Banyak Warga DIY Tinggal di Bantaran Sungai, FKSS Imbau Lakukan Ini

Idealnya, bangunan yang didirikan di dekat sungai berjarak minimal 50 meter dari bibir sungai.

Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana | Muhammad Ilham Baktora
Minggu, 12 Juli 2020 | 16:01 WIB
Banyak Warga DIY Tinggal di Bantaran Sungai, FKSS Imbau Lakukan Ini
Warga Sleman menanam pohon gayam dan beringin di bantaran Sungai Boyong, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Minggu (12/7/2020). - (SuaraJogja.id/Muhammad Ilham Baktora)

SuaraJogja.id - Tinggal di bantaran sungai di DI Yogyakarta, banyak warga harus terus didorong dan diedukasi untuk menjaga lingkungan dan kemanan dari ancaman longsor. Forum Komunitas Sungai Sleman (FKSS) pun mengimbau agar masyarakat menyiapkan mitigasi bencana dan waspada saat debit air meningkat.

"Tentunya hal ini menjadi perhatian kami, tapi masyarakat juga harus waspada. Salah satunya melakukan konservasi sungai," terang Ketua FKSS AG Irawan saat ditemui SuaraJogja.id pada penanaman ratusan bibit pohon di bantaran Sungai Boyong, Pakem, Sleman, Minggu (12/7/2020).

Irawan menyebutkan bahwa idealnya, bangunan yang didirikan di dekat sungai berjarak minimal 50 meter dari bibir sungai.

"Bangunan itu baru boleh berdiri setelah 50 meter dari bibir sungai. Jadi jarak tersebut merupakan tempat bernapas sungai. Artinya, ketika hujan, air akan ke pinggir dan berfungsi mengendalikan arus," terang dia.

Baca Juga:Rawan Longsor, Warga Wonorejo Tanam 500 Tumbuhan Konservasi di Kali Boyong

Menurut Irawan, air hujan dapat membuat resapan air di jarak 50 meter tersebut. Jika didirikan sebuah bangungan, resapan air akhirnya tak terbentuk.

"Jika tak ada resapan, maka wajib bagi penghuni menyiapkan resapan lain berupa tanaman konservasi," katanya.

Ia tak menampik bahwa memindahkan bangunan tak dimungkinkan. Maka dari itu, konservasi bangunanlan yang saat ini harus dilakukan masyarakat yang tinggal di bantaran sungai.

Warga Sleman menanam pohon gayam dan beringin di bantaran Sungai Boyong, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Minggu (12/7/2020). - (SuaraJogja.id/Muhammad Ilham Baktora)
Warga Sleman menanam pohon gayam dan beringin di bantaran Sungai Boyong, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Minggu (12/7/2020). - (SuaraJogja.id/Muhammad Ilham Baktora)

"Saat ini konservasi memang bukan kepada tanaman, lebih kepada konservasi bangunan. Misal, menjaga talut tetap kokoh dengan tidak mendirikan bangunan tambahan. Artinya, tidak ada lagi beban yang ditambah," jelas dia.

Ia menekankan, warga harus menyiapkan mitigasi bencana. Ketika curah hujan tinggi, masyarakat harus bisa mengantisipasi lebih dini.

Baca Juga:Baru Dibangun, Rumah Heri Kini Tinggal Puing Tergerus Longsor di Sukabumi

"Maka edukasi ini yang kami dorong kepada masyarakat. Selain meminta untuk menjaga dan tidak menambah beban talut, kewaspadaan mereka untuk mengantisipasi sebuah longsoran juga kami berikan," ungkap Irawan.

Tak hanya soal mitigasi bencana, dirinya juga mengimbau agar masyarakat tak membuang sampah ke dalam sungai. Pasalnya, ada faktor penyebab terjadinya banjir dari limpahan sampah yang dibuang ke sungai.

"Saat ini masyarakat membelakangi sungai. Secara tidak langsung mereka menganggap bahwa sungai tempat pembuangan. Bahkan sampah rumah tangga seperti plastik dibuang ke sungai. Jadi kesadaran ini harus dimunculkan tiap masyarakat," katanya.

Melalui kegiatan konservasi di bantaran Sungai Boyong, Pakem, Sleman, FKSS mengajak masyarakat menjaga lingkungannya, minimal dengan menanam bibit pohon seperti gayam dan beringin.

"Pohon gayam ini mampu mencari air dan menyerap air, sehingga bisa membuat mata air baru untuk masyarakat. Pohon beringin menjadi penting juga untuk menahan longsoran," kata Irawan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak