Dirikan sanggar tari tak hanya untuk cari untung
Sebelum pandemi, Dyah memiliki sekitar 300 murid di sanggar tarinya. Setelah vakum selama empat bulan lantaran merebaknya wabah corona, kini ia memiliki 80 orang murid yang berlatih bergantian di garasi rumahnya.
Kehilangan mata pencaharian selama empat bulan, Dyah mengaku sempat merasa kelimpungan. Terutama, ia juga memiliki empat orang guru tari yang biasa membantunya.
Terpaksa ia merumahkan tiga di antaranya lantaran tidak adanya kegiatan meskipun empat orang guru tari tersebut juga kehilangan mata pencaharian lainnya karena kegiatan di sekolah juga diliburkan. Siswa yang dimiliki Dyah sendiri memiliki rentang usia mulai dari 7 tahun hingga 15 tahun.
Baca Juga:Pendeta Wanita Alih Profesi Jadi Penari Telanjang, Mengaku Bahagia
Dalam menjalankan bisnis keseniannya itu, Dyah mengaku jarang mendapatkan untung. Dibanding dengan sanggar tari lainnya, ia mematok biaya pendaftaran dan SPP yang bisa disebut cukup murah.

Untuk bergabung dengan Artha Dance, setiap anak dikenakan biaya Rp100.000. Sementara untuk biaya setiap bulannya senilai Rp60.000.
Selain murah, Dyah juga menggratiskan biaya SPP untuk anak yang memiliki Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). Sementara untuk anak-anak di sekitar rumahnya yang ingin ikut latihan, mereka ditarik biaya Rp5.000 setiap pertemuan.
“Karena memang, sanggar tari ini kita buat bukan untuk sekadar profit saja, tapi memang untuk sebagai wadah anak-anak yang mampu maupun tidak mampu untuk berolah tubuh,” tukasnya.
Dyah menyebut kegiatan ini sebagai pesta seni, di mana tidak hanya boleh dinikmati oleh kaum borjuis saja, melainkan juga milik rakyat kecil.
Baca Juga:Lama Menghilang, Mantan Pendeta ini Muncul Jadi Penari Erotis
Artha Dance memang tidak mengambil keuntungan dari uang SPP dan pendaftaran. Perempuan kelahiran 18 Agustus 1986 ini mengambil keuntungan dari hadiah perlombaan yang mereka ikuti maupun acara-acara yang secara khusus mengundang mereka.