SuaraJogja.id - Terduga pelaku kekerasan seksual di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Ibrahim Malik alias IM, rupanya tak hanya dilaporkan melakukan aksinya di UII saja, melainkan juga di University of Melbourne, Australia, tempatnya menempuh pendidikan saat ini. Kasus kekerasan seksual UII ini sontak menjadi sorotan media asing.
Dilansir ABC Australia, Sabtu (9/5/2020), Ibrahim merupakan penerima "Australia Award Scolarship", program beasiswa dari Departemen Luar Negeri dan Perdagangan (DFAT) Australia yang diberikan pada masyarakat di negara berkembang supaya memiliki kesempatan belajar di Negeri Kanguru. Dengan beasiswa tersebut, kini alumnus Arsitektur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) UII itu berstatus mahasiswa University of Melbourne.
Selama berkuliah di Melbourne, Ibrahim diduga mengulangi aksi kekerasan seksual berupa pelecehan seksual pada dua mahasiswi. Keduanya termasuk bagian dari 30 perempuan yang melaporkan kekerasan seksual Ibrahim ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta.
Kepada Hellena Souisa dari ABC News, dua alumni University of Melbourne itu mengungkapkan mengalami pelecehan seksual dari Ibrahim saat masih berstatus mahasiswi.
Baca Juga:Mau Jadi Petinju Profesional? Ini 3 Syarat yang Harus Dipenuhi
"Saya merasa dia melampau batas personal saya. Dia duduk sangat dekat sampai saya bisa merasakan napasnya," kata salah satu dari mereka, menambahkan bahwa tangan Ibrahim juga lebih dari sekali menyentuh beberapa bagian tubuhnya, sehingga membuatnya terganggu.
Perilaku Ibrahim ini tak ayal mengejutkan mahasiswi tersebut. Pasalnya, seperti di UII, di Melbourne Ibrahim dikenal aktif dalam beragam kegiatan keagamaan dan sering diundang sebagai penceramah di masjid-masjid.
Bertolak belakang dengan citranya sebagai ustaz, menurut alumnus University of Melbourne yang bercerita pada ABC News, Ibrahim tak menerapkan ajaran Islam dengan baik, seperti berada di dalam satu ruangan hingga duduk berdekatan dengan lawan jenis.
Penyintas lainnya mengungkapkan, pada 2018 Ibrahim tiba-tiba berusaha memegang tangannya. Sontak ia terkejut melihat sikap Ibrahim.
"Kamu bukan mahram," katanya kala itu, mengingatkan bahwa menurut ajaran Islam, bersentuhan dengan lawan jenis di luar pernikahan itu dilarang.
Baca Juga:Baku Hantam Tentara di Perbatasan: India Konfirmasi, China Bantah
Lalu, lanjutnya, ia mengingatkan posisi Ibrahim sebagai ustaz, tetapi malah Ibrahim kemudian mencoba memeluknya. Menurut keterangannya, Ibrahim pernah meminta maaf, tetapi kemudian mengulangi perilakunya di kesempatan lain dengan cara yang berbeda.
Penyintas kekerasan seksual ini menyatakan takut melapor karena khawatir tidak ada yang percaya, mengingat Ibrahim memiliki reputasi yang bagus sebagai sosok yang religius.
"Saya rasa saat itu saya belum teredukasi tentang pelecehan seksual," ujarnya.
Satu dari dua korban Ibrahim itu mengatakan sudah melaporkan dugaan aksi pelecehan seksual Ibrahim ke Safer Community Program di universitas dan kini sedang dalam proses mengajukan laporan resmi. Pihak universitas sendiri membenarkan bahwa dua alumninya telah menghubungi universitas untuk melaporkan dugaan pelecehan seksual yang melibatkan seorang mahasiswa yang masih aktif.
"Kedua alumni itu sudah diberi pendampingan, dan universitas meyakinkan bahwa informasi tambahan dari mereka akan diselidiki," kata perwakilan University of Melbourne. "Universitas juga telah menghubungi mahasiswa laki-laki itu dan menawarkan pendampingan serta bantuan."
Sementara itu, juru bicara DFAT, yang memberikan beasiswa pada Ibrahim, juga mengatakan bahwa pihaknya sudah mengetahui tentang adanya dugaan pelecehan seksual penerima beasiswanya. Berdasarkan penuturannya yang dilaporkan ABC News, proses investigasi tengah berjalan di bawah kendali universitas tempat Ibrahim belajar.
Sejauh ini, DFAT mengatakan belum bisa memberikan tanggapan lebih jauh sampai University of Melbourne selesai melakukan penyelidikan.
Ibrahim membantah semua tuduhan pelecehan seksual
Kendati sudah ada 30 perempuan yang melaporkannya pada LBH Yogyakarta hingga pihak kampus melakukan penyelidikan, Ibrahim membantah segala tuduhan terhadapnya tentang pelecehan seksual. Salah satu pernyataan bantahannya ia unggah di akun Instagram @_ibrahimmalik_ pada Sabtu (2/5/2020) lalu, di mana ia menyebut dirinya mendapat "serangan fajar pembunuhan karakter".
Pernyataan yang tak jauh beda juga ia sampaikan dalam wawancara dengan ABC News. Ibrahim mengatakan bahwa tuduhan pelecehan seksual baik di Indonesia maupun Australia ini telah merusak reputasinya dan menyebabkan jadwalnya untuk datang sebagai pembicara di kegiatan keagamaan selama bulan Ramadan dibatalkan.
"Saya tidak merasa melakukannya dan saya tidak pernah melakukannya," ujar Ibrahim, menjawab pertanyaan tentang dugaan bahwa ia pernah melecehkan perempuan lewat telepon dan pesan tertulis.
Terkait laporan sejumlah penyintas yang menceritakan bahwa selama kuliah di UII Ibrahim pernah melakukan aksi pelecehan seksual, dengan modus menjual buku, hingga menyentuh mahasiswi yang membeli bukunya dan mencoba memeluk dari belakang saat di kosnya, Ibrahim juga mengelak.
"Nah kalau itu perlu ada bukti. Saya tidak tahu seperti apa kasusnya," kata dia. "Sikap saya masih sama. Saya tidak bersalah seperti yang dituduhkan. Mereka hanya menduga-duga, tetapi mereka tidak punya bukti jelas, dan saya tidak diberi kesempatan untuk menyampaikan klarifikasi."
Ia pun juga membantah dugaan pelecehan seksual yang dilaporkan dua perempuan di Melbourne.
"Kalau di Melbourne, dugaannya saya pernah melakukan itu, saya tanya dulu pada Anda: Siapa korbannya? Terus, kalau saya pernah melakukan dan bersalah atas aksi tersebut, kenapa dia tidak langsung melapor ke pihak universitas atau ke polisi?" jawab Ibrahim.
LBH Yogyakarta catat ada 30 penyintas pelecehan seksual Ibrahim
Sebelumnya diberitakan SuaraJogja.id, Meila Nurul Fajriah, mewakili LBH YOgyakarta, mengatakan bahwa pelecehan seksual Ibrahim dilakukan dalam rentang waktu 2016 hingga 11 April 2020. Tercatat, ada sekitar 30 orang penyintas yang datanya sudah diperbarui oleh tim kuasa hukum bersama Aliansi UII Bergerak.
Meila menjelaskan, pihaknya tidak dapat menceritakan satu per satu kronologi dari keseluruhan kasus yang masuk karena berkaitan dengan privasi para penyintas.
Hanya saja, dugaan pelecehan seksual yang dilakukan Ibrahim sangat beragam, mulai dari pelecehan secara verbal hingga video call sembari menunjukkan alat kelaminnya.
"Saya akan menyebutkan beberapa di antara isi kalimat percakapan yang disampaikan Ibrahim, seperti 'Coba kamu bayangin aku ada di atas kamu' atau ada juga bertanya seperti ini 'Kamu di kos? Sendirian?' atau ada juga 'Lihat deh, punyaku gede kan? [sambil menunjukan alat kelaminnya]," ungkap Meila dalam keterangan tertulisnya, Senin (4/5/2020).
Dari pengaduan, para penyintas antara lain mengharapkan supaya pelaku mengakui seluruh tindakan kekerasan seksualnya kepada publik dengan tidak menyebutkan nama penyintas. Selain itu, mereka juga berharap, tidak ada lagi institusi, komunitas, organisasi, maupun sekelompok orang yang memberikan panggung bagi Ibrahim untuk menjadi penceramah, pemateri, ataupun segala bentuk glorifikasi, termasuk di dalam UII.
UII bakal cabut gelar mawapres Ibrahim
Menanggapi ramainya tuntutan untuk menindak Ibrahim secara tegas, pihak UII menyatakan akan mencabut gelar mahasiswa berprestasi (mawapres) yang dianugerahkan untuk Ibrahim. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat UII Ratna Permata Sari menyebutkan, langkah-langkah penindaklanjutan laporan diambil dengan tetap menghormati proses hukum yang sedang berjalan, sampai diperolehnya kepastian tentang kebenaran kasus tuduhan pelecehan dan atau kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh Ibrahim.
"UII akan mencabut gelar mahasiswa berprestasi yang diberikan kepada IM pada 2015, setelah mempelajari keterangan yang diberikan oleh korban atau penyintas," ujarnya, Minggu (3/5/2020).
Sebelum itu, Rektor UII Fathul Wahid juga telah menyampaikan akan membentuk tim khusus untuk mengusut kasus. Selain itu, jika benar Ibrahim pelaku kekerasan seksual, maka, kata dia, tidak ada lagi ruang baginya di UII, termasuk mengisi seminar.