SuaraJogja.id - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta mengimbau masyarakat Kabupaten Bantul untuk mewaspadai dampak bencana hidrometeorologi akibat dari fenomena La Nina. Pasalnya wilayah Bantul yang merupakan hilir membuat dampak potensi bencana tersebut semakin besar.
"Bantul sendiri, kita tahu merupakan daerah hilir. Jadi kalau ada curah hujan yang tinggi tentu potensi bahaya banjir cukup signifikan," ujar Kepala Stasiun Klimatologi (Staklim) BMKG Yogyakarta, Reni Kraningtyas, kepada awak media, Rabu (21/10/2020).
Reni menuturkan curah hujan di Bantul akan bertambah 20-40 persen bahkan diprediksi bisa mencapai di atas 50 persen dari normal. Hal itu merupakan akibat fenomena La Nina yang sedang terjadi di wilayah Indonesia yang juga berdampak pada wilayah DIY khususnya di Bantul.
Jika sesuai dengan prediksi La Nina akan terjadi sampai enam bulan ke depan, mulai dari bulan Oktober hingga Maret. Walaupun akan berangsur-angsur meluruh di bulan Maret, tapi La Nina yang dibarengi dengan masuknya awal musim hujan harus menjadi perhatian khusus oleh pihak terkait di daerah.
Baca Juga:Karyawan Bank di Bantul yang Positif Covid-19 Bertambah, Total Sudah Ada 5
"Kalau menurut pantauan kita, dua bulan berturut-turut dari Agustus-September kemarin, anomali suhu muka laut di pasifik tengah sekitar ekuator itu sudah bernilai negatif. Kemudian kita pantau terus dan prediksinya anomali itu akan terus eksis hingga semakin minus sampai nanti Maret. Namun puncaknya akan terjadi pada bulan Januari," paparnya.
Reni menjelaskan bahwa fenomena La Nina sendiri bukan suatu badai. Melainkan fenomena alam biasa yang ditandai dengan terjadinya anomali suhu muka laut yang bernilai minus di pasifik tengah di sekitar ekuator.
Disebutkan, La Nina sendiri memiliki beberapa tingkatan dari lemah, sedang hingga kuat. Jika nilainya adalah minus 0,5 sampai minus 1 masuk dalam kategori lemah. Kemudian jika masuk minus 1 hingga minus 2 berada di kategori sedang atau moderat. Sedangkan di atas minus 2 itu berarti La Nina kuat.
"Saat ini La Nina sudah masuk ke dalam kategori sedang atau moderat. Dari pemantauan kami sudah masuk di angka minus 1,02, berarti memang sudah merambat naik," terangnya.
Reni mengatakan sebenarnya La Nina juga pernah terjadi pada tahun 2016-2017 silam. Walaupun saat itu hanya terjadi La Nina kategori lemah hampir menuju sedang namun akibat badai cempaka yang datang bersamaan mengakibatkan bencana yang cukup parah.
Baca Juga:Satu Karyawan Bank di Bantul Positif Covid-19, Dinkes Masih Lakukan Tracing
"Tahun ini ada potensi terbentuk badai tropis di samudra hindia dan laut selatan Jawa. Ya harapannya badai tropis itu tidak terjadi dekat dengan pesisir laut selatan Jawa sehingga tidak mengakibatkan dampak curah hujan yang lebih tinggi," harapnya.
Sementara itu Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bantul, Dwi Daryanto, mengatakan fenomena La Nina tidak bisa disepelekan dan harus menjadi perhatian sendiri bagi semua sektor baik pemerintah atau masyarakat secara luas. Dikatakan Dwi, perlu ada upaya-upaya dari semua pihak untuk bisa meredam dampak potensi bencana di Bumi Projotamansari.
"Perlu kewaspadaan dan upaya yang nyata dari semua pihak untuk menekan dampak kerusakan dari potensi bencana yang bisa datang sewaktu-waktu tersebut," tegas Dwi.
Dwi menyebut ada beberapa cara yang bisa dilakukan oleh masyarakat untuk membantu mengantisipasi dampak bencana semakin parah. Salah satu caranya adalah dengan membersihkan sungai dan saluran irigasi yang terdapat di wilayah masing-masing sebelum intensitas hujan mulai tinggi.
Selain itu pemangkasan ranting dan dahan pohon yang sekiranya membahayakan masyarakat juga perlu dilakukan. Pasalnya terpaan angin kencang yang diprediksi akan datang juga tidak menutup kemungkinan dapat menyebabkan pohon tumbang.
"Paling minimal dari pekarangan dan lingkungan masing-masing dulu saja. Itu cara paling sederhana untuk mengurangi resiko bencana ketika angin kencang dan hujan mulai datang," tuturnya.