Mahasiswa Papua di Yogyakarta Gelar Aksi, Tuntut Buka Akses Informasi

Dalam aksi itu mereka menuntut kepada pemerintah agar jurnalis diberikan akses meliput pelanggaran HAM di Papua Barat.

Chandra Iswinarno
Sabtu, 31 Agustus 2019 | 19:33 WIB
Mahasiswa Papua di Yogyakarta Gelar Aksi, Tuntut Buka Akses Informasi
Aksi mahasiswa Papua di Yogyakarta menuntut pembukaan akses informasi. Aksi tersebut dilakukan di Tugu Nol Kilometer Kota Yogyakarta, Sabtu (31/8/2019). [Suara.com/Rahmad Ali]

SuaraJogja.id - Persatuan Rakyat Untuk Pembebasan Papua Barat (PRUPPB) menggelar aksi long march dari Tugu Pal Putih menuju Titik Nol Kilometer Yogyakarta pada Sabtu (31/8/2019) sore.

Dalam aksi itu mereka menuntut kepada pemerintah agar jurnalis diberikan akses meliput pelanggaran HAM di Papua Barat. Alasannya, jurnalis yang ingin meliput isu-isu pelanggaran HAM di Papua sering diintimidasi.

"Buka akses (masuk) jurnalis internasional, jurnalis nasional karena selama ini di Papua sering terjadi intimidasi terhadap jurnalis yang mau memberitakan hal-hal yang berkaitan dengan pelanggaran HAM di sana," ujar koordinator aksi PRUPPB Rizaldi Ageng di sela aksi, Sabtu (31/8/2019).

Anggota Lingkar Studi Sosialis (LSS) ini menambahkan, mereka juga menuntut pemerintah untuk menarik aparat militer yang dikirim akhir-akhir ini untuk mengamankan cekaman Papua.

Baca Juga:Komnas HAM Setuju Jokowi Datang ke Papua, Komisioner: Ajak Semua Menteri

"Tuntutan kita yang paling penting adalah tarik militer organik dan nonorganik di Papua," ujarnya.

"Karena sekarang makin banyak ketika aksi masa banyak diselenggarakan disana, yang dilakukan adalah malah pengiriman militer entah itu pengiriman militer melalui pesawat TNI itu sendiri atau dinaikan dari pesawat komersil," tambahnya lagi.

Kembali Singgung Rasisme

Rizaldi menambahkan rasisme merupakan kejahatan kemanusiaan dan merupakan bentuk dan konsekuensi dari kolonialisme yang telah ada sejak zaman dulu.

"Ngomongin soal rasisme juga Menurut kita itu soal konsekuensi dari kolonialisme sendiri," ujarnya.

Baca Juga:Komisioner Komnas HAM Sebut Keluarga Gus Dur Bisa Bantu Damaikan Papua

Ia mencontohkan sejarah penjajahan Indonesia, ketika masyarakat Indonesia dipanggil monyet oleh masyarakat kolonial Belanda. Kisah ini sendiri oleh Novelis Pramoedya Ananta Toer diangkat dalam novel 'Bumi Manusia' dengan tokoh utama Minke anekdot dari Monkey.

Selain itu, ia mencontohkan masyarakat Afrika yang dulu diperbudak kolonialisme Amerika. Kala itu, orang-orang Afrika dianggap setengah manusia dan setengah binatang.

"Tuntutan kita salah satunya menghapuskan rasisme dan yang paling jauh kalau ngomongin soal penghapusan rasisme, kita melihat akarnya adalah kolonialisme itu sendiri," paparnya.

Lantaran itu, lanjutnya, mereka belum puas karena pelaku rasisme hanya sebagian yang baru ditetapkan sebagai tersangka. Padahal, menurutnya, masih banyak pelaku rasisme bahkan dari kalangan pejabat yang masih bergentayangan.

"Belum semua aparat dan pejabat di daerah yang mengungkapkan rasis itu, mereka belum ditangkap dan belum jelas bagaimana tindak lanjutnya pemerintah untuk menyelesaikan kasus rasisme itu sendiri," kata dia.

Kontributor : Rahmad Ali

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak