SuaraJogja.id - Kisah pilu dirasakan pasangan pemulung yang harus kehilangan bayi kembarnya dalam kandungan lantaran jadi korban tabrak lari. Mengalami cedera kepala parah, wanita pemulung ini kini tidak bisa kembali berjuang mencari nafkah.
Pasangan suami istri, Munipah (48) dan Duri (55), bekerja sebagai seorang pemulung. Hari itu, ia dan istrinya tengah tidur di emperan toko, kemudian bangun di pagi hari sekitar pukul 3 sampai 5 subuh. Seperti biasa, mereka pergi mencari barang rongsokan untuk mencari nafkah.
Sekitar pukul 4 pagi, mereka berjalan melintas Jalan Piere Tendean, Nusukan, Solo. Duri mencari rosok menunggangi becak, sementara Munipah menuntun sepeda. Dari arah selatan ke utara, tiba-tiba muncul sebuah mobil hitam tidak dikenal yang menabrak keduanya.
Duri terpental ke sebelah kiri. Becak yang ditumpanginya hancur berserakan bersama dengan barang-barang rongsokan yang dikumpulkan sejak subuh. Parahnya, Munipah terseret hingga lima meter, dan sepedanya terseret masuk ke bawah mobil. Akibatnya, Duri mengelami cedera di bagian kakinya.
Baca Juga:4 Fakta Kisah Lolita, Pemulung Cantik Cari Sampah untuk Obati Ibu
Sedangkan Munipah, yang saat itu tengah mengandung 9 bulan, terkapar di pinggir jalan. Darah terus mengalir melumuri kepalanya. Ia lantas dilarikan ke RS Ngipang dengan bantuan mobil yang saat itu tengah melintas dan kemudian dirujuk ke RS Moewardi Solo.
Saat itu, Duri dan Munipah belum sempat menjual hasil rongsokan mereka. Duri, saat berbincang dengan Solopos.com -- jaringan SuaraJogja.id, mengatakan, tidak memiliki uang bekal untuk menjalani perawatan medis. Ia juga mengaku merasa lapar dan ingin membelikan istrinya minum, tetapi tidak bisa.
“Saat di rumah sakit, saya cuma bawa uang Rp5.000. Saya sangat lapar sekali, saya juga ingin membelikan istri saya minuman, tetapi tidak bisa. Saya sempat ditanyai dokter apa sudah makan. Ya saya menjawab belum, lalu saya diberi uang untuk makan,” tutur Duri.
Munipah berhasil diselamatkan. Namun, ia mengalami cedera kepala berat. Sedangkan anak kembar yang berusia 9 bulan di kandungan meninggal saat kejadian. Padahal, ia dan suaminya sudah menunggu selama 15 tahun lamanya untuk kehadiran sang buah hati.
Setelah dirawat selama 10 hari di RS Moewardi, Munipah akhirnya diperbolehkan pulang. Ia dan suami tinggal di sebuah gubug di lahan kosong Jalan Ki Mangun Sarkoro, Nusukan.
Baca Juga:Polisi Identifikasi Perampok dan Pembunuh Dua Pemulung di Cikarang
“Kurang tiga hari istri saya melahirkan. Namun Gusti berkehendak lain. Dua anak kembar laki-laki saya meninggal dunia beberapa saat usai kecelakaan,” imbuh Duri, Sabtu (26/9/2020).
Selama enam tahun, pasangan suami istri itu tinggal di tanah kosong tepi jalan. Terkadang saat malam hari mereka tidur di emperan toko. Setiap hari keduanya pergi memulung demi buah hati yang semestinya akan lahir segera. Sampai saat ini, pelaku tabrak lari belum ditemukan.
Usai mendapatkan perawatan medis, kedua bayi laki-laki kembarnya itu dimakamkan di Kediri tempat asalnya. Duri mengaku tidak banyak menuntut dari peristiwa tabrak lari yang menimpanya. Bahkan, ia tidak melaporkan peristiwa tersebut kepada pihak kepolisian.
Duri tidak mengharapkan pelaku untuk datang dan meminta maaf kepada dirinya atau sekadar memberikan tali asih kepadanya. Ia hanya percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini pasti ada balasannya, entah saat ini maupun nanti.
Sebelum kecelakaan, Duri biasa mendapat penghasilan antara Rp50 ribu hingga Rp70 ribu sehari. Sedangkan saat ini ia hanya bisa mendapatkan penghasilan sebesar Rp20 ribu hingga Rp30 ribu karena harus merawat istrinya yang mengalami cedera kepala berat.
Saat ini, Munipah dan Duri telah pindah ke kosan yang lebih layak untuk ditinggali. Mereka juga rutin periksa ke puskesmas terdekat. Ada banyak bantuan mengalir untuk mereka.
Kondisi Munipah sendiri sudah berangsur-angsur membaik. Duri juga mengatakan, semenjak pindah ke kos, pemerintah Kalurahan Nusukan juga sudah mengunjungi mereka.