Buntut Dugaan Pelecehan Seksual, UII Ungkap di Balik Pencabutan Mapres IM

IM membuka mediasi dengan UII terkait kasus dugaan pelecehan seksual.

Galih Priatmojo
Rabu, 30 September 2020 | 10:05 WIB
Buntut Dugaan Pelecehan Seksual, UII Ungkap di Balik Pencabutan Mapres IM
Ilustrasi pelecehan seksual (Pixabay).

SuaraJogja.id - Tim Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) membeberkan kronologi pencabutan gelar mahasiswa berprestasi (Mapres) 2015 milik Ibrahim Malik (IM), alumni mereka yang saat ini dituduh melakukan dugaan tindakan pelecehan seksual kepada sejumlah mahasiswi.

Pencabutan gelar Mapres tersebut, ditengarai menjadi penyebab kampus tertua di Indonesia itu resmi digugat di meja hukum, oleh IM.

Koordinator Tim Hukum UII, Nur Jihad menjelaskan, sebelum gelar Mapres IM dicabut, UII sudah melakukan semua prosedur secara berimbang. Katakanlah, sambung Nur, ketika UII melakukan pemeriksaan berkenaan dengan tuduhan kepada seseorang, tentu pihaknya berupaya investigasi secara berimbang. Semua keterangan dikumpulkan baik yang berasal dari pihak yang 'menjadi korban' maupun 'tertuduh pelaku'. 

"Kami berupaya mencari informasi dari kedua belah pihak masing-masing, tentu dengan proses yang maksimal juga," ujarnya, Rabu (30/9/2020). 

Baca Juga:Ada Kasus Positif Covid-19 di Ponpes, Sekda Sleman: Penanganannya Sudah Jos

Nur mengungkapkan, pada saat proses investigasi berjalan, ketika tim bisa mendengar keterangan secara langsung dari semua pihak yang terlibat, tentu lebih mudah untuk mendapat informasi. 

Namun demikian yang menjadi persoalan saat itu adalah IM tidak berada di Indonesia. Sehingga komunikasi tidak bisa dilakukan secara langsung, ditambah lagi situasi pandemi COVID-19.

"Sekarang pun juga masih COVID-19, ya media sinkron itu Zoom. Pada saat itu pihak IM belum bersedia, karena pada saat itu kan ada kekhawatiran terkait dengan keamanan media Zoom sebagai media komunikasi," tuturnya.

Ia menegaskan, dalam proses investigasi ini, UII telah mengumpulkan keterangan dari berbagai pihak. Kemudian setelah menganggap keterangan-keterangan itu cukup, maka kemudian UII membuat keputusan.

"Sebenarnya atas keputusan itu, dimungkinkan ada upaya keberatan. Tentu kami akan mendengar dan menerima dengan baik kalau ada keberatan yang reasonable, beralasan. Tetapi setelah ditunggu, sejak Juni ya itu, sudah lama, tidak ada upaya itu," ungkap Nur Jihad. 

Baca Juga:Tak Ada Rest Area, Sleman Punya TMF Untuk Siasati Exit Tol di Sleman Timur

Atas pertimbangan melihat situasi tersebut, maka UII menganggap tidak ada keberatan alias keputusan itu diterima. Hingga kemudian UII terkejut, tim mendapat panggilan dari Rektor UII sekaligus mereka menerima surat keberatan dari pihak IM, Jumat pekan lalu.

"Nah dan itu [surat keberatan] ya kami belum bisa menindaklanjuti, karena saat bersamaan ada panggilan sidang. Jadi kami belum bisa meneliti dan memverifikasi keberatan dari IM itu," imbuh dia.

Sementara itu secara terpisah, IM mengatakan, alasan ia melayangkan gugatan kepada UII adalah karena merasa namanya tercoreng dengan pemberitaan tentang pencabutan Mapres.

"Seakan-akan mengonfirmasi kepada publik bahwa saya sudah dihukum, dinyatakan bersalah dan ini sangat merugikan saya," ungkapnya. 

Menurut IM, selain namanya tercoreng, pencabutan gelar itu juga berdampak luas dan merugikan dirinya. Baik dari sisi pekerjaan, aktivitas, kerugian materil, immateril dan masa depan. IM juga tak memungkiri tak sedikit kontrak kegiatan yang mengundang dirinya sebagai pengisi acara dibatalkan.

"Jumlahnya saya lupa [kontrak dibatalkan]. Kasus dugaan itu menjadi pertanyaan dasar yang selalu ditanyakan kepada saya, kemanapun saya beraktivitas. Saya ingin perbaikan nama baik," kata IM.

IM Tak Menutup Kemungkinan Mediasi

IM mengaku membuka pintu mediasi bersama UII, almamaternya tempat ia dulu menimba ilmu. 

"Kalau mediasi itu sambil jalan. Semua kemungkinan terbuka seiring dengan berjalannya persidangan. Kemarin baru sidang perdana," ujarnya.

Mengetahui tuduhan dugaan pelecehan seksual juga muncul dari masyarakat umum dan warganet, IM meminta masyarakat harus lebih kritis dalam menyerap informasi dan objektif dalam melihat sesuatu. Agar tidak terjebak narasi atau asumsi sepihak yang belum jelas kebenarannya.

Ketua Tim Hukum UII, Nur Jihad belum dapat memberi tanggapan atau jawaban lebih jauh perihal kemungkinan tersebut.

Dalam pandangan Nur Jihad, sebenarnya mediasi merupakan sebuah langkah yang baik. Hanya saja tim belum mendengar itu dan belum bisa menindaklanjuti. 

"Karena kalau sudah masuk ke sidang, memang tidak ada upaya perdamaian. Hanya, kalau mungkin benar ada upaya itu, itu upaya di luar persidangan. Kalau kami menerima itu, tentu tim akan menyampaikan kepada principal," ungkapnya.

Ia mengatakan pintu ajakan diskusi terbuka lebar, namun lagi-lagi ia belum bisa menjawab goal dari mediasi tersebut nantinya. 

Dalam sidang persiapan yang sudah berjalan beberapa waktu lalu, majelis hakim meminta adanya sejumlah perbaikan dari pihak IM. Dengan demikian, tim UII baru mengetahui gugatan sebenarnya pada sidang berikutnya, usai perbaikan dilakukan. 

"Pencopotan gelar Mapres, tentu ada pertimbangan-pertimbangan terkait masalah [dugaan] susila. Tapi untuk konten materi seperti apa, saya belum bisa menyampaikan," tandas Nur.

Kontributor : Uli Febriarni

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak