SuaraJogja.id - Sejumlah organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam tak diajak berembuk dan menjadi perwakilan Indonesia, dalam pertemuan ahli falak di Yogyakarta pada Rabu (9/10/2019).
Anggota Badan Hisab dan Rukyat Kementerian Agama RI Mutoha Arkanuddin mengatakan penyelenggara pertemuan berkonsentrasi pada ormas-ormas besar.
"Kalau di Indonesia asal Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah bersama itu tidak masalah. Kalau keduanya berbeda, itu seakan-akan separuh kanan separuh kiri," kata dia.
Alasan lainnya, pihak penyelenggara meyakini, ormas kecil yang ada tidak memiliki solusi atas permasalahan yang sedang terjadi perihal perhitungan kalender Islam tersebut. Melainkan hanya melaksanakan yang sudah diyakini.
Baca Juga:Ribuan Umat Islam Ikuti Doa Bersama Awal Tahun Hijriah
"Ketika mau undang mereka, tapi mereka tidak punya solusi, ngapain? Kami mungkin hanya memberi informasi, setelah ada kesimpulan dari pertemuan ini. Mau dilaksanakan silakan, tidak dilaksanakan silakan," katanya.
Pertemuan para ahli ilmu falak tersebut, dilaksanakan dalam rangka menyamakan persepsi teknik menghitung kalender Islam yang sangat dipengaruhi oleh penampakan hilal. Utamanya dalam menentukan awal bulan Zulhijah, Ramadan, Syawal.
Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin menjelaskan, melihat hilal merupakan salah satu syarat yang diperlukan untuk memulai dan mengakhiri Ramadan dan memasuki Syawal (Idulfitri), wukuf, dan lainnya.
Menurut dia, penetapan Idulfitri bukan hanya menentukan kapan mengakhiri Ramadan, melainkan memperhitungkan pula implikasi lainnya. Misal, ia menyebut dalam menentukan libur nasional Aparatur Sipil Negara (ASN) hingga program mudik bersama.
"Jangan dikira mudah, itu kompleks. Mudik bersama itu tradisi yang bermakna dalam bagi muslim nusantara," tuturnya.
Baca Juga:Sambut Tahun Baru Hijriah, Masyarakat Salat Berjemaah di Bundaran HI
Kontributor : Uli Febriarni