Sengketa Ahli Waris Paku Alam Ground di Kulon Progo Kembali Berlanjut

"Kalau memang menurut data, lahan yang sudah dikonsinyasi sebelumnya merupakan hak waris dari Moersoedarinah yang tidak lain nenek dari klien kami," ujar Belly.

M Nurhadi | Hiskia Andika Weadcaksana
Kamis, 11 Juni 2020 | 06:26 WIB
Sengketa Ahli Waris Paku Alam Ground di Kulon Progo Kembali Berlanjut
Yogyakarta International Airport (YIA) Kulon Progo - (SUARA/EleonoraPEW)

SuaraJogja.id - Konflik sengketa waris atas lahan Paku Alam Ground (PAG) di Bandara Yogyakarta International Airport (YIA) yang melibatkan keluarga keraton kembali berlanjut.

Kali ini babak barberlanjut setelah salah satu ahli waris atas tanah mendatangi Pengadilan Negeri (PN) Wates Kulon Progo, Rabu (10/6/2020) untuk meminta kejelasan status ahli warisnya.

Belly Vidya Satyawan Daniel Karamoy, Pengacara dari BRM Moenir Cakraningrat salah satu cucu dari Moersoedarinah yang mengklaim sebagai salah satu ahli waris tanah tersebut mengatakan, kedatangannya ke PN Wates bertujuan meminta ketegasan dari PN Wates untuk memberikan informasi sekaligus surat salinan pencairan konsinyasi yang dilakukan Puro Pakualaman.

"Kalau memang menurut data, lahan yang sudah dikonsinyasi sebelumnya merupakan hak waris dari Moersoedarinah yang tidak lain nenek dari klien kami," ujar Belly kepada awak media, Rabu (10/6/2020).

Baca Juga:Tak Peduli Corona, Mahfud Minta Pilkada Tetap Digelar 9 Desember

Belly menjelaskan, silsilah dan hak waris dari BRM Moenir Cakraningrat atas lahan bandara di Temon, Kulon Progo tersebut berasal dari Paku Buwono (PB) X yang diketahui memiliki dua permaisuri. Permaisuri pertama adalah Moersoedarina yang merupakan putri dari HB VII.

Kemudian Moersoedarinah mempunyai anak yang diketahui bernama Koestidjah atau Pembayun. Empat anak yang lahir dari rahim Pembayun tersebut salah satunya adalah BRM Moenir Cakraningrat.

"Jadi menurut pemikiran klien kami yang tak lain ahli waris atas tanah tersebut, ada penyalahgunaan wewenang atas pengambilan uang konsinyasi lahan bandara yang sudah dilakukan tersebut," ucapnya.

Pihaknya mengatakan, kurangnya komunikasi yang jelas membuat permasalahan tak segera berakhir. Belly menyebu, komunikasi dengan Puro Pakualaman sudah dilakukan dan pencairan konisnyasi sudah diambil meski pencairan tidak diketahui pihaknya.

Belly menyayangkan pihak Puro Pakualaman yang tidak bersedia untuk berbicara terkait pencairan tersebut. Mereka juga mengaku sulit menemui pihak Puro Pakualaman.

Baca Juga:Berniat Bikin Dimsum, Penampakannya Malah Mirip Nasi Bungkus

Ia menambahkan, pihaknya hanya meminta keadilan atau pengakuan mengenai BRM Moenir Cakraningrat yang memang benar merupakan ahli waris dari PB X.

"Perlu diingat bahwa dalam urusan administrasi PN Wates juga harus bertanggungjawab," imbuhnya.

Tanah di Kulon Progo tersebut merupakan pemberian dari HB VII kepada Moersoedarinah saat pernikahannya dengan PB X.

Apabila mengacu pada PP 24 tahun 1960 atas Puro Pakualaman atau pemerintah Indonesia, menyatakan bahwa Eigendom yang tidak diurus akan menjadi hak negara. Namun, dengan catatan eigendom tersebut atas nama orang asing.

"Sementara ini adalah atas nama pribadi dan bukan orang biasa melainkan anak HB VII yang juga permaisuri dari PB X," tegasnya.

Sementara itu ditemui terpisah, Humas PN Wates, Edy Sameaputty membenarkan adanya permohonan salinan surat penetapan konsinyasi tersebut.

Berdasarkan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agus Nomor 1-144 tahun 2011 tentang Keterbukaan Informasi di Lingkungan MA tertulis, ada beberapa informasi yang wajib disediakan. Salah satunya tentang penetapan pengadilan atau produk keputusan pengadilan.

"Semua disiapkan jika ada yang meminta, namun yang bersangkutan harus mengisi formulir permohonan informasi, kami juga hanya menyerahkan fotokopi bukan salinan resminya," ungkapnya.

Edy menambahkan, tidak membutuhkan waktu lama untuk menindaklanjuti permohonan itu. Bahkan bisa segera diproses bila syarat sudah terpenuhi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini