Muhammad Ilham Baktora
Rabu, 24 September 2025 | 20:43 WIB
Potret siswa mengolah menu MBG yang mereka dapatkan dengan kreativitas mereka. (Instagram)
Baca 10 detik
  • Sejumlah siswa mengolah menu MBG mandiri viral di medsos
  • Kesiapan SPPG sendiri dipertanyakan terhadap program Prabowo Subianto ini
  • Ribuan korban kasus keracunan menjadi rapor hitam program yang bertujuan mengurangi stunting ini

SuaraJogja.id - Di tengah program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang digalakkan untuk menunjang nutrisi siswa, seringkali muncul kisah-kisah jenaka nan satir yang menggambarkan realitas di lapangan.

Seolah-olah menu yang dibagikan oleh SPPG belum sepenuhnya siap disajikan, anak-anak sekolah dengan sigap dan kreatif 'menyempurnakannya' sendiri.

Fenomena ini, direkam dan viral di media sosial. Seperti video kolase yang dibagikan akun @undercover.id, Rabu (24/9/2025).

Bayangkan saja, menu "ayam geprek" yang seharusnya sudah digeprek dengan sempurna, justru tiba di tangan siswa dalam kondisi ayam goreng utuh.

Alih-alih mengeluh, para siswa justru menyulap meja kelas menjadi "arena geprek" dadakan.

Dengan alat seadanya, mereka mengolah sendiri ayam tersebut menjadi geprek sesuai selera, mungkin dengan tambahan bumbu yang dibawa dari rumah atau sekadar digeprek hingga empuk untuk bisa disantap ramai-ramai.

Lalu, ada tahu goreng yang mungkin tidak kurang menarik.

Dengan sentuhan imajinasi, tahu-tahu polos ini tidak dibiarkan begitu saja. Para siswa berkolaborasi mengubahnya menjadi 'tahu isi goreng' yang lezat, diisi dengan bahan-bahan sederhana yang bisa mereka temukan atau bawa.

Tahu isi goreng ini kemudian menjadi hidangan komunal yang mempersatukan teman sekelas, berbagi tawa dan camilan buatan sendiri.

Baca Juga: 'Sapi Berkepala Prabowo' Diarak di Bundaran UGM, BEM KM Kritik Program MBG hingga Pidato PBB

Tidak ketinggalan, ada pula momen ketika ayam krispi yang seharusnya renyah, sudah kehilangan kekrispiannya.

Seorang siswa yang tak menyerah, mungkin memutuskan untuk menggoreng ulang ayam tersebut di lingkungan sekolah, demi mengembalikan sensasi krispi yang hilang.

Aksi ini, meskipun jenaka, menunjukkan bagaimana siswa berinisiatif untuk meningkatkan kualitas makanan yang mereka terima, mencerminkan bahwa menu MBG yang dibagikan tidak selalu memenuhi ekspektasi "siap santap" yang optimal.

Ketika Anak Sekolah Jadi Koki Dadakan

Kreativitas ini, betapapun menghibur, sesungguhnya menyematkan tulisan satir yang jelas: menu MBG yang diterima anak sekolah terkadang tidak sepenuhnya siap dibagikan oleh SPPG.

Terbukti dari video-video kreatif di atas, anak sekolah justru mengolah sendiri menjadi lebih menarik, atau setidaknya, lebih sesuai dengan standar mereka.

Ini adalah cerminan ironis bahwa program yang bertujuan memberikan nutrisi siap saji, justru seringkali membutuhkan campur tangan "koki-koki" cilik di sekolah.

Polemik Keracunan Makanan: Sisi Gelap di Balik Program MBG

Di balik kisah-kisah jenaka tersebut, terbentang polemik yang jauh lebih serius terkait keamanan makanan dalam program MBG.

Sejumlah insiden keracunan makanan telah menimpa ratusan, bahkan ribuan siswa di berbagai daerah di Indonesia, menyebabkan mereka harus dilarikan ke rumah sakit.

Misalnya, pada September 2025, lebih dari 800 siswa jatuh sakit setelah mengonsumsi makanan dari program MBG dalam dua kasus terpisah.

Di Garut, Jawa Barat, 569 siswa dari lima sekolah mengalami mual dan muntah setelah makan ayam dan nasi.

Pada hari yang sama, 277 siswa lainnya di Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah, juga keracunan.

Insiden serupa juga dilaporkan di Lebong, Bengkulu, yang mempengaruhi 427 siswa pada Agustus 2025.

Total, sekitar 978 siswa harus dirawat di rumah sakit dalam sebulan antara Agustus dan September 2025 dengan gejala seperti diare, mual, muntah, dan sesak napas setelah mengonsumsi makanan MBG.

Kasus-kasus ini memicu perhatian serius dari berbagai pihak, termasuk Kantor Staf Presiden (KSP) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yang menyerukan evaluasi komprehensif terhadap program tersebut.

Kepala BGN (Badan Gizi Nasional), Dadan Hindayana, bahkan telah memerintahkan penangguhan operasional dapur MBG di Cipongkor, Bandung Barat, setelah 301 siswa diduga keracunan, menyoroti kemungkinan kelalaian dan perlunya kepatuhan pada standar operasional yang ketat, termasuk kebersihan, kelengkapan peralatan, dan staf.

Pemerintah sendiri telah meminta maaf atas insiden keracunan yang berulang dan berjanji untuk memperketat pengawasan penyedia makanan.

Evaluasi menyeluruh dari hulu ke hilir sangat dibutuhkan untuk memastikan bahwa program ini tidak membahayakan nyawa anak-anak.

KSP menekankan bahwa MBG harus beroperasi dengan standar "nol kecelakaan" karena bahkan tingkat keracunan sekecil 1 persen pun tidak dapat ditoleransi.

Dengan demikian, meskipun kreativitas siswa dalam mengolah menu MBG bisa menjadi kisah yang menghibur, ia juga menjadi pengingat pahit akan perlunya perbaikan mendesak dalam pelaksanaan program ini.

Keselamatan dan kesehatan siswa harus menjadi prioritas utama, agar tujuan mulia program MBG tidak tercoreng oleh insiden keracunan yang membahayakan.

Load More