Muhammad Ilham Baktora
Minggu, 02 November 2025 | 13:55 WIB
Sejumlah narasumber memberikan paparan saat Seminar nasional 'Disinformasi dan Algoritma: Bagaimana Media Digital Membentuk Opini Publik' di UC UGM, Sabtu (1/11/2025). [Hiskia/Suarajogja]
Baca 10 detik
  • Kagama Persma memperingati HUT ke-40 BPPM Balairung UGM dengan menggelar seminar
  • Pembahasan menyoroti terkait perkembangan media massa termasuk terkikisnya demokrasi
  • Pers Mahasiswa masih relevan berada di perkembangnya teknologi termasuk AI

SuaraJogja.id - Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada Komunitas Pers Mahasiswa (Kagama Persma) menggelar seminar nasional bertema “Disinformasi & Algoritma: Bagaimana Media Digital Membentuk Opini Publik” di University Club UGM, Sabtu (1/11/2025) kemarin.

Kegiatan ini menjadi bagian dari peringatan HUT ke-40 Badan Penerbitan dan Pers Mahasiswa (BPPM) Balairung UGM, serta menjadi ruang refleksi tentang bagaimana teknologi algoritma dan media sosial memengaruhi cara masyarakat memahami isu-isu publik.

Ketua Kagama Persma, Dia Mawesti, dalam sambutannya menyoroti pengaruh besar disinformasi dan algoritma media sosial dalam membentuk opini publik di era digital.

Menurutnya, algoritma kini bukan hanya alat penyebar informasi, tetapi juga aktor penting yang menentukan isu apa yang dianggap penting oleh masyarakat.

"Teknologi, khususnya algoritma, kini menjadi 'aktor' yang turut membentuk persepsi publik dan menentukan isu mana yang diangkat serta mana yang dilupakan," ujar Dia.

Dia menambahkan, tantangan dunia pers saat ini jauh berbeda dari masa lalu.

Jika sebelumnya jurnalis menghadapi tekanan sensor dan represi fisik, kini medan pertempuran bergeser ke ruang digital yang dipenuhi banjir informasi, disinformasi, serta bias algoritmik.

"Kita tidak lagi berhadapan dengan sensor seperti 30–40 tahun lalu. Sekarang tantangan kita adalah disinformasi dan algoritma media sosial yang membentuk realitas," jelasnya.

Ia menegaskan pentingnya penguatan literasi digital, etika, dan independensi pers mahasiswa, agar kebebasan berekspresi tidak dikendalikan oleh algoritma.

Baca Juga: Megawati Tanam Pohon Bodhi di UGM: Simbol Kebijaksanaan atau Sekadar Seremonial?

"Kita harus menjaga etika, independensi, dan literasi digital agar kebebasan berekspresi tidak tergantikan oleh kebebasan algoritma," tegasnya.

Dalam perayaan 40 tahun Balairung UGM, Dia juga mengingatkan pentingnya kembali pada idealisme pers mahasiswa sebagai ruang dialektika dan penjaga nurani publik.

Menurutnya, pers mahasiswa memiliki peran penting dalam menjaga objektivitas di tengah arus manipulasi digital.

Pers Mahasiswa Masih Relevan di Era Disinformasi dan AI

Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian Masyarakat, dan Alumni UGM, Arie Sujito, menegaskan bahwa pers mahasiswa (persma) masih memiliki peran vital dalam menyuarakan kebebasan berpendapat di tengah derasnya arus disinformasi dan kecerdasan artifisial (AI).

"Pers mahasiswa menemukan babaknya sendiri. Yang terpenting adalah bagaimana karya mereka bisa menginspirasi generasi saat ini," ujarnya.

Load More