- Menjelang satu abad perjuangan perempuan, keadilan gender masih terhambat oleh stigma kuat menyalahkan korban kekerasan.
- Sebanyak 70 persen masyarakat beranggapan pakaian korban kekerasan adalah penyebab utama, menunjukkan kegagalan pemahaman gender.
- Keterwakilan perempuan di DPR RI masih minim (21,9 persen), padahal penting untuk arah kebijakan strategis.
SuaraJogja.id - Menjelang satu abad perjuangan perempuan Indonesia pada 2028, kenyataan yang pahit masih membayangi upaya panjang menuju keadilan gender.
Bilamana tidak, berbagai capaian hukum, kebijakan hingga representasi politik masih belum sepenuhnya mengubah cara pandang masyarakat terhadap perempuan di Indonesia.
Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Alimatul Qibtiyah dalam diskusi Menuju 1 Abad Kongres Perempuan Indonesia di Yogyakarta, Rabu (17/12/2025) menyatakan, salah satu indikator paling mencolok adalah masih kuatnya stigma terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
"Sekitar 70 persen masyarakat masih beranggapan perempuan menjadi korban kekerasan karena cara berpakaian mereka. Itu menunjukkan bahwa keadilan gender belum benar-benar dipahami," tandasnya.
Menurut Alimatul, data menunjukkan kekerasan terhadap perempuan masih tinggi, terutama pada rentang usia 25–40 tahun, sementara kekerasan dalam pacaran banyak terjadi pada usia 18–24 tahun. Masih terdapat kecenderungan menyalahkan korban, termasuk anggapan pakaian perempuan menjadi penyebab kekerasan seksual.
Pelaku kekerasan sering kali justru berasal dari orang-orang yang seharusnya melindungi. Sebut saja guru, dosen, tokoh agama, pejabat publik, tenaga medis, dan aparat penegak hukum.
Kondisi tersebut menunjukkan perjuangan perempuan selama hampir 100 tahun belum sepenuhnya menyentuh akar persoalan. Tanpa langkah-langkah konkret, maka penderitaan perempuan akan terus berulang.
Padahal Yogyakarta memiliki posisi historis dan strategis sebagai salah satu pusat lahirnya gerakan perempuan Indonesia. Namun, posisi tersebut harus diikuti dengan gerakan nyata yang berdampak langsung pada kesejahteraan perempuan, baik di ranah sosial, ekonomi, maupun politik.
"Perjuangan perempuan tidak bisa berjalan sendiri. Melainkan harus dilakukan secara berdampingan antara perempuan dan laki-laki dalam relasi yang setara," ungkapnya.
Baca Juga: Di Tangan Perempuan, Keris Bicara Tentang Lingkungan dan Kesetaraan Gender
Anggapan pakaian, sikap, atau pilihan hidup perempuan menjadi penyebab kekerasan yang masih saja muncul saat ini, lanjut Alimatul, mencerminkan kegagalan kolektif dalam memahami keadilan gender.
Stigma yang lahir dari konstruksi sosial yang panjang, mulai dari pendidikan, media, hingga tafsir keagamaan menunjukkan belum sepenuhnya keadilan berpihak pada perempuan. Mestinya tafsir agama tidak boleh dijadikan pembenar kekerasan.
"Jika suatu tafsir justru melahirkan ketimpangan dan kekerasan terhadap perempuan, maka tafsir itu harus ditinjau ulang. Keadilan dan kemaslahatan adalah tujuan utama,” katanya.
Menjelang peringatan 100 tahun perjuangan perempuan pada 2028, Alimatul mengingatkan sejarah panjang gerakan perempuan tidak boleh berhenti sebagai perayaan simbolik. Sejarah seharusnya menjadi dasar untuk memperbaiki kebijakan, pendidikan, dan kesadaran publik.
"Jika tidak, penderitaan perempuan hanya akan terus diwariskan dari generasi ke generasi," tandasnya.
Sementara itu, GKR Hemas, Anggota DPD RI, mengungkapkan kuatnya gerakan perempuan harus diiringi dengan keberpihakan kebijakan. Ia menyebutkan saat ini terdapat 55 perempuan yang menjadi anggota DPD RI atau sekitar 36,2 persen, bahkan di satu provinsi keterwakilan perempuan telah mencapai 70 persen.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Motor Matic Paling Nyaman Buat Touring di 2026: Badan Anti Pegal, Pas Buat Bapak-bapak
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- 3 Pilihan Mobil Bekas Rp60 Jutaan: Irit BBM, Nyaman untuk Perjalanan Luar Kota
Pilihan
-
6 Mobil Bekas Paling Cocok untuk Wanita: Lincah, Irit, dan Punya Bagasi Cukup
-
OJK Awasi Ketat Pembayaran Pinjol Dana Syariah Indonesia yang Gagal Bayar
-
Jejak Emas Rakyat Aceh Bagi RI: Patungan Beli Pesawat, Penghasil Devisa & Lahirnya Garuda Indonesia
-
Pabrik Toba Pulp Lestari Tutup Operasional dan Reaksi Keras Luhut Binsar Pandjaitan
-
Kuota Pemasangan PLTS Atap 2026 Dibuka, Ini Ketentuan yang Harus Diketahui!
Terkini
-
Bantuan dari BRI Telah Jangkau Lebih dari 70 Ribu Masyarakat Terdampak di Sumatera
-
Korupsi Bupati Sleman, Kuasa Hukum Tegaskan Peran Raudi Akmal Sesuai Tugas Konstitusional DPRD
-
Sudarsono KH, Salah Satu Pendiri PSS Sleman Tutup Usia
-
5 Armada Bus Jakarta-Jogja Murah Meriah untuk Libur Sekolah Akhir Tahun 2025
-
Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang