SuaraJogja.id - Pandemi Covid-19 masih menjadi ujian bagi sebagian masyarakat. Tak hanya pekerja, tetapi pengusaha pun menjadi warga yang terdampak dari penyebaran virus yang mulanya muncul di China ini.
Hal itu dirasakan Samhidayah, pria asal Bantul yang sebelumnya memiliki usaha sepatu harus memutar otak untuk tetap membuat kompor dapurnya tetap mengebul. Pria 34 tahun ini memilih mengalihkan usahanya menjadi penjual masker.
“Kondisi seperti ini memang sudah menjadi ujian dari Tuhan. Sekarang yang hanya bisa saya lakukan tetap berusaha dengan kemampuan, termasuk modal yang ada,” ungkap Samhidayah, ditemui SuaraJogja.id di pinggir jalan Imogiri Barat, Desa Sumberagung, Jetis, Bantul, Minggu (2/8/2020).
Laki-laki yang akrab disapa Sam ini menjelaskan bahwa sebelum beralih usaha, dirinya kerap mengikuti ekspo hingga kegiatan konser untuk menjajakan sepatu. Tak hanya itu, tas dan sebagian kaus dia jual saat terdapat kegiatan besar di Yogyakarta.
Baca Juga:Update Covid-19 Global: Afrika Selatan Kewalahan, Kurang Dokter dan Perawat
“Sepatu saya pasok dari tengkulak yang lain. Biasanya diambil dari Jawa Barat. Saya memiliki 10 pegawai dan biasanya dari kegiatan tersebut bisa meraup belasan hingga puluhan juta, tapi setelah pemerintah meniadakan dan membatasi kegiatan kerumunan, semuanya berubah. Bayaran pegawai kurang dan mereka terpaksa saya liburkan,” ungkap dia.
Memutar otak untuk tetap bertahan hidup, Sam tak langsung memutuskan berjualan masker. Dirinya sempat akan membuka usaha kuliner. Namun, niat itu diurungkan. Pasalnya, dirinya tak memiliki lahan dan butuh biaya yang lumayan besar.
“Usaha kuliner itu modalnya cukup besar bagi saya. Memang bisa jualan di pinggir jalan. Namun, berjualan makanan itu terbatas dengan masa kedaluwarsanya. Akhirnya saya mencari usaha lain yang tidak perlu memikirkan barang kedaluwarsa,” terang ayah dua anak ini.
Setelah membuat rencana matang dan prediksi untuk tetap membuka usaha, Sam akhirnya memutuskan menjual masker kain.
“Sebenarnya penjual masker ini sudah banyak, tinggal bagaimana kita melihat lokasi berjualan, termasuk sasaran yang akan dijadikan pembeli. Saya sendiri memilih di pinggir jalan karena banyak orang yang kerap melintas dan bersepeda di Jalan Imogiri, sehingga ketika mereka melintas, bisa melihat barang yang saya jual ini,” katanya.
Baca Juga:WHO: Dampak Pandemi Covid-19 Bisa Dirasakan Beberapa Dekade Mendatang
Mendapat lokasi yang cukup strategis, Sam mengaku dalam sehari berjualan dapat meraup Rp100-150 ribu per hari. Dirinya berjualan setiap hari pukul 08.00-15.00 WIB.
“Sehari bisa meraup Rp100 ribu, kadang juga tak sampai sebesar itu. Jadinya saya berjualan sendiri saja dengan hasil yang juga biasa. Jumlah ini memang cukup untuk keluarga, biaya lainnya dibantu juga dengan istri saya,” katanya.
Bertahan di dalam keterpurukan mungkin tak banyak orang bisa melaluinya. Bagi Sam, kehidupan adalah pilihan, apakah orang tersebut siap bertahan atau tidak.
“Sekarang hanya berharap dengan yang memberi rezeki. Bagaimana kondisinya saya tetap berusaha, masih banyak orang yang perlu saya hidupi,” katanya.
Seorang pedagang masker lainnya, Lina Mardiani, yang tinggal di Kampung Dipoyudan, Ngampilan, Kota Yogyakarta, juga mengalami keterpurukan sebelum memutuskan berjualan masker di tengah pandemi ini. Pengusaha ayam geprek ini nyaris bangkrut dan menutup usahanya sementara.
“Berjualan makanan memang belum tentu hasilnya sesuai yang diharapkan. Bagi saya memilih usaha di tengah kondisi seperti ini harus melihat peluang yang ada. Kebutuhan masyarakat terhadap masker cukup banyak, maka usaha ini yang saya ambil,” jelas Lina, yang memproduksi masker secara mandiri ini.
Wanita 53 tahun ini tak hanya berjualan masker, dirinya juga menyisihkan sebagian hartanya untuk membagikan makanan gratis tiap Jumat. Hal itu dia lakukan karena pernah menjadi orang serba kekurangan, termasuk seperti kondisi masyarakat yang dialami di tengah wabah ini.
“Saya pernah menjadi orang yang serba kekurangan. Bahkan pernah makan hanya dengan satu bungkus mi dibagi kepada tiga orang di dalam rumah. Maka saya tahu betul kondisi masyarakat saat ini dan perlu dibantu,” katanya.
Lina dan Sam merupakan sejumlah kecil orang yang terdampak Covid-19, merasakan keterpurukan dari usaha yang nyaris bangkrut. Namun bagi mereka, bertahan hidup tetap harus dilakukan, dan ada orang lain yang bergantung terhadap dirinya.
“Mungkin semuanya butuh proses. Namun yang penting, bagaimana manusia tetap bertahan dan berusaha dengan doa dan bantuan yang maha kuasa. Bagi saya tak ada yang sia-sia dengan usaha yang sudah dilakukan bahkan sampai merasakan kondisi jatuh miskin sekalipun. Tuhan masih memiliki rencana baik untuk masing-masing orang,” terang Lina.