Garebeg Mulud Tanpa Gunungan, Keraton Jogja Bagi Uba Rampe ke Abdi Dalem

Kami masih melaksanakan garebeg maulud tapi dengan format yang disesuaikan dengan kondisi pandemi.

Galih Priatmojo
Kamis, 29 Oktober 2020 | 14:10 WIB
Garebeg Mulud Tanpa Gunungan, Keraton Jogja Bagi Uba Rampe ke Abdi Dalem
Para abdi dalem mendapat uba rampe dalam gelaran Garebeg Mulud sebagai kegiatan memeringati Maulid Nabi Muhammad SAW, Kamis (29/10/2020). [Kontributor / Putu Ayu Palupi]

SuaraJogja.id - Keraton Yogyakarta kembali menggelar Hajad Dalem Garebeg Mulud dalam peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, Kamis (29/10/2020). Namun berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, tidak ada gunungan besar yang biasanya diperebutkan masyarakat untuk ngalap berkah. 

Pandemi COVID-19  yang tidak kunjung usai membuat Keraton melaksanakan prosesi Hajad Dalem tersebut hanya bagi internal. Keraton hanya membuat uba rampe yang dibagikan kepada sekitar 3.000 abdi dalem.

Selain dibagikan ke abdi dalem, uba rampe yang berupa rengginan juga dikirim ke Kepatihan dan Pura Pakualaman. Rengginan dibuat dari nasi yang dikeringkan selama kurang lebih tiga hari ini yang kemudian diberi warna.

"Kami masih melaksanakan garebeg maulud tapi dengan format yang disesuaikan dengan kondisi pandemi," ujar Penghageng KHP Kridhamardawa Keraton Yogyakarta, KPH Notonegoro di Keraton Yogyakarta, Kamis Siang.

Baca Juga:Gemerlap Jogja Violin Festival 2020 di Tebing Breksi

Prosesi yang sederhana dan berbeda ini, menurut suami dari putri keempat Sri Sultan HB X, GKR Hayu ini sebagai rangkaian kegiatan Hajad Dalem. Mulai dari Garebeg Syawal maupun Garebeg Besar yang sudah digelar sebelumnya hingga Garebeg Maulud kali ini.

Meski tidak ada gunungan, dalam Garebeg Maulud kali ini Sultan tetap membagikan udhik-udhik atau sedekah raja berupa uang logam, beras, dan bunga. Namun sedekah ini sudah dibungkus satu-satu untuk mengantisipasi penyebaran virus.

"Kami juga membagikan koin udhik-udhik, Ngarso Dalem tetap maringi (memberi-red) dalam bentuk uang koin [bagi abdi dalem] yang sudah dibungkus satu-satu," jelasnya.

Tidak adanya pembagian gunungan ke masyarakat, lanjut Notonegoro agar tidak memunculkan kerumunan. Sebab jika tetap dilakukan maka masyarakat, termasuk wisatawan dari luar DIY pasti akan berdatangan untuk ngalap berkah (mencari berkah-red) dengan memperebutkan gunungan tersebut.

Karenanya meski tidak ada gunungan, filosofi Garebeg sebagai bentuk konsistensi pelestarian budaya tetap ada. Uba rampe Garebeg dalam filosofinya juga merupakan sedekah raja namun di masa pandemi ini diberikan secara terbatas.

Baca Juga:Peringatan! Bus Pariwisata Tanpa Keterangan Rapid Test Ditolak Masuk Jogja

"Karena itu sejak awal kami menyatakan garebeg tidak dibuka untuk umum dan tidak dilakukan seperti biasanya. Namun hal ini tidak mengurangi esensi karena tetap ada ," ungkapnya. 

Kontributor : Putu Ayu Palupi

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak