APD RS di Jogja Menipis, Twitter Kembali Munculkan Daya Magisnya

Bukan hanya pakaian, nyatanya, gerakan ini juga menyenggol mahasiswa UGM yang membuat purwarupa pelindung wajah berbahan akrilik.

Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana
Rabu, 25 Maret 2020 | 07:05 WIB
APD RS di Jogja Menipis, Twitter Kembali Munculkan Daya Magisnya
Sejumlah relawan APD untuk RS dan faskes, yang tergerak berkat unggahan Twitter, dalam aktivitasnya menyiapkan APD. - (Twitter/@budhihermanto)

SuaraJogja.id - Alat pelindung diri (APD) di sejumlah rumah sakit (RS) yang turut menangani kasus COVID-19 jumlahnya menipis. Merasa tergerak dengan kondisi itu, sejumlah orang membuat gerakan sosial untuk memproduksi massal APD yang disalurkan gratis bagi RS dan fasilitas kesehatan (faskes) lain.

Gerakan yang diinisiasi oleh sejumlah orang dari berbagai bidang itu viral di media sosial, terutama Twitter, berulang kali dicuitkan ulang dan disukai penghuni jagad Twitter. Tak jarang, ungkapan khas Twitter "ayo gunakan daya magismu" (Twitter please do your magic) menjadi satu kalimat populer kekinian. Salah satu dari sejumlah inisiator dan yang terjun langsung dalam gerakan pengadaan APD itu adalah pemilik akun @budhihermanto.

Usai meminta bantuan sejumlah pihak untuk mendapatkan kontak Budhi, maka wartawan langsung menghubungi sang tuan akun. Kala dihubungi lewat sambungan telepon, ia langsung bercerita panjang lebar.

Kegelisahannya muncul dalam perjalanannya pergi-pulang ke Jakarta, tiga pekan lalu. Walau hal itu sudah biasa baginya, tetapi mengingat COVID-19 sedang mewabah, maka saat itu ia harus mulai diperiksa suhu tubuhnya. Bahkan, walau tak memenuhi sejumlah syarat untuk tes COVID-19, ia nekat ingin mengikuti tes. Singkat cerita, apa yang dilakukannya hari ini bersama banyak orang, seakan berputar balik pada isi kepalanya tiga hari lalu.

Baca Juga:Launching Virtual, Harga MG ZS Belum Tembus Rp 300 Juta

"Tiga hari lalu saya kepikiran, APD tidak ada, teman saya baik perawat, bahkan petugas yang ada di pendaftaran [di faskes], mereka tidak punya APD. Saya telepon ke semua teman, punya penjahit tidak, oh ada, saya telepon-telepon [cari penjahit]," ungkap lelaki yang juga pegiat Masyarakat Peduli Media itu pada SuaraJogja.id, Selasa (24/3/2020).

Dari rangkaian pembicaraan itu, ada salah satu penjahit yang spontan yang kemudian ia tanya, apakah bisa menjahitkan mantel seperti yang dikenakan oleh tenaga medis.

"Pada mau, tidak usah pakai ongkos, awalnya gitu. Siang hari saya iseng di Twitter, tukang jahit bisa punya perasaan seperti itu, ternyata masih ada orang baik," kata Budhi, yang sempat menjadi dosen tamu prodi Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) itu.

Berangkat dari sana, ia menyampaikan unek-unek lewat cuitannya. Bahkan ia tak ada niatan memobilisasi penjahit. Namun pada akhirnya ia menemukan tiga penjahit di Yogyakarta yang mau membuat purwarupa dengan kain yang tidak tembus dan tahan air atau waterproof. Bahkan, dari hasil diskusi dengan dokter yang ia kenal, hasil jahitan tersebut sudah bagus.

Sejumlah relawan APD untuk RS dan faskes, yang tergerak berkat unggahan Twitter, dalam aktivitasnya menyiapkan APD.  - (Twitter/@budhihermanto)
Sejumlah relawan APD untuk RS dan faskes, yang tergerak berkat unggahan Twitter, dalam aktivitasnya menyiapkan APD. - (Twitter/@budhihermanto)

"Tidak usah ngomong standar, barang itu dibutuhkan, akhirnya jadi rame di Twitter, si A berhasil, B berhasil. Banyak teman dari Jakarta, Bandung, saya tidak tahu sampeyan penjahit atau punya garmen, bantulah. Ini polanya, ini gambarnya, bahannya itu, silakan bikin dan bagikan ke temen medis yang ada di sekitarnya. Hanya itu yang bisa saya lakukan," ungkapnya.

Baca Juga:Eks Barcelona Sarankan Messi dan Ronaldo Main di Liga Belarusia

Budhi berpikir, hal kecil bisa dilakukan oleh banyak orang dan bermanfaat untuk membantu paramedis, sekaligus menyemangati banyak orang bahwa kita bisa menghadapi situasi ini.

Kalau dihitung kebutuhan APD RS, lewat simulasi, Budhi mencontohkan, RSUP Dr Sardjito memiliki 10 PDP yang intens harus dirawat. Satu pasien ditangani tiga orang paramedis yang harus menggunakan APD selama 12 jam. Maka dibutuhkan sekitar 30 APD per hari, dikalikan berapa hari pasien itu dirawat.

"Saya juga di-mention para para dokter dan perawat di puskesmas dan faskes kecil, yang mana mereka kedatangan pasien dan kita tidak tahu batuk, flu, pilek, dan kita tidak tahu mereka positif atau tidak. Mereka juga butuh," tuturnya, seraya mengajak lebih banyak orang lagi bisa terlibat dari gerakan sosial ini. Perihal ongkos, Budhi rela bila penjahit akan menghitungnya.

Setidaknya ada dua jenis pakaian APD yang diproduksi oleh gerakan para penjahit, yaitu APD sekali pakai berbahan spound, dan ada yang bisa dipakai ulang, tetapi harus dicuci dengan larutan disinfektan.

"Yang saya buat, bisa dipakai ulang dan harus disemprot nantinya. Dengan bahan semacam parasut, air tidak bisa nempel," kata dia.

Selama gerakan ini berjalan, pembuatan APD dalam bentuk pakaian tadi dibuat dengan ongkos patungan. Penjahit ia beri bahan sepanjang 3,5 meter untuk 1 pakaian. Total biayanya hampir Rp90.000 untuk 1 pakaian termasuk benang dan resleting.

"Penjahitnya tidak minta dibayar, tapi waktu itu karena spontan bayangan dia cuma buat 1 sampai 5, tapi begitu banyak, enggak mungkin juga saya enggak bayar orang. Yang tahap pertama, saya benar-benar enggak bayar. Jadi saya ada Rp1 juta, untuk 1 pekan buat penjahit. Beliin makan siang. Itu yang saya lakukan," kata Budhi.

Purwarupa pakaian APD ini rencananya akan dikirim ke empat RS, yaitu RSUP Dr Sardjito, RS Panembahan Senopati, RSUD Wates, dan RSUD Kota Yogyakarta. Masing-masing mendapat 20-30 pakaian APD dan masih akan didiskusikan bersama.

"Saya dengar tadi pagi ada dari Bantul yang juga buat dari bahan spound, kalau itu bisa nanti akan saya ajak koordinasi untuk suplay Bantul dan RS Panembahan Senopati. Tidak hanya Panembahan, namun juga PKU Bantul, RS UII. Kalau yang japri saya banyak banget, sampai Puskesmas Dlingo juga chat," terangnya.

Bukan hanya pakaian, nyatanya, gerakan ini juga menyenggol mahasiswa UGM yang membuat purwarupa pelindung wajah berbahan akrilik.

"Sesungguhnya ini kan tidak terencana, karena case kan dapat cerita bahwa teman-teman medis paling berisiko. Nah banyak data paramedis di Jakarta yang terpapar sekian, dapat kabar dokter meninggal," ucapnya.

Ia berharap, gerakan kecil yang ia lakukan bersama banyak orang bisa membantu dan menginspirasi banyak orang mau peduli dengan paramedis dengan membuatkan APD. Selain itu, masyarakat tidak usah bebal, istirahat, dan buatlah jarak sosial, agar tidak ada lagi pasien yang menumpuk di RS.

Sementara itu, akun Twitter @desem milik Desem Ashari, ditandai oleh Budhi, berbarengan dengan unggahan salah satu pakaian APD berbahan spound semi steril, yang diusahakan oleh Desem dan timnya.

"Yang jahit masih penjahit sendiri," ujarnya, kala dikonfirmasi lewat aplikasi pesan singkat.

Sedangkan pemilik akun twitter @rokhims27 juga turut ambil bagian dalam karya magis yang digerakkan oleh Twitter. Ia bersama dosen dan timnya sedang memproses purwarupa pembuatan bilik semprot antiseptik, yang sempat dipublikasikan kala diujicobakan di Samsat Yogyakarta.

"Kalau teman face shields sudah lumayan jauh, kalau saya baru saja join," ujarnya.

Kontributor : Uli Febriarni

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini