SuaraJogja.id - Malang nasib yang dialami oleh Heri Susanto (17), warga Pedukuhan Sraten, Desa Canden, Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul. Nyawanya tak tertolong meskipun sudah mendapat perawatan di RSUD Panembahan Senopati Bantul dan RS Panti Rapih Yogyakarta. Remaja ini meninggal karena dihantam bambu oleh orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) pada Jumat (28/2/2020) malam di Pedukuhan Pulokadang, Desa Sumberagung, Jetis.
Ditemui di rumahnya usai upacara penguburan jenazah Heri, ayah korban, Daliman, menuturkan awal mula kejadian tersebut. Pada Jumat sekitar pukul 20.30 WIB, anak sulungnya itu pamit hendak memesan kaus di perempatan Jetis bersama rekan kerjanya, Sugeng Riyadi (26), warga Gunungkidul. Keduanya lantas berangkat berboncengan sepeda motor.
Sekitar pukul 22.00 WlB, keduanya memutuskan untuk pulang melalui Kampung Pulokadang. Saat melintas di Pulokadang, mereka melihat ada orang berkerumun di pinggir jalan. Karena penasaran, mereka berdua menghentikan kendaraan dan mencoba bertanya kepada warga.
"Motornya dihentikan di seberang jalan orang berkerumun itu dan anak saya menunggu di motor," ungkap Dalima pada SuaraJogja.id, Sabtu (29/2/2020), di rumahnya.
Baca Juga:Idris Maju Lagi Jadi Wali Kota Depok, Akademisi UI: Sudah Cukup Lah
Kemudian Sugeng, lanjut Daliman, menyeberang untuk bertanya kepada warga dan meninggalkan korban sendirian di sepeda motor. Saat itu, Sugeng melihat ada orang yang mendekati korban dan tiba-tiba menyabetkan potongan bambu berukuran pipa besar ke korban.
"Anak saya itu coba bertanya kepada orang yang memukulnya itu. Anak saya mengira orang yang memukulnya itu pemuda di sana, wong pakaiannya bersih," tambahnya.
Sugeng menambahkan, ia bersama korban memang berhenti di kerumunan tersebut karena penasaran apakah ada copet atau apa. Ternyata warga berkerumun karena ada ODGJ yang memukul penjual angkringan.
"Tak tinggal nyebrang lha kok prak. [Orang yang menghampiri korban] nyabet pakai bambu. Saya kira kena motor, ternyata kena teman saya," ujarnya dengan suara parau.
Saat mendengar ada suara pukulan bambu tersebut, ia lantas menengok ke Heri, yang posisinya sudah terduduk di samping sepeda motor dengan memegangi pelipis kanan akibat pukulan tersebut. Usai memukul korban, ODGJ tersebut langsung melarikan diri.
Baca Juga:Keguguran, Nagita Slavina dan Raffi Ahmad Langsung 'Tancap Gas' Lagi
Setelah itu, Sugeng segera mengantar korban ke bidan yang lokasinya tidak jauh dari tempat pemukulan terjadi. Awalnya, korban bisa berjalan seperti tidak terjadi sesuatu. Namun sesampainya di depan klinik, tiba-tiba korban muntah dan tak sadarkan diri.
"Di tempat bidan cuma sebentar lantas dirujuk ke RSUD Panembahan Senopati," ujarnya.
Di RSUD Panembahan Senopati, perlahan-lahan kondisi korban terus mengalami penurunan. Korban sempat membaik sekitar pukul jam 24.00 WIB, tetapi kondisinya kembali drop, sehingga pihak rumah sakit memutuskan untuk mengirimnya ke Rumah Sakit Panti Rapih, yang dianggap lebih memadai.
Sesampainya di Rumah Sakit Panti Rapih sekitar pukul 01.00 WIB, korban sudah dalam keadaan koma dan kondisinya terus menurun. Usai mendapatkan perawatan intensif dari pihak rumah sakit, nyawa korban tak juga berhasil diselamatkan.
"Heri meninggal sekitar pukul 3.35 WIB," ungkap Sugeng.
Pelaku mantan anggota Satpol PP
Usai memukul korban, pelaku sendiri langsung kabur ke kebun tebu yang berada di seberang sungai di Pulokadang. Namun polisi bersama-sama warga berhasil menangkapnya. Bahkan, warga yang geram sempat menghakimi pelaku pemukulan tersebut sebelum akhirnya ia diboyong ke Mapolsek Jetis.
Pada Sabtu siang, kepolisian memanggil petugas Puskesmas I Jetis untuk melakukan pemeriksaan kondisi kejiwaan pelaku. Benar saja, berdasarkan pemeriksaan sementara oleh petugas dan keterangan dari kerabat pelaku, pelaku memanglah ODGJ.
"Pelaku itu ODGJ. Ada surat keterangannya dari rumah sakit jiwa," tutur Bhabinkamtibmas Desa Sumberagung Brigadir Amat Rifa'i di Mapolsek Jetis, Sabtu.
Rifa'i menyebutkan, pelaku adalah AS (40), warga Pedukuhan Gatak, Sumberagung. Menurut keterangan dari kerabatnya, AS adalah ODGJ kambuhan. Pelaku sudah dua tahun ini menggelandang tak kembali ke rumah saudaranya di Gatak.
Keluarga pelaku sendiri, yaitu kakak dan adiknya, saat ini tinggal di Bogor, Jawa Barat. Pelaku Sebenarnya memang bukan warga Gatak dan tidak diterima di sana karena perangainya yang buruk sering kambuh dan dianggap membahayakan warga setempat.
"Sabtu ini kami memutuskan untuk mengirimnya ke RSJ Pakem untuk diperiksa sebelum kasusnya berlanjut," tambah Rifa'i.
Ia menambahkan, ketika diperiksa pun, kejiwaan pelaku memang seperti goyah. Bahkan, ketika pihak kepolisian memeriksanya dengan memberikan berbagai pertanyaan, AS langsung naik pitam. Namun, ketika petugas Puskesmas yang berjenis kelamin perempuan memeriksanya, dengan lancar pelaku bisa menjawabnya.
"Tetapi kalau kebanyakan pertanyaan langsung marah. Kadang nyambung kadang tidak," ungkapnya.
Salah seorang kerabat pelaku yang mendampingi ke RSJ, yang tak bersedia disebutkan namanya, mengatakan, pelaku memang mengalami gangguan jiwa. Keluarganya yang berada di Bogor sudah menyerah dan tidak bisa merawatnya kembali.
"Kami itu pernah mengirimnya ke Bogor, tapi katanya langsung menghilang, dan tiba-tiba dua tahun kemudian sudah sampai ke Gatak lagi," ujarnya.
Di Gatak, sudah tidak ada keluarga dengan garis keturunan langsung dari orang tua pelaku. Dirinya sendiri hanyalah sepupu jauh karena mertuanya adalah sepupu orang tua pelaku, sehingga di Gatak memang tidak ada yang merawat pelaku, dan pelaku pun memilih untuk menggelandang.
Menurut dia, badan pelaku memang cukup terawat dan bahkan cenderung kekar. Pelaku sendiri pernah menjadi sekuriti dan juga anggota Satpol PP. Pelaku mengalami gangguan jiwa konon kabarnya karena tidak berhasil naik pangkat.
"Sudah ngebet naik pangkat tetapi ternyata gagal. Ya jadi stres kayak gini," tambahnya.
Kontributor : Julianto