SuaraJogja.id - Berbagai objek wisata dapat ditemui di Jogja. Dari sekian yang sudah populer di masyarakat, beberapa di antaranya lahir dari ide kreatif dan gotong royong warga kampung.
Tak heran, makin tahun jumlah tempat wisata di Jogja terus bertambah. Setiap sudut di Jogja pun menjadi menarik untuk disinggahi.
Bahkan, sejumlah wilayah yang tadinya kumuh atau gersang pun kini telah disulap menjadi bersih, asri, dan indah.
Transformasi yang mengesankan itu ai antaranya dapat ditemukan di Kota Yogyakarta hingga Kabupaten Gunungkidul.
Baca Juga:Pemburu Sunset Merapat! Ini 5 Rekomendasi Tempat Nyore yang Asyik di Jogja
Mulai dari Bendhung Lepen sampai Kampoeng Cyber, berikut lima objek wisata terpopuler yang diciptakan warga kampung di Jogja:
1. Bendhung Lepen
Sebelum menjadi tempat wisata dengan budi daya ikan nila, Bendhung Lepen Kali Gajah Wong di Kampung Mrican, Kelurahan Giwangan, Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta merupakan kawasan kumuh.
Namun, aliran irigasi yang tadinya tak terurus, penuh sampah, lumpur, minyak, hingga airnya cokelat dibersihkan komunitas Bendhung Lepen mulai 10 Februari 2019.
Alhasil, kini saluran irigasi tersebut berubah drastis menjadi sangat bersih. Sebanyak 100 kilogram benih ikan nila juga telah disebar di dalamnya, sehingga kini kampung tersebut dapat dikunjungi wisatawan, dan warga pun bisa panen ikan setiap tahun.
Baca Juga:Memanjakan Mata, Wisata Bendhung Lepen di Jogja Dihuni Ratusan Ikan Nila
Warga setempat juga membangun mainan ramah anak di sebelah aliran irigasi. Bahkan pot tanaman serta akses jalan dicat berwarna-warni untuk menarik masyarakat berkunjung.
2. Wisata Eceng Gondok Kalinampu
Bunga eceng gondok yang menghiasi tepian Sungai Opak di Kalinampu, Desa Seloharjo, Kecamatan Pundong, Kabupaten Bantul akhir-akhir ini mencuri perhatian para pengguna media sosial.
Melalui ide dan kesepakatan dari karang taruna wilayah itu, disulaplah lokasi tersebut menjadi objek wisata ala Jepang dengan latar bunga eceng gondok.
Perintis destinasi wisata eceng gondok di Kalinampu, Kasanatul Rahmat, mengatakan, objek wisata bertema Jepang dengan suguhan pemandangan bunga eceng gondok ini baru resmi dibuka untuk umum pada 6 September 2020 lalu.
Di sana, pengunjung juga dapat menikmati fasilitas persewaan properti ala Jepang, seperti baju kimono, kipas, hingga payung. Untuk menyewa kimono, pengunjung tinggal mengeluarkan uang Rp25.000 saja per 30 menit, sedangkan payung dipinjamkan secara gratis atau jika bersedia, pengunjung bisa mengganti dengan upah secara sukarela. Gazebo besar di pinggir kali juga disewakan dengan harga Rp50.000 per 6 jam.
3. Budi Daya Ikan Kampung Gedongkiwo
Dulu, saluran irigasi di Kelurahan Gedongkiwo, Kecamatan Mantrijeron, Kota Yogyakarta tak terurus dan terkesan kumuh, bahkan terkadang menjadi tempat warga sembarangan membuang sampah.
Melihat lingkunganya yang semakin hari tidak terkondisi dengan baik, sesepuh di RT 62/RW 12 dan RT 69/RW 14 kelurahan setempat mengambil langkah untuk mengubah lingkungannya menjadi lebih bersih dengan membentuk kelompok Mino Julantoro Asri.
Sejak 2018, mereka menghilangkan keramba-keramba ikan milik warga, mengeruk irigasi lebih dalam, memasang jaring-jaring sampah, dan sepakat melarangnya jadi tempat pembuangan limbah.
Setelah itu, warga menyebar bibit ikan nila untuk budi daya.
Kini, kampung tersebut menjadi daya tarik bagi wisatawan. Mereka dapat memberi makan ikan dan biasanya berswafoto di sana.
4. Bukit Wonosumilir
Bukit Wonosumilir, yang berada di sebuah kawasan bukit di kompleks objek wisata Goa Pindul menjadi destinasi wisata baru sejak Agustus 2020. Namun, pengunjungnya sudah melebihi 500 orang setiap hari.
Padahal, sebelumnya Bukit Wonosumilir hanyalah bukit gersang dengan tanaman kayu milik Kementerian Kehutanan. Di sela-sela tanaman keras tersebut, warga memanfaatkannya untuk bercocok tanam kacang, kedelai, dan tanaman palawija yang lain.
Hartoyo (54), guru SD Gelaran 3 Kalurahan Bejiharjo, Kapanewon Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul lalu merintis Bukit Wonosumilir menjadi destinasi wisata baru. Waktu senggang di tengah pandemi Covid-19 ia manfaatkan untuk menata tempat itu sedemikian rupa, bahkan mendirikan gazebo di sana hingga perlahan pengunjung berdatangan, termasuk mereka yang suka bersepeda untuk menikmati segarnya suasana alam, emnunggu sunset di kala senja, maupun menikmati gemerlap taburan bintang di malam hari.
Sempat diejek warga sekitar karena idenya dianggap mustahil, tetapi akhirnya Hartoyo berhasil mendatangkan banyak pengunjung di Bukit Wonosumilir. Dalam sehari, ia dan rekan-rekan pengelola bukit bisa mengumpulkan omzet Rp700 ribu ketika sepi dan di atas Rp1 juta ketika ramai pengunjung.
5. Kampoeng Cyber
Kampoeng Cyber Yogyakarta merupakan sebuah kampung wisata di kompleks obyek wisata Taman Sari, Kelurahan Patehan, Kecamatan Kraton, Kota Yogyakarta. Biasanya, wisatawan yang berkunjung ke Taman Sari juga akan menyempatkan diri berjalan-jalan ke Kampoeng Cyber.
Ide mendirikan Kampoeng Cyber muncul sejak 2008 dari Antonius Sasongko. Kala itu sambungan internet sulit untuk didapat, tetapi pria yang akrab disapa Koko itu sudah memasang internet di rumahnya, lalu mengajak para tetangganya untuk ikut serta.
Tak hanya warga, pengunjung juga bisa menikmati koneksi internet gratis selama dua jam yang disediakan warga secara swadaya di sana. Namun, akses wifi untuk umum dibatasi untuk 200 pengunjung. Jika kuoata terpenuhi, tak ada lagi yang bisa log in.
Salah satu keunikan Kampoeng Cyber adalah keberadaan jalan yang dinamakan "Zuckerberg Street", yang diambil dari pendiri Facebook Mark Zuckerberg. Ia pernah mengunjungi Kampoeng Cyber pada 2014 secara mendadak tanpa pemberitahuan dan menyarankan supaya kampung-kampung lain di Indonesia mengikuti jejaknya, hingga kemudian Kampoeng Cyber makin dikenal banyak orang.