SuaraJogja.id - Ketika sebagian besar masyarakat kekinian larut dalam dunia yang serba digital, tapi nyatanya Abi Thoyib Norcahyo justru asyik menikmati dunia manual. Salah satunya yang saat ini masih digemarinya yakni bertahan dengan menggunakan mesin tik.
Abi mengenal mesin tik pada 2017, kala ia masih menjadi guru di SDN Jetisharjo. Kalau ditanya profesi apa yang dimilkinya sekarang? Ia tetaplah seorang guru, tepatnya Guru Seni Budaya di SMPN 15 Yogyakarta.
Tak lama setelah mengenal mesin tik yang dikenalkan rekan kerjanya, Abi kemudian mencari mesin tik dan menemukan mesin tik incarannya, di sebuah situs jual beli daring. Ia pun masih teringat betul merek mesin tik yang membuatnya jatuh hati itu dibelinya dengan harga Rp150.000.
Bukan untuk mendukung pekerjaan, Abi menggunakan mesin tik itu untuk membuat puisi. Romantisme, alasan Abi kala itu.
Baca Juga:Perguruan Tinggi di Jogja Pertanyakan Teknis Program Kampus Merdeka Nadiem
Lelaki 26 tahun ini juga menilai, ada sesuatu bernilai otentik kala mengetik menggunakan mesin tik.
"Waktu salah ketik. Tidak bisa dihapus, tapi dicoret. Ini yang menunjukkan bahwa ketikan yang telah dicetak, terbukti menggunakan mesin tik," ungkapnya, dijumpai di sebuah kedai kopi, Sabtu (29/2/2020).
Lalu di tahun yang sama, ia menggagas jasa ketik puisi on the spot bernama Puisi Seketika. Kendati ide itu sudah tercetus sejak 2014, kali pertama Abi menggelar lapaknya itu di perhelatan Forum Kesenian Yogyakarta [sekarang berubah menjadi Festival Kebudayaan Yogyakarta].
"Waktu itu saya bersama mantan kekasih bertemu dengan seorang kakek tua yang membacakan puisi di Pantai Parangtritis," tutur lulusan Pendidikan Seni Rupa Universitas Negeri Yogyakarta ini.
Tak dipungkiri, sempat ada keraguan puisi yang ia jual nantinya tidak laku. Tapi tentu Abi tak mundur begitu saja, buktinya ia sudah memiliki ribuan karya 'mendadak'.
Baca Juga:Jalan-Jalan ke Jogja, Najwa Shihab Bergaya Trendi Pakai Batik dan Sneakers
"Pembeli tinggal menyodorkan tema kepada saya. Lalu dengan intuisi, saya menyusun puisi sesuai tema tadi. Tidak sampai lima menit," ungkap lelaki yang mematok harga Rp10.000 untuk selembar puisi itu, sebagai harga untuk kertas dan alat.