Pemerintah Tak Tegas, Pakar UGM Desak Ada Larangan Mudik Lebaran

Munawar juga menyoroti pertimbangan pemerintah akan aspek ekonomi, yang menyebabkan pemerintah tidak melarang mudik.

Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana
Senin, 06 April 2020 | 18:30 WIB
Pemerintah Tak Tegas, Pakar UGM Desak Ada Larangan Mudik Lebaran
Sejumlah pemudik dengan sepeda motor melintas di jalur pantura, Cirebon, Jawa Barat, Kamis (30/5). [ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan]

SuaraJogja.id - Bulan Ramadan tak lama lagi tiba, disusul hari raya Idulfitri. Lonjakan jumlah warga yang mudik atau pulang kampung pun perlu diantisipasi di tengah pandemi COVID-19 saat ini. Namun, seorang pakar tranpsortasi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) menilai, sampai saat ini pemerintah tak tegas dalam memperhitungkan pencegahan penularan penyakit yang disebbakan virus corona SARS-CoV-2 itu.

Secara umum, sebenarnya pemerintah sudah mengingatkan masyarakat untuk menjaga jarak fisik (physical distancing) dua meter dan menerapkan isolasi diri selama 14 hari bagi pemudik, tetapi bagi Guru Besar Teknik Sipil UGM Ahmad Munawar, itu tak cukup.

Munawar mengharapkan agar pemerintah alangkah baiknya mempertegas pelarangan mudik. Sebab, berdasarkan analisisnya, penyebaran COVID-19 tidak bisa dihindari selama prosesi mudik ini.

"Meski masyarakat menggunakan kendaraan pribadi, penyebaran juga akan terjadi di rest area," ujarnya, Senin (6/4/2020), dikutip dari rilis yang diterima SuaraJogja.id.

Baca Juga:FIFPro: Tidak Semua Pesepakbola Layak Rasakan Pemotongan Gaji

Di samping itu, penerapan isolasi selama 14 hari di kampung halaman pemudik, menurut Munawar, juga tidak akan berjalan lancer karena jumlah pemudik mencapai jutaan orang.

"Isolasi ini mengharapkan pemerintah daerah sasaran mudik untuk mempersiapkan ratusan bahkan ribuan peralatan serta fasilitas. Hal ini malah akan memberatkan pemerintah daerah. Jika tidak siap, malah akan menyebabkan pandemi ini menyebar di daerah mereka," terangnya.

Lantas, Munawar menyatakan, jika memungkinkan, pemerintah harus tegas melarang mudik dengan membatasi, bahkan kalau mungkin, menyetop angkutan umum bus antarkota, kereta api jarak jauh, dan pesawat. Selain itu, penutupan jalan arteri dan jalan tol yang menghubungkan antarprovinsi juga bisa menjadi solusi pencegahan.

Tak lepas dari larangan yang diusulkannya, Munawar juga memperhatikan kerugian masyarakat yang bekerja di sektor transportasi, utamanya jika mudik dilarang. Ia menyatakan, saat ini pun sudah terasa dampaknya. Kendati demikian, ia mengungkapkan bahwa saat ini sedang ada negosiasi dengan pemerintah tentang kompensasi bagi mereka.

"Saya harap pemerintah segera memberikan bantuan sosial atau BLT kepada mereka yang berdampak, tidak hanya pekerja angkutan umum, tetapi juga pekerja harian dan mereka yang memerlukannya. Hentikan untuk sementara proyek-proyek besar infrastruktur, gantikan dengan bantuan sosial. Berikan keringanan cicilan bank, kalau mungkin penundaan cicilan kepada mereka yang memerlukan," tutur anggota Dewan Penasehat Forum Studi Transportasi Antar Perguruan Tinggi ini.

Baca Juga:Saddil Jadi Tersangka, Indra: Insya Allah Masalahnya Selesai

Tak hanya itu, Munawar juga menyoroti pertimbangan pemerintah akan aspek ekonomi, yang menyebabkan pemerintah tidak melarang mudik. Ia mengakui, memang kerugian ekonomi tidak bisa dihindari. Dalam kondisi pandemi seperti sekarang ini, kata dia, perekonomian jelas akan terpuruk. Munawar pun mempertanyakan, "Mana yang lebih penting, ekonomi atau nyawa rakyat?"

"Presiden Ghana Nana Akufo-Addo, ketika menerapkan lockdown di negaranya, menyampaikan sebuah pidato. Ia menyatakan "We know how to bring economy back to live, but what we do not know is how to bring people back to life." Ekonomi bisa diperbaiki kembali, tetapi rakyat yang meninggal tidak bisa dihidupkan kembali," tegas Munawar.

Dirinya pun berpesan kepada masyarakat Indonesia, terutama yang ingin bermudik, bahwa kesehatan keluarga, terutama orang tua, jauh lebih penting daripada bertemu langsung dengan mereka.

"Sudah ada contoh di RS Adam Malik, Medan, anak muda yang mudik, kelihatannya sehat, ternyata carrier pembawa virus. Akhirnya, berdampak pada orang tua yang dikunjungi. Rindu untuk sementara dapat diobati via video call. Ini juga yang saya lakukan ke kedua anak saya yang ada di Surabaya dan Australia," terang Munawar.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak