- Sistem royalti di Indonesia belum jelas
- Hampir sejumlah musisi di Indonesia belum terakomodasi terkait royalti itu
- Hilirisasi karya seni ini menjadi penting untuk diperhatikan oleh seluruh elemen di pemerintahan
SuaraJogja.id - Belakangan ini sistem royalti musik di Indonesia menjadi sorotan.
Terlebih sistem itu dinilai masih carut-marut dan belum memiliki tata kelola yang jelas.
Praktisi musik Pongki Tri Barata menyatakan bahwa Undang-undang Hak Cipta memang sudah memberikan payung hukum.
Namum hal itu belum cukup detail untuk mengatur tata kelola musik.
"Secara singkat bisa saya jawab sebenarnya sudah lumayan cukup. Tetapi belum cukup banget. Karena kalau kita bicara musik, sebenarnya yang kita perlukan adalah undang-undang musik, mungkin atau undang-undang tata kelola musik," kata Pongki, dalam acara Harmoni Nusantara: Yogyakarta untuk Indonesia dan Dunia di ISI Yogyakarta, dikutip Minggu (21/9/2025).
Menurut Pongki, undang-undang hak cipta mencakup banyak bidang selain musik, mulai dari fotografi, film, hingga karya sastra.
Hal ini membuat perlindungan terhadap musisi masih belum sepenuhnya terakomodasi.
Pongki menjelaskan, isu royalti musik di Indonesia tidak lepas dari minimnya kesadaran pengguna untuk membayar hak ekonomi pencipta lagu.
"Jadi, kurangnya kesadaran, untuk melakukan pembayaran kepada hak ekonomi. Sehingga uang yang masuk ke dalam LMK untuk performing royalti jumlahnya kecil. Hanya sekian miliar. Jauh juga dibanding Malaysia," tuturnya.
Baca Juga: 'Siapa Dia': Film Musikal Garin Nugroho yang Paksa Nicholas Saputra Menyanyi
Belum lagi masalah berikutnya terkait dengan transparansi pembagian royalti yang masih dipertanyakan.
"Kalaupun yang bayar banyak, maka uang yang masuk banyak bagaimana baginya secara akurat, bukan rahasia lagi, isu pembagian itu tidak transparan, memang ada. Dan itulah masalah yang harus kita cari solusinya," ungkapnya.
Ia menekankan perlunya sebuah sistem yang mampu mengatur tata kelola royalti secara jelas.
Bagi eks vokalis Jikustik itu, persoalan bukan lagi soal siapa yang harus membayar, tetapi bagaimana dana yang terkumpul bisa dikelola secara cepat, transparan, dan terukur.
Lebih jauh, Pongki mengingatkan bahwa hak cipta musik terdiri atas dua hal yang harus dipenuhi, yakni hak moral dan hak ekonomi.
Hak moral terkait pencantuman nama pencipta serta larangan mengubah karya tanpa izin, sedangkan hak ekonomi wajib dipenuhi ketika karya digunakan untuk tujuan komersial.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pecah Bisu Setelah Satu Dekade, Ayu Ting Ting Bongkar Hubungannya dengan Enji Baskoro
- Nasib Aiptu Rajamuddin Usai Anaknya Pukuli Guru, Diperiksa Propam: Kau Bikin Malu Saya!
- Momen Thariq Halilintar Gelagapan Ditanya Deddy Corbuzier soal Bisnis
- Korban Keracunan MBG di Yogyakarta Nyaris 1000 Anak, Sultan Akhirnya Buka Suara
- Dicibir Makin Liar Usai Copot Hijab, Olla Ramlan: Hidup Harus Selalu...
Pilihan
-
Nostalgia 90-an: Kisah Tragis Marco Materazzi yang Nyaris Tenggelam di Everton
-
5 Rekomendasi HP 1 Jutaan Memori 256 GB Terbaru September 2025
-
Perbandingan Spesifikasi Redmi 15C vs POCO C85, Seberapa Mirip HP 1 Jutaan Ini?
-
Rapor Pemain Buangan Manchester United: Hojlund Cetak Gol, Rashford Brace, Onana Asisst
-
Kata Media Prancis Soal Debut Calvin Verdonk: Agresivitas Berbuah Kartu
Terkini
-
Carut-Marut Royalti Musik Indonesia: Kapan Musisi Bisa Hidup Layak dari Karyanya?
-
Bandara Adisutjipto Kembali Menggeliat, Kini Bisa Terbang ke Surabaya hingga Terkoneksi ke Bali
-
Persiku Tumbang di Kandang: PSS Sleman Manfaatkan Kelengahan Lini Belakang
-
Bupati Sleman Kaget! Ada Surat Perjanjian Makan Bergizi Gratis yang Membungkam Dugaan Keracunan
-
Stop Buang Sedotan Sembarangan, Bupati Bantul Geram, Ini Alasannya