SuaraJogja.id - Akhir Juni 2020 lalu warga Pedukuhan Kaliurang Barat, Kelurahan Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Sleman sempat krisis air bersih. Hal ini disebabkan karena adanya akar yang menghalangi saluran air.
Seorang warga RT 6 yang enggan disebut namanya mengatakan terpaksa berbagai dengan warga lain. Dalam kondisi normal, penampung air di rumahnya mampu penuh dalam waktu 15 menit saja. Namun, karena gangguan butuh waktu berjam-jam agar air tercukupi.
"Kalau menurut saya yang paling parah itu RT 6. Saya harus menunggu lama dan gantian dengan warga lainnya," katanya melansir Harianjogja.com, Kamis (2/7/2020).
Kepala Dukuh Kaliurang Barat, Kecuk Sumadi mengatakan, wilayahnya sempat mengalami masalah air karena pipa penyuplai air tersumbat akar. Ia juga memaklumi hal tersebut lantaran adanya masalah diluar teknis dan musim kemarau.
Baca Juga:Budi Minta KPK Dalami Nama yang Disebut di Sidang Suap Rehabilitasi SAH
"Kondisi nyatanya tak seperti yang ada di berita sebelumnya. Enggak semua rumah terdampak. Situasinya enggak separah yang diberitakan. Bisa dibilang kondisinya masih kondusif," ujarnya, Kamis malam, (2/7/2020).
Meski telah kondusif, Kecuk menyoroti adanya kesulitan air berhubungan dengan rencana penggunaan alat berat untuk penambangan pasir di dekat mata air. Menurutnya, hal itu dapat merusak jaringan dan pipa air ke rumah-rumah warga.
Hal tersebut juga disampaikan Ketua RT 6, Supriyanto menuturkan, permasalahn penyumbatan saluran air memang kerap terjadi.
MMayoritas warga memanfaatkan air pasokan dari Tirto Candi dan PT. Anindya Mitra Internasional [AMI]. Warga hanya perlu membayar Rp10 ribu per bulan kepada Tirto Candi. Menurut Supriyanto, biaya tersebut terlampau kecil untuk operasional Tirto Candi.
Saat terjadi masalah saluran air, seringkali pihak pengelola membutuhkan waktu yang tidak sedikit untuk melakukan perbaikan. Terlebih, dengan biaya operasional sekecil itu, Supriyanto menyebut akan sulit untuk bisa meng-cover perbaikan cepat.
Baca Juga:Disebut di Kasus Suap Rehabilitasi SAH, Istri Wali Kota Jogja: Itu Fitnah!
"Kalau warga kan maunya bayar murah tapi ngalirnya banyak. Itu manusiawi dan wajar. Sementara kalau di Tirto Candi, jika ada yang protes airnya tidak ngalir, kita harus cek dulu warga lainnya. Jangan sampai selesai satu masalah justru nambah masalah baru. Beda kalau langganannya sama perusahaan semacam PT. AMI yang sedikit lebih mahal. Cuma kalau ada trouble langsung ditangani, karena mereka konsumen," katanya, Jum'at (3/7/2020).
Gangguan yang disebabkan faktor alam memang tidak bisa ditebak sehingga bisa dimaklumi. Bahkan, terkadang karena hujan deras, arus dari arah gunung bisa merusak saluran hingga warga tidak bisa menggunakan layanan air.
"Sekarang menurut saya lho, material yang di atas itu sudah tidak banyak. Jadi kalau musim hujan pun, banjirnya enggak separah yang kemarin," katanya.
Senada dengan Kecuk, Supriyanto khawatir tambang pasir di Kali Boyong dilakukan dengan menggunakan alat berat.
Pasalnya, alat berat dipastikan mengeruk material dengan jumlah yang besar. Hal itu bisa menjadi faktor yang semakin menyulitkan dalam melakukan perbaikan pipa air di tebing sungai karena jarak pipa dan dasar sungai sudah pasti bertambah dalam.
"Sungai itu boleh ditambang. Toh, saat ini masih aman kok. Warga masih menambang pasir secara manual. Tapi kalau sudah pakai alat berat, itu yang saya khawatirkan. Jika ada yang rusak, mau benerin tambah susah," tandasnya.