SuaraJogja.id - Dunia pariwisata di DIY terdampak aksi anarkistis sejumlah pihak yang terlibat bentrokan saat demo tolak UU Cipta Kerja pada Kamis (8/10/2020) lalu. Pascaperusakan sejumlah fasilitas publik, wisatawan yang datang ke kota ini berkurang.
"Yang jelas dengan kejadian [kerusuhan] itu membawa dampak pariwista di Jogja," ujar Kepala Dinas Pariwisata DIY Singgih Rahardjo di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Selasa (13/10/2020).
Menurut Singgih, dari aplikasi Visiting Jogja, jumlah wisatawan yang datang ke DIY sejak pandemi COVID-19 pada akhir pekan setiap Sabtu dan Minggu rata-rata mencapai 20 ribu wisatawan. Namun sejak kerusuhan tersebut, terjadi penurunan jumlah wisatawan yang mencapai lebih dari 5.000 orang pada Sabtu (10/10/2020) kemarin.
Kondisi serupa juga terjadi pada Minggu (11/10/2020).
Baca Juga:2 Satpam Lempar Batu dari Atas Gedung DPRD Medan: Kesal ke Pendemo
Padahal di masa pandemi COVID-19 ini, kata dia, DIY harus bekerja keras untuk memulihkan sektor pariwisata yang sangat terdampak.
Tren jumlah wisatawan mulai merangkak naik seiring kepercayaan mereka akan penerapan protokol kesehatan di DIY yang berbasis Clean, Health, Safety and Enviromental Sustainability (CHSE)
"Kemarin sebetulnya pariwisata mulai merangkat bangkit karena kita mendorong penerapan protokol kesehatan CHSE, dan upaya ini ternyata cukup bagus dampaknya karena wisatawan mulai confident, percaya diri untuk datang ke Jogja karena penerapan protokol [kesehatan] yang bisa diandalkan, tapi kemudian terjadi kejadian [kerusuhan] dan dampaknya langsung bisa dilihat," tandasnya.
Singgih berharap, unjuk rasa yang diwarnai kerusuhan tidak terjadi lagi di DIY. Semua pihak perlu menjaga keamanan dan kenyamanan kota ini dari aksi-aksi anarkistis yang bisa membawa preseden buruk pada sektor pariwisata DIY.
Dinas Pariwisata pun mencoba mencari strategi untuk mengembalikan kepercayaan wisatawan akan kondisi pariwisata di DIY. Salah satunya melalui pendekatan kultural.
Baca Juga:Hendak Ikut Demo UU Cipta Kerja, Pelajar SMK di Bogor Bawa Jimat
Untuk mengampanyekan protokol kesehatan COVID-19 serta mempromosikan wisata DIY, bergada ikut berjaga di kawasan-kawasan wisata. Mereka akan mengampanyekan penggunaan masker, cuci tangan, dan jaga jarak pada wisatawan dan warga masyarakat.
"Pendekatan kulturan ini lebih baik daripada harus memakai seragam karena masyarakat merasa tenang dan percaya diri," ujarnya.
Sementara, Donny Surya Megananda dari Badan Musyawarah Musea (Barahmus) DIY mengungkapkan, obkek wisata yang baru saja buka akhirnya rugi karena kerusuhuan tersebut.
"Kasihan teman-teman kita yang barusan buka, objek wisata yang juga barusan buka mengalami hal seperti kemarin," paparnya.
Hal senada disampaikan salah seorang pedagang kaki lima di Malioboro, Sutirah, yang mengaku sangat dirugikan dengan aksi anarkistis tersebut. Dia, yang sudah berjualan lebih dari 28 tahun, mengatakan tidak pernah mengalami kerusuhan semacam itu sebelumnya.
"Malioboro dan Kota Yogyakarta ini dibikin kisruh, ada orang yang tidak bertanggung jawab," imbuhnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi