Jatuh Cinta Pada Mesin Tik, Abi Pernah Ketik Hingga 10 Jam Lamanya

Abi mengenal mesin tik pada 2017, kala ia masih menjadi guru di SDN Jetisharjo.

Galih Priatmojo
Minggu, 01 Maret 2020 | 12:29 WIB
Jatuh Cinta Pada Mesin Tik, Abi Pernah Ketik Hingga 10 Jam Lamanya
Abi penggemar mesin tik kala dijumpai di sebuah kedai kopi, Sabtu (29/2/2020) malam.(kontributor/uli febriarni)

SuaraJogja.id - Ketika sebagian besar masyarakat kekinian larut dalam dunia yang serba digital, tapi nyatanya Abi Thoyib Norcahyo justru asyik menikmati dunia manual. Salah satunya yang saat ini masih digemarinya yakni bertahan dengan menggunakan mesin tik.

Abi mengenal mesin tik pada 2017, kala ia  masih menjadi guru di SDN Jetisharjo. Kalau ditanya profesi apa yang dimilkinya sekarang? Ia tetaplah seorang guru, tepatnya Guru Seni Budaya di SMPN 15 Yogyakarta. 

Tak lama setelah mengenal mesin tik yang dikenalkan rekan kerjanya, Abi kemudian mencari mesin tik dan menemukan mesin tik incarannya, di sebuah situs jual beli daring. Ia pun masih teringat betul merek mesin tik yang membuatnya jatuh hati itu dibelinya dengan harga Rp150.000.

Bukan untuk mendukung pekerjaan, Abi menggunakan mesin tik itu untuk membuat puisi. Romantisme, alasan Abi kala itu.

Baca Juga:Perguruan Tinggi di Jogja Pertanyakan Teknis Program Kampus Merdeka Nadiem

Lelaki 26 tahun ini juga menilai, ada sesuatu bernilai otentik kala mengetik menggunakan mesin tik. 

"Waktu salah ketik. Tidak bisa dihapus, tapi dicoret. Ini yang menunjukkan bahwa ketikan yang telah dicetak, terbukti menggunakan mesin tik," ungkapnya, dijumpai di sebuah kedai kopi, Sabtu (29/2/2020). 

Lalu di tahun yang sama, ia menggagas jasa ketik puisi on the spot bernama Puisi Seketika. Kendati ide itu sudah tercetus sejak 2014, kali pertama Abi menggelar lapaknya itu di perhelatan Forum Kesenian Yogyakarta [sekarang berubah menjadi Festival Kebudayaan Yogyakarta]. 

"Waktu itu saya bersama mantan kekasih bertemu dengan seorang kakek tua yang membacakan puisi di Pantai Parangtritis," tutur lulusan Pendidikan Seni Rupa Universitas Negeri Yogyakarta ini.

Tak dipungkiri, sempat ada keraguan puisi yang ia jual nantinya tidak laku. Tapi tentu Abi tak mundur begitu saja, buktinya ia sudah memiliki ribuan karya 'mendadak'.

Baca Juga:Jalan-Jalan ke Jogja, Najwa Shihab Bergaya Trendi Pakai Batik dan Sneakers

"Pembeli tinggal menyodorkan tema kepada saya. Lalu dengan intuisi, saya menyusun puisi sesuai tema tadi. Tidak sampai lima menit," ungkap lelaki yang mematok harga Rp10.000 untuk selembar puisi itu, sebagai harga untuk kertas dan alat. 

Laiknya penulis kebanyakan, Abi juga membukukan puisi yang buat kala ia membuka lapak dari cafe satu ke cafe lainnya, di wilayah Yogyakarta. Sedangkan untuk karya lainnya, ia pasrah. Jelas, karya itu sudah di tangan pembeli. Tanggung jawab berganti tuan. 

"Saya percaya, merek [pembeli] akan merawatnya," ucapnya. 

Ada sejumlah pengalaman di antara beribu kisah mengena, yang ia temukan kala mengetik Puisi Seketik untuk pelanggan. khususnya dengan tema Kangen. 

Misalnya, kala lapak pertama di FKY 2017. Ada seorang ibu dan anak, datang ke lapaknya, memesan puisi dengan tema kangen. Kangen dengan si bapak yang berada nun jauh di Sulawesi. Pelanggan lain, seorang lelaki muda yang kangen dengan neneknya. 

Pengalaman lain, kala ia menggunakan mesin tiknya nyaris 10 jam, sewaktu membuka lapak Puisi Seketika di Kota Solo. Selain itu, ia pernah membawa mesin tiknya saat mendaki Gunung Ungaran. Selama mendaki, ia membuatkan puisi dari keadaan yang dialaminya dan permintaan teman-temannya.   

Puisi karya Abi tak dicetak di atas kertas biasa. melainkan di atas kertas daur ulang yang dibuatnya sendiri. 

Memiliki empat mesin tik, Abi lebih suka menggunakan mesin tik dengan abjad latin untuk membuat puisinya. Mesin tik itu ia beri nama Berlyn.

Untuk perawatan, Abi mengaku tidak pernah mengalami kesulitan. Hanya cukup dibersihkan secara teratur dan memberikan minyak mesin jahit untuk sejumlah suku cadang penting pada mesin tiknya. 

Kini, ia punya keinginan menambah koleksi mesin tiknya dengan mesin tik berhuruf aksara Jawa.

"Susah ditemukan, karena di masa lalu, pembuatan aksara langsung dikerjakan orang Kraton," kata dia.

Kontributor : Uli Febriarni

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak