Covid-19 di Sleman Meningkat, Rusun Gemawang Berpotensi Jadi Lokasi Isolasi

Joko menduga, ratusan nakes terkena COVID-19 di fasilitas kesehatan sejak adanya pelonggaran penanganan pasien.

Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana
Senin, 14 September 2020 | 15:30 WIB
Covid-19 di Sleman Meningkat, Rusun Gemawang Berpotensi Jadi Lokasi Isolasi
Ilustrasi isolasi atau karantina COVID-19 - (Pixabay/fernandozhiminaicela)

SuaraJogja.id - Kepala Dinas Kesehatan Sleman Joko Hastaryo tak menampik adanya lonjakan kasus COVID-19 di Sleman, sehingga Rusun Gemawang berpotensi akan digunakan sebagai lokasi isolasi pasien positif COVID-19 asimtomatik.

Namun saat ini, Pemkab memilih menggunakan asrama haji terlebih dahulu, mengingat kapasitas yang masih mencukupi.

"Mungkin akhirnya akan ke sana juga [Rusun Gemawang], kami masih mengandalkan asrama haji. Kalau mentok," terang Joko di kantornya, Senin (14/9/2020).

Panewu Mlati Yakti Yudanto mengatakan, Rusunawa Gemawang saat ini masih ditutup dan baru akan dimanfaatkan untuk isolasi pasien positif asimtomatik bila asrama haji sudah tak lagi bisa menampung pasien.

Baca Juga:Ruang Isolasi Penuh, RSUD Wates Sulap Lantai 2 Jadi Area Karantina Darurat

"Kami menyiapkan tempat saja. Proses pengelolaan ada di kabupeten," tuturnya.

Ratusan nakes di Sleman tetap berpotensi positif COVID-19 meski sudah pakai APD sesuai level

Joko menyebutkan, ada sebanyak 115 tenaga nakes (nakes), termasuk karyawan kesehatan (karkes), di Sleman yang tercatat positif COVID-19. Hal itu masih terjadi kendati mereka sudah menggunakan alat pelindung diri (APD) sesuai level risiko.

Joko Hastaryo mengatakan, jumlah tersebut sudah banyak yang berkurang karena ada yang sudah dinyatakan sembuh.

Ia menduga, mereka bisa terkena COVID-19 di fasilitas kesehatan sejak adanya pelonggaran penanganan pasien.

Baca Juga:Larang Isolasi Mandiri, Anies: Kalau Menolak Dijemput Paksa Petugas

"Misalnya, saat ini dalam Permenkes, dinyatakan pasien COVID-19 setelah dirawat selama 10 hari, bisa pulang tanpa tes usap. Padahal aturan sebelumnya, setelah dirawat 10 hari dan dinyatakan sembuh, pasien bisa pulang bila sudah dinyatakan negatif lewat dua kali tes usap," kata dia.

Dugaan lainnya, para nakes dan karkes yang menggunakan APD lengkap sesuai level ketika berada di ruang isolasi khusus COVID-19 dan kala menangani pasien positif.

Sedangkan yang berada di klinik umum atau faskes lainnya non area penanganan COVID-19, tidak semuanya menggunakan APD lengkap.

"Padahal, kita tidak tahu mereka negatif atau seperti apa status COVID-nya. Bisa saja mereka ternyata COVID-19 asimtomatis, lalu menulari nakes dan karkes. Apalagi kami juga tidak mengetahui, ketika isolasi mandiri apakah mereka benar-benar isolasi diri sesuai ketentuan," ucap Joko.

Eks Dirut RSUD Sleman ini menambahkan, hampir tidak ada nakes dan karkes yang menangani pasien positif COVID-19 langsung, tertular virus tersebut.

"Kalaupun ada, hanya satu atau dua. Karena mereka mengenakan APD lengkap," imbuh dia.

Joko menuturkan, risiko penularan kepada nakes dan karkes juga bisa berasal dari luar lingkungan faskes. Pasalnya, nakes dan karkes juga merupakan bagian dari masyarakat di tempat tinggalnya.

"Mereka juga tentu beraktivitas biasa dengan masyarakat lainnya, atau di tempat lainnya, sehingga, potensi mereka tertular COVID-19 juga tidak kalah besar," ungkapnya.

Kontributor : Uli Febriarni

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini