpulkan sampah organik, yang kemudian diambil petugas.

Baca Juga: Baru 5 Titik Resapan Air Tersedia, DIY Rentan Banjir, Ini Kata DLHK

Sampah ini tidak akan masuk depo, melainkan dimanfaatkan sebagai pakan ternak atau budi daya maggot.

"Jadi [sampah organik rumah tangga] tidak dibawa ke depo karena sisa makanan bisa dimanfaatkan," ungkapnya.

Selain ember di rumah tangga, lanjut Hasto, Pemkot juga melengkapi setiap gerobak pengangkut sampah dengan dua ember berkapasitas 25 kilogram. Gerobak-gerobak tersebut bisa menampung sampah basah secara terpisah agar tidak tercampur dengan sampah lainnya.

Saat ini jumlah gerobak yang dimiliki yang sudah disebar ke berbagai kalurahan jumlahnya mencapai 1.200 unit.

Dalam waktu dua bulan kedepan, Pemkot rencananya akan menambah 600 unit gerobak baru untuk memperkuat sistem pengumpulan.

Pemkot pun akan mengakomodasi para pemulung dan tukang rongsok.

Mereka juga akan ikut dilibatkan dalam skema pengelolaan sampah.

"Tukang-tukang rongsok banyak yang kami jadikan penggerobak. Mereka kami belikan gerobak," jelasnya.

Hasto menambahkan, pihaknya meminta seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Kota Yogyakarta ikut berperan dalam penanganan darurat ini.

Setiap OPD mengampu satu kalurahan dalam mengelola sampah.

"Saya tetapkan skema 1 OPD untuk 1 kelurahan. Jadi, semua kelurahan ada dinas yang mengampu. Dalam keadaan darurat, semua dinas jadi ‘dinas sampah’ dulu untuk mengurusi persoalan ini," tandasnya.

Hasto menambahkan, koordinasi dilakukan dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DIY dan Sekda DIY yang baru.

Tujuannya, mencari jalan keluar bersama atas keterbatasan kapasitas TPA Piyungan.

Dengan strategi itu diharapkan selain volume sampah yang masuk ke TPA Piyungan dapat ditekan, Pemkot juga membuka peluang pemanfaatan sampah organik secara produktif.

Namun keberhasilan program ini bergantung pada partisipasi aktif masyarakat dalam memilah sampah sejak dari rumah.

"Kami berusaha keras supaya sisa makanan dapur tidak dibawa ke depo. Dalam kondisi darurat ini, kita butuh exit strategy," imbuhnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

Load More